Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

PENGENALAN PENYAKIT PADA TANAMAN PADI



PENGENALAN PENYAKIT PADA TANAMAN PADI
(Laporan Praktikum Penyakit Penting Tanaman)









Oleh
Habiba Nurul Istiqomah
1114121095















JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014


I.         PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Tanaman padi merupakan tanaman pangan paling popular di Indonesia. Tentu saja ini terkait dengan kegunaannya sebagai tanaman pangan utama di negeri ini. Bahkan sering kali muncul istilah bahwa belum makan kalau belum makan nasi. Hal ini menjadikan padi (beras) sebagai kebutuhan nomor satu di Indonesia. Bahkan kini Indonesia telah menjadi konsumen beras tertinggi di dunia. Sayangnya, sebagian beras yang orang Indonesia makan bukanlah beras hasil produksi sendiri. Negara ini masih mengandalkan impor beras dari Negara tetangga seperti Filipina.
Ada banyak hal yang menyebabkan produksi beras kita tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain faktor eksternal yang berupa kebiasaan orang Indonesia yang terbiasa memakan beras, terdapat pula faktor internal. Faktor internal ini berkaitan dengan kondisi pertanaman padi kita. Pertanaman padi di Indonesia sering kali dihadapkan dengan masalah lingkungan seperti kekeringan atau kebanjiran yang dapat menyebabkan puso. Selain itu, serangan penyakit turut mengambil peran penting dalam penurunan produksi padi di Indonesia. Tentu saja hal ini patut menjadi perhatian lebih para sarjana maupun calon sarjana pertanian kita.

Secara umum, penyakit diartikan sebagai gangguan fisiologis pada tanaman sehingga tanaman tidak dapat melaksanakan fungsi fisiologisnya secara maksimal. Fungsi fisiologis ini terkait dengan proses fotosintesis  maupun respirasi. Penyebab penyakit (pathogen) menyerang dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan mengeluarkan zat yang dapat menghambat penyaluran fotosintat. Tanaman yang terserang pathogen biasanya masih terlihat sehat. Tanaman baru terlihat sakit saat tingkat serangan sudah mencapai tahap akut. Oleh karena itu, tanaman yang sudah terserang penyakit sangat sulit disembuhkan. Hal ini sangat berbeda dengan serangan hama. 


Terdapat banyak penyakit dalam pertanaman padi. Penyakit tersebut dapat saja menyerang bagian akar, daun, batang, maupun malai tanaman padi. Serangan pun dapat terjadi pada fase vegetatif maupun fase generatif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang penyakit padi penting untuk diketahui terutama untuk pencegahan penyakit.


1.2    Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.        Mengenal berbagai macam penyakit dan pathogen pada tanaman padi.
2.        Mengenal gejala tanaman padi yang terserang penyakit.
3.        Mengetahui cara pengendalian penyakit pada tanaman padi.




II.      TINJAUAN PUSTAKA


Tanaman sehat merupakan tanaman yang dapat melaksanakan fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi genetik terbaik yang dimiliki.  Tanaman dapat dikatakan sakit apabila fungsi fisiologis tanaman tersebut menyimpang dengan keadaan normal. Dilihat dari sudut biologi penyakit merupakan jerjadinya perubahan fungsi sel dan jaringan inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agensi pathogen atau faktor lingkungan dan berkembangnya gejala. Sedangkan penyakit dari  segi ekonomi adalah ketidak mampuan tumbuhan untuk memberi hasil yang cukup kuantitas maupun kualitasnya (Ningsih, 2010).

Cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari penyakit tumbuhan akibat serangan patogen ataupun gangguan ketersediaan hara dikenal sebagai Fitopatologi. Fitopatologi berasal dari gabungan kata bahasa Yunani yaitu phyton berarti tumbuhan,  pathos berarti sakit atau menderita, dan  logos berati ilmu atau pengetahuan. Secara biologis tumbuhan dikatakan sakit bila tidak mampu melakukan kegiatan fisiologis secara normal, yang meliputi respirasi, fotosintesis, penyerapan gizi yang diperlukan dan lain-lain. Selain itu tanaman sakit juga tidak dapat menunjukkan kapasitas genetiknya, seperti berdaya hasil tinggi, morfologi yang normal dan lain-lain. Studi ilmu penyakit tumbuhan meliputi studi tentang penyebab penyakit, studi tentang interaksi antara penyebab penyakit - tumbuhan inang dan lingkungan, studi tentang fisiologi tanaman sakit. Studi penyakit tumbuhan dalam populasi tumbuhanya disebut epidemiologi (Wikipedia, 2013).

Berdasarkan faktor penyebab penyakit, penyakit dibagi 2 yaitu penyakit fisologis (noninfektif) dan penyakit infektif. Penyakit fisiologis atau noninfektif disebabkan oleh faktor abiotic seperti keadaan tanah (kelembaban, struktur, reaksi tanah, kahat oksigen, kahat unsure hara, toksisitas pestisida), keadaan cuaca (suhu tinggi atau rendah, kekurangan atau kelebihan cahaya, angin hujan), dan kerusakan (kultur teknis yang salah). Sedangkan penyakit infektif merupakan penyakit yang
disebabkan faktor biotik berupa pathogen (jamur, baktei, mikoplasma, virus, viroid, nematode, maupun protozoa) (Ningsih, 2010).
 
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia, khususnya Indonesia (Shadily, 1984).

Tanaman padi juga rentan terserang patogen. Padi umumnya sering terkena penyakit hawar daun jingga (bakteri putih : Pseudomonas sp. dan kuning : Baccilus sp), Hawar Daun Bakteri (HDB) (bakteri Xanthomonas oryzae pv.oryzae), kerdil rumput (virus Kerdil Rumput), kerdil hampa (virus kerdil hampa padi), tungro (virus tungro), bercak daun coklat (jamur Helminthosporium oryzae), busuk batang padi (jamur Helminthosporium sigmoideum var. irregular), blas (Pyricularia Oryzae Cav), dan masih banyak lagi (Deptan, 2013).

Terkadang gejala yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit tersebut mirip satu sama lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui penyebab penyakit secara pasti perlu dilakukan beberapa langkah yaitu:
1.    Pastikan penyebab penyakit (patogen atau lingkungan) dengan melihat tanda.
2.    Uji dengan Postulat Koch. Pathogen harus bisa diisolasi dan dibiakkan dalam medium atau tumbuhan rentan. Biakan harus dapat diinokulasikan ketumbuhan sehat rentan dan menimbulkan gejala yang persis sama. Pathogen harus bisa direisolasi dari tumbuhan sakit dan sifat sama persis dengan yang pertama (Ningsih, 2010).

Secara umum pengendalian penyakit yang baik pada tanaman padi adalah dengan menggunakan PHT (Pengendalian Hama Terpadu), yaitu integrasi antara pengendalian mekanik (fisik), biologi, kultur teknis, dan kimiawi. Salah satu pengendalian yang kian populer seiring dengan meningkatnya budidaya padi organik adalah pengendalian dengan menggunakan pestisida organik. Ramuan yang pertama menggunakan tembakau, cabe rawit, dan bawang merah masing-masing 1 kg, serta kapur dan belerang 1 ons. Semua bahan digiling atau ditumbuk menjadi satu hingga halus, kemudian tambahkan air sebanyak 1/10 (sepersepuluh) dari jumlah bahan dan aduk-aduk sampai tercampur merata. Setelah didiamkan selama 12 jam, peras dan saring. Cairan siap untuk digunakan. Dalam pengaplikasiannya pestisida tersebut disemprotkan ke tanaman yang terserang dengan dosis 4 cc/liter air. Untuk pencegahan lakukan setiap 5-7 hari sekali, sedangkan untuk penanggulangan tiga hari sekali. Ramuan kedua menggunakan formula tunggal, yaitu dengan urin sapi. Sebelum digunakan urin harus diendapkan terlebih dahulu dalam wadah terbuka selama dua minggu agar terkena sinar matahari. Setelah itu, urin diencerkan dengan enam bagian air. Baru, campuran larutan disemprotkan. Terakhir, ramuan dibuat dari daun mimba, tembakau, dan kunyit masing-masing 1 gengam, urin sapi 2 liter, dan air 12 liter. Daun mimba, tembakau dan kunyit dihaluskan, lalu direndam dengan air. Setelah 14 hari disaring. Air hasil saringan dicampur dengan urin sapi yang telah diendapkan selama 14 hari juga. Semprotkan campuran tersebut ke tanaman yang terserang, tanpa harus diencerkan lagi (Tipspetani, 2011).





