Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
Universitas Indonesia --> Tanah Abang
--> Blok M
--> Blok M
Akhir pekan menjadi sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu dan
kini datang lagi. Sabtu, 12 Juli 2014 kami memutuskan untuk berkunjung ke
Universitas Indonesia (UI). Setelah sabtu lalu mengunjungi IPB Dramaga, kini
kampus terkenal se-Indonesia yang berada di Depok ini menjadi tujuan kami
selanjutnya. Kami berjanji bertemu di stasiun Bogor pukul 07.00. Tapi pada
kenyataannya, kami baru kumpul semua pukul 08.00 WIB. Dari stasiun Bogor, kami
naik kereta menuju stasiun Universitas Indonesia. Ini adalah kali pertama saya
naik KRL dengan sistem commuter line. Kelihatan agak katro memang tapi
lama-kelamaan terbiasa juga. Dengan biaya Rp 7.500 (Rp 5.000 sebagai jaminan e-ticket yang nantinya bisa diambil
ketika perjalanan sudah selesai, jadi ongkos sebenarnya Cuma Rp 2.500).
kira-kira 20 menit kami langsung sampai di stasiun Universitas Indonesia.
Studi banding dengan Universitas Lampung (Unila) pun siap
kami lakukan. Kami berkeliling UI, dari satu gedung ke gedung lain. UI ternyata
sangat luas, apalagi kalau dibandingkan dengan Unila (wah jauh banget deh).
Tidak banyak yang kami kunjungi di UI, hanya jembatan texas dan
perpustakaan. Tentu saja hal ini karena keterbatasan
waktu kunjungan. Pukul 10.00 kami harus segera pergi ke tujuan berikutnya.
Next destination is Tanah Abang market. Tau kan, pasar Tanah
Abang adalah pusat grosir terbesar di Asia Tenggara. Katanya sih, belanja di
Tanah Abang itu murah. Nah, perjalanan kali ini ingin menguji hipotesis itu.
Kami pun lanjut naik KRL ke Tanah Abang dengan tarif Rp 3.000 (kayanya sih…,
lupa). Jarak dari stasiun UI ke stasiun
Tanah Abang kira-kira 25 menit (lupa juga pastinya berapa). Konyolnya, kami salah naik ke kereta! Seharusnya kami langsung naik kereta arah Tanah Abang, tapi kami malah naik kereta tujuan Jakarta Kota. Akhirnya kami pun turun di stasiun Universitas Pancasila untuk menunggu kereta tujuan Tanah Abang. Sambil menunggu, berfoto adalah suatu kegiatan yang rasanya perlu dilakukan.
Pada kunjungan kali
ini kami kurang beruntung karena Jakarta diguyur hujan lebat. Tapi ini tidak
menjatuhkan semangat kami untuk tetap mengunjungi Tanah Abang (maklum, ini kan
mau lebaran jadi beli baju lebaran di sini rencananya). Setelah sholat Zuhur di
Mushola stasiun Tanah Abang, barulah kami melanjutkan ke pasar Tanah Abang
dengan menaiki angkot. Setelah sampai di pasar, kami baru tau kalau rutenya
sangat dekat, nyesel deh naik angkot (udah macet, lama pula). Kami berkeliling
dari blok F, blok A, hingga kemudian ke Blok B. Pasar Tanah Abang sangat luas,
entah deh ada berapa lantai. Kaki kami hanya lelah menjelajahi dari satu lantai
ke lantai lainnya. Kalau untuk beli 1 baju dan dengan ilmu tawar menawar yang
tidak pandai, harga di Tanah Abang sama saja dengan di Bambu Kuning Lampung.
Hanya saja memang pilihannya jauh lebih beragam (wajar, pasarnya aja
berlantai-lantai). Tidak terasa hari semakin sore, toko-toko di Pasar Tanah
Abang sudah mulai tutup. Hasil belanja
di Tanah Abang ini hanya jeans seharga Rp 85.000. Ya lumayanlah dari pada .tidak ada sama
sekali. Kami pun kembali ke stasiun
Tanah Abang, naik KRL menuju Pondok Ranji seharga Rp 2000. Malam ini kami berniat menginap di rumah
teman di kawasan Bintaro. Dari stasiun
Pondok Ranji kami naik angkot menuju Bintaro dengan ongkos Rp 3000. Setelah
turun di perempatan (entah apa namanya) kami berjalan kaki sekitar 1 km menuju
rumah teman kami itu. Sekitar 5 menit
kemudian kami pun sampai di rumahnya.
