Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
A.
PEROMBAKAN
BAHAN ORGANIK
1.
Sumber
Bahan Organik
Bahan organik berasal
dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber
bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik.
Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini
dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut.
Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada
akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur
mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat
segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan
air dan debu (Sutanto, 2005).
Sutanto (2005) dalam
bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas:
§ Karbohidrat,
yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding
sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik
(>50% dari berat kering total bahan organik)
§ Lignin,
yaitu bahan kayu (dinding sel), menyusun 10%-40% berat kering organik
§ Senyawa
nitrogenus, yaitu protein sederhana dan kompleks, asam amino