III.   METODELOGI PRAKTIKUM


3.1    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop elektron, kaca preparat, cover glass, dan mikropipet.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air dan tanaman padi yang terserang penyakit hawar bakteri, hawar pelepah, gosong palsu, serta bercak daun sempit.

3.2    Cara Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Tanaman padi yang terserang penyakit hawar bakteri, hawar pelepah, gosong palsu, dan bercak daun sempit diamati gejala penyakit yang timbul.
2.    Patogen dari tanaman padi yang terserang penyakit hawar pelepah, gosong palsu, dan bercak daun sempit diamati di bawah mikroskop.
3.    Seluruh gejala penyakit yang tampak dicatat dan digambar dalam kertas acc.
4.    Seluruh tanaman padi yang sakit difoto sebagai dokumentasi.



IV.   HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



4.1    Hasil Pengamatan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
No
Nama Penyakit/ Patogen/ Gambar Foto
Gambar Tangan
Gejala
1.
Hawar Bakteri (Xanthomonas comprestis pv. oryzae)

§ Pada awal gejala daun tampak hijau kelabu
§ Pada gejala yang sudah akut, daun kuning kering (seperti pada gambar)
§ Helaian daun melengkung
§ Helaian daun melipat
2. Hawar Pelepah/Upih (Rhizoctonia solani)

§ Timbul bercak-bercak lebar  pada pelepah padi
§ Bercak di kelilingi warna hitam (coklat kehitaman)
§ Warna di tengah bercak tersebut tampak lebih cerah (abu-abu) dibanding pinggirnya
3. Gosong Palsu (Ustilaginiodea virens)

Bulir padi dikelilingi sesuatu seperti spora berwarna kuning keemasan
4. Bercak Daun Sempit (Cercospora oryzae)

§ Timbul bercak panjang kecil (sempit) di sepanjang anak tulang daun
§ Bercak tersebut berwarna coklat