Akhirnya, bisa istirahat santai juga.
Perjalanan hari ini terasa sangat melelahkan, kaki kami sakit dan pegal luar
biasa.
Minggu, 13 Juli 2014, kami berniat kembali ke Bogor. Tapi sebelum itu tentu menjadi suatu
kewajiban bagi kami untuk jalan-jalan sejenak menikmati Ibu kota Negara
ini. Ya sebenarnya teman-teman yang lain
awalnya keberatan mungkin karena mereka merasa sangat lelah. Tapi dengan diskusi yang tidak terlalu runyam
akhirnya kami putuskan untuk ke Kota Tua.
Pukul 09.00 kami berangkat dari Bintaro menuju Kota Tua. Pertama, kami naik Angkot (ongkos Rp 3.000)
dan berhenti di perempatan rel kereta api. Setelah itu kami naik sejenis
miniarta (mirip bus kopaja, tapi kami tidak tau namanya apa kalau di Jakarta),
ongkos sampai Blok M Rp 5.000 (tentu awalnya kami bertanya-tanya dulu pada
penumpang di miniarta itu, maklum kami takut ditipu). Setelah sampai di Blok M
seharusnya kami langsung naik Busway menuju Kota Tua. Tetapi sepertinya teman-teman tergoda oleh
pasar Blok M dan akhirnya kami memutuskan untuk mampir sebentar di Blok M. Sayang seribu sayang, jam masih menunjukkan
pukul 09.35 WIB, Blok M masih tutup.
Menurut satpam yang ada di sekitar sana,
pasar ini buka pukul 10.00 WIB. Kami pun memutuskan untuk menunggu, toh hanya
setengah jam lagi.
Pukul 10.00 lebih
sedikit ruko-ruko mulai tampak membuka diri.
Kami pengunjung pertama pagi ini.
Antusiasme kami belanja di Blok M sepertinya lebih besar daripada di
Tanah Abang kemarin. Mungkin karena ini masih pagi, jadi masih pada fresh. Kami membatasi diri di Blok M cukup sampai
pukul 12.00. Tapi apa ada hasrat wanita,
belanja sampai lupa waktu. Pukul 12.30
barulah kami keluar dari Blok M menuju halte Busway. Lokasi halte Busway ini sangat membingungkan,
kami sampai harus bolak balik 3 kali mencari lokasinya. Bertanya ke sana ke mari dan ternyata halte
Busway ada di Blok M yang bagian terowongan.
Dengan tiket Rp 3.500 kami naik Busway menuju Jakarta Kota (lokasi Kota
Tua).
Ini adalah pengalaman pertama kami naik Busway. Busway
nyaman, jauh sekali bila dibandingkan BRT (Busway nya Lampung). Perempuan dan
laki-laki juga ditempatkan di tempat yang berbeda (perempuan di gerbong depan,
laki-laki di belakang). Hanya satu yang
kami takutkan di Busway, apa yang akan terjadi jika sambungan bus gerbong depan
dan belakang itu terlepas. Pasti sangat
fatal. Perjalanan menuju Jakarta Kota cukup lama, mungkin ada sekitar 45 menit. Sepertinya perjalanan ini tidak begitu
direstui, hujan gerimis tidak kunjung berhenti sepanjang perjalanan. Mungkin ini perjalanan yang terlalu
dipaksakan. Setelah sampai di halte
Busway Jakarta Kota, kami pun beristirahat sejenak untuk sholat di Mushola
terowongan dekat halte Busway sambil menunggu hujan. Lelah juga rasanya setelah berjalan-jalan di
Blok M dan pemandangan itu juga yang tampak pada wajah teman-teman. Selesai kami sholat, gerimis tidak kunjung
reda, bahkan semakin menjadi. Akhirnya
kami putuskan untuk membatalkan kunjungan ke Kota Tua. Sangat kecewa rasanya tapi apa daya alam
tidak mengizinkan. Kami berharap entah
kapan waktunya, kunjungan ke Kota Tua bisa dilaksanakan. Kami pun kembali ke Bogor dengan naik KRL
dari stasiun Jakarta Kota (Rp 5.000).
Letak stasiun ini kami ketahui dari petunjuk arah yang ada di sekitar
terowongan. Letaknya tidak begitu jauh.
Ternyata sampai di Bogor, hujan masih terus turun. Perjalanan belanja yang melelahkan ini pun
berakhir di stasiun Bogor.
Komentar