4.2    Pembahasan
4.2.1        Hawar Bakteri (Xanthomonas comprestis pv. Oryzae
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.Oryzae. Bakteri patogen ini biasa disebut juga dengan patogen Xoo. Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye. dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Phylum            : Prokaryota
Kelas               : Schizomycetes
Ordo                : Pseudomonadales
Famili              : Pseudomonadaceae
Genus              : Xanthomonas
Spesies            : Xanthomonas campestris pv. Oryzae
Bakteri ini berbentuk batang pendek berukuran (1-2) x (0,8-1) µm, di ujungnya mempunyai satu flagela polar yang berukuran 6-8 µm dan berfungsi sebagai alat bergerak. Bakteri ini bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di atas media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin (Andayani, 2010).
Description: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRJofA7OXuN-HcgKtqhiO73qX1D66MqR4NbkAXdeGdTRr1RuWj8
Gambar 1. Xanthomonas comprestis pv. Oryzae
Penyakit hawar bakteri pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Di masyarakat secara umum penyakit hawar daun bakteri ini disebut juga sebagai penyakit kresek. Mungkin tanaman yang terserang penyakit hawar daun bakteri ini bunyinya kresek-kresek pada saat tertiup angin, sehingga untuk memudahkan akhirnya disebut sebagai penyakit kresek. Penyakit ini disebut kresek apabila menyebabkan layu pada pembibitan. Gejala layu ini terdapat pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan. Apabila menyerang daun maka penyakit ini lebih sering dikenal sebagai hawar daun (Deptan, 2008).
Tanaman yang terinfeksi kehilangan areal daun dan menghasilkan gabah yang lebih sedikit dan lebih jelek kualitasnya. Pada pembibitan, daun yang terinfeksi berubah hijau keabu-abuan dan menggulung. Begitu infeksi berlanjut, daun berubah kuning sampai seperti jerami hingga bibit mati. Bibit yang terinfeksi hingga layu (kresek) mirip dengan kerusakan awal oleh penggerek batang. Pada tanaman yang lebih tua, luka biasanya dimulai sebagai strip basah sampai kekuningkuningan pada helaian daun atau ujung daun. Luka dapat berubah kuning ke putih dan menginfeksi daun secara parah sehingga cenderung mati dengan cepat. Luka ini kemudian menjadi keabuan karena pertumbuhan berbagai jenis jamur saprofit. Malai menjadi steril dan tidak berisi tapi tanaman tidak terganggu pertumbuhannya meski dalam keadaan parah (Deptan, 2008). Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif (Andayani, 2010).
Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas comprestis pv. Oryzae. Perbedaan ketahanan ini disebabkan karena bakteri terhambat penetrasinya, bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan tanaman bereaksi langsung terhadap bakteri (Semangun, 2001). Penyebaran penyakit kresek ini dibantu  oleh hujan. Hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan, menjelang musim kemarau. Suhu optimum untuk perkembangan Xanthomonas comprestis pv. Oryzae adalah sekitar 30oC.
Penyakit ini dipengaruhi banyak faktor, misalnya keadaan tanah, pengairan, pemupukan, kelembaban, suhu dan ketahanan varietas padi yang ditanam. Dengan demikian, perlu dilakukan pengendalian terpadu yaitu:
1.    Perbaikan cara bercocok tanam, melalui pengolahan tanah secara optimal, pengaturan pola tanam dan waktu tanam serempak dalam satu hamparan, pergiliran tanam dan varietas tahan, penanaman varietas unggul dari benih yang sehat, pengaturan jarak tanam, pembuatan persemaian kering atau tidak terendam air, pemupukan berimbang (N,P, K dan unsur mikro) sesuai dengan fase pertumbuhan dan musim, tidak memotong akar dan daun bibit yang akan ditanam, serta pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (air tidak terlalu tinggi pada waktu tanaman baru ditanam).
2.    Sanitasi lingkungan
3.    Pemanfaatan agensia hayati Corynebacterium
4.    Penyemprotan bakterisida anjuran yang efektif dan diizinkan secara bijaksana berdasarkan hasil pengamatan (Andayani, 2010).
5.    Kurangi jumlah inokulum, dengan cara pertahankan sawah tetap bersih. Buang atau bajak gulma, jerami yang terinfeksi, ratun padi yang semuanya dapat menjadi sumber inokulum. Keringkan sawah, upayakan sawah bera mengering untuk membunuh bakteri yang mungkin bertahan dalam tanah atau sisa tanaman (Deptan, 2008).

4.2.2        Hawar Pelepah/Upih (Rhizoctonia solani)
Penyakit hawar pelepah atau upih ini disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani. Berikut ini merupakan klasifikasi dari Rhizoctonia solani.
Kingdom         : Fungi
Phylum            : Basidiomycota
Class                : Agaricomycetes
Ordo                : Cantharellales
Famili              : Ceratobasidiaceae
Genus              : Rhizoctonia
Species            : R. solani
(Wikipedia, 2014).
Description: http://apps.cs.ipb.ac.id/ipm/upload/penyakit/200200DSC_0571.JPG
Gambar 2. Rhizoctonia solani
Patogen bertahan dalam tanah dan rimpang yang sakit. Patogen ini mempunyai miselium berwarna putih. Untuk mempertahankan diri, cendawan R. solani membentuk sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi coklat. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya. Penyebaran patogen dapat melalui benih, air, angin, serangga dan alet pertanian (Rizky, 1970).
Dilihat dari segi biologi dan ekologinya, penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga di samping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan.
Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman di bawah permukaan tanah, tetapi juga dapat menginfeksi polong, akar, daun dan batang. Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia adalah “redaman off” atau kegagalan benih yang terinfeksi untuk berkecambah. Rhizoctonia soloni dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau dapat membunuh bibit sangat muda segera setelah terjadi perkecambah. Ada berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman pada risiko tinggi infeksi karena patogen ini lebih suka iklim basah hangat untuk infeksi dan pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit hawar pada pelepah (Muhibuddin, 2012).
Gejala dari penyakit bercak pelepah daun pada tanaman padi adalah adanya bercak yang terdapat pada seludang atau pelepah daun dan jika kondisi menguntungkan bagi perkembangan patogen bercak bisa menyerang pada helaian daun. Gejala awal biasanya terbentuknya bercak pada pelepah yang berdekatan dengan air berbentuk lonjong berwarna kelabu kehijau-hijauan kemudian menjadi putih kelabu dengan pinggiran coklat. Ukuran bercak dapat mencapai panjang 2-3 cm. Batas tepi bercak dan variasi warna memberikan pola yang jelas pada bagian tanaman yang terinfeksi. Jika kondisinya lembab sekali pelepah tersebut dapat busuk sehingga penyakit disebut dengan busuk upih. Biasanya gumpalan benang jamur (miselium) dapat dijumpai pada pelepah yang terinfeksi. Gejala biasanya nyata selama masa pembungaan atau pada fase pemasakan. Infeksi berat dapat menyebabkan bulir tidak terisi dengan sempurna (Maspary, 2011).
Jamur R. solani dapat berkembang cepat pada kondisi yang lembab misalnya di bawah rumpun padi yang rapat. Kecepatan perkembangan penyakit juga akan bertambah ketika urea diberikan secara berlebihan. Sinar matahari dapat menekan infeksi yang disebabkan oleh jamur ini.
Menurut Maspary (2011), pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:
1.    Pengaturan jarak tanam, sebaiknya jangan menggunakan jarak tanam terlalu rapat terutama saat musim hujan, gunakan sistem legowo.
2.    Pemupukan berimbang, jangan terlalu banyak memberikan urea.
3.    Penggunaan pestisida, yaitu fungisida dapat digunakan ketika pembentukan anakan maksimum terjadi. Contoh: Score, folicur, anvil, indar, nativo, opus dll. Bisa juga fungisida kontak (belum terdaftar pada tanaman padi) seperti dithane, anthracol, kocide, nordox, vondoseb dll.

4.2.3        Gosong Palsu (Ustilaginiodea virens)
Klasifikasi cendawan penyebab penyakit gosong palsu yaitu:
Kingdom         : Fungi
Phylum            : Ascomycota
Class                : Ascomycetes
Order               : Incertaesedis
Family             : Incertaesedis
Genus              : Ustilaginoidea
Species            : Ustilaginoidea virens (Pat.)
Sklerotium cendawan yang terbentuk mempunyai diameter 5-8 mm. Pada permukaan sklerotium ini sebagian besar terdapat konidium berwarna kuning emas, kadang-kadang agak kehijauan. Konidium berbentuk bulat atau jorong, berduri, berukuran 4-6 x 3-5 µm. Konidium dipencarkan oleh angin. Produksi spora tertinggi terjadi pada waktu malam hari (Opete, 2011).
Description: https://www.lsuagcenter.com/mcms/webtools/image.aspx?Watermark=ZABlAGYAYQB1AGwAdAA=&ResourcePath=/NR/rdonlyres/2EA34392-B42A-4942-B160-E07DFABA483F/76955/Falsesmut2.jpg
Gambar 3. Ustilaginoidea virens
Patogen U.virens menghasilkan racun yang dikenal sebagai Ustiloxins. Ustiloxins adalah tetra peptidesunik dan Ustiloxins A-F yang diisolasi dari ekstrak air spora gosong palsu. Patogen ini dapat memproduksi sclerotia sebagai fase seksual dan klamidospora sebagai fase seksual dalam tahapan siklus hidupnya. Sclerotia merupakan sumber utama atau inokulum primer. Di alam, sclerotia berkecambah dan menghasilkan ascospores pada awal pembungaan. Ascospores selanjutnya menginfeksi bagian bunga. Penyebaran klamidospora merupakan bagian penting pada proses keparahan infeksi pathogen pada tanaman. Infeksi lanjutan dari klamidospora merupakan bagian penting dari siklus penyakit gosong palsu. Kelembaban yang relatif tinggi, suhu rendah dan curah hujan disertai dengan hari berawan selama tanaman padi berbunga merupakan kondisi yang sangat disukai oleh pathogen (Julianto, 2014).
Penyakit ini menyebabkan kerugian secara kualitatif dan kuantitatif.  Gejala penyakit gosong palsu terjadi pada bulir yang sudah keras dan matang. Jamur mengubah bulir-bulir panicle menjadi spora yang berwarna kuning kehijauan di mana penampilannya seperti beludru. Spora-spora tersebut mula-mula kecil dan terlihat di antara glomes, tumbuh dengan diameter rata-rata mencapai 1 cm atau lebih dan membungkus bagian bulir. Mereka ditutupi dengan membran yang telah menyembur sebagai hasil dari pertumbuhan yang lebih lanjut. Warna bola spora menjadi oranye dan kemudian menjadi kuning kehijau-hijauan atau hijau kehitam-hitaman. Pada tahap ini, permukaan bola spora pecah. Lapisan luar dari bola adalah berwarna hijau dan terdiri dari spora matang bersama dengan fragmen sisa miselium. Daerah soporiferous memiliki tiga lapis. Pada lapisan terluar, tepung spora berwarna hijau kehitam-hitaman, pada lapisan tengah berwarna oranye dan lapisan bagian dalam berwarna kuning (Julianto, 2014).
Menurut Julianto (2014), penyakit ini bukan termasuk penyakit penting pada padi. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan:
1.    Penggunaan pupuk secara berimbang
2.    Penggunaan sistem tanam jajar legowo

4.2.4        Bercak Daun Sempit (Cercospora oryzae)
Berikut ini merupakan klasifikasi Cercospora oryzae.
Kingdom         : Fungi
Phylum            : Ascomycota
Class                : Dothideomycetes
Subclass          : Dothideomycetidae
Order               : Capnodiales
Family             : Mycosphaerellaceae
Genus              : Cercospora
Species            : Cercospora oryzae
Konidia berbentuk silindris dan menyempit di bagian ujung, dengan 3-10 septa, ukuran (20 x 60) x 5 um, berwama hialin sampai hijau muda, konidiofor keluar dari stomata, soliter atau berkelompok sebanyak 2 atau 3, berwama gelap dan pucat pada bagian pucuk, dengan 3 septa atau lebih berukuran (88 x 140) x 4,5 um Cendawan ini masuk ke jaringan tanaman melalui stomata, kemudian miselia berkembang di dalam jaringan parenkhima dan sel-sel epidermis tanaman. Miselia tumbuh intraselular dan konidispora tumbuh melalui stomata yang berasal dari hifa di bawahnya.  Cendawan ini mampu bertahan dalam jerami atau daun sakit, spora dapat diterbangkan oleh angin. Cendawan ini dapat berkembang baik pada suhu 25-28oC, tapi masih dapat tumbuh pada suhu 6-33°C (Santoso dan Nasution, 2009).
Description: http://www.ricethailand.go.th/brrd/tech/images/m3_6/DP/5.jpg
Gambar 4. Cercospora oryzae
Gejala penyakit timbul pada daun berupa bercak-bercak sempit memanjang, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun, dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm. Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada serangan yang berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera dan gejala paling berat menyebabkan daun mengering. Infeksi yang terjadi pada pelepah dan batang meyebabkan batang dan pelepah daun busuk sehingga tanaman menjadi rebah (Purnomo, 2013).
Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan dengan:
1.    Penanaman varietas yang tahan dan benih yang sehat
2.    Pemupukan yang berimbang dengan pemberian unsur K yang cukup
3.    Sanitasi lahan
4.    Pengolahan tanah yang sempurna
5.    Pengairan dan drainase yang baik sehingga akar dapat tumbuh sempurna
6.    Jarak tanam yang tidak terlalu rapat (sistem legowo)
7.    Aplikasi fungisida sebagai seedtreatment dan dipertanaman. Gunakan fungisida berbahan aktif mankozeb, ziram, klorotalonil dan tembaga hidroksida sebagai pencegah


V.      KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada lembar sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1.    Patogen yang menyerang tanaman padi dapat berupa bakteri maupun jamur.
2.    Pada umumnya serangan patogen menyebabkan bercak dan daun padi menjadi kuning kecoklatan.
3.    Perbedaan antara serangan bakteri dan jamur terletak pada ada tidaknya spora pada permukaan bagian tanaman padi yang terserang.
4.    Pengendalian penyakit terbaik adalah dengan menggunakan pengendalian terpadu.
5.    Tindakan pencegahan timbulnya penyakit lebih baik dilakukan dibandingkan mengobati tanaman yang sudah terserang.



DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Shinta. 2010. Penyakit Hawar Daun Bakteri. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. Jawa Barat.
Deptan. 2008. Penyakit Hawar Bakteri. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia. Jakarta.
Deptan. 2013. Hama dan Penyakit Padi Sawah. http://cybex.deptan.go.id/hama-sawah. Diakses pada 23 Maret 2014. Pukul 07.04 WIB.
Julianto. 2014. Waspadai! Penyakit Gosong Palsu. http://tabloidsinartani.com /content/read/waspadai-penyakit-gosong-palsu/. Diakses pada 24 Maret 2014. Pukul 23.24 WIB.
Maspary. 2011. Penyakit Bercak Pelepah Daun/ Busuk Upih Pada Tanaman Padi (Rhizoctonia solani). http://www.gerbangpertanian.com/2011/01/penyakit-bercak-pelepah-daun-busuk-upih.html. Diakses pada 24 Maret 2014. Pukul 22.39 WIB.
Muhibuddin, Anton. 2012. Mengenal Berbagai Penyakit pada Padi. http://antonmhb .lecture.ub.ac.id/2012/06/mengenal-berbagai-penyakit-pada-padi/. Diakses pada 24 Maret 2014. Pukul 22.47 WIB.
Ningsih, Desty Rahayu. 2010. Penyakit Tanaman. http://desyrahayuningsihyahoo coid.blogspot.com/. Diakses pada 23 Maret 2014. Pukul 06.35 WIB.
Opete. 2011. Gosong Palsu. http://www.opete.info/detail2.php?idp=77. Diakses pada 24 Maret 2014. Pukul 22.54 WIB.
Purnomo, Bambang. 2013. Organisme Pengganggu Utama Pada Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya. Koordinasi Penanggulangan OPT/DPT Padi 27-28 Juni 2013 Prov. Bengkulu.
Rizky, Muhammad. 1970. Rhizoctonia solani (Busuk Rimpang). http://www.labs corner.org/opt/kb/index.php?comp=home.detail.109. Diakses pada 24 Maret 2014. Pukul 22.28 WIB.
Santoso dan  Nasution. 2009. Pengendalian Penyakit Blas dan Penyakit Cendawan Lainnya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jakarta.
Semangun, Haryono. 2001. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.


Shadily, Hassan. 1984. Ensiklopedi Indonesia. Hal 2503. Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects. Jakarta.
Tipspetani. 2011. Penyakit Padi dan Penanggulangannya. http://tipspetani.blogspot. com/2011/10/penyakit-padi-dan- penanggulangannya.html. Diakses pada 23 Maret 2014. Pukul 07.14 WIB.
Wikipedia. 2013. Fitopatologi. http://id.wikipedia.org/wiki/Fitopatologi. Diakses pada 23 Maret 2014. Pukul 06.47 WIB.
Wikipedia. 2014. Rhizoctonia solani. http://en.wikipedia.org/wiki/Rhizoctonia_ solani. Diakses pada 24 Maret 2014. Pukul 22.21 WIB.















LAMPIRAN


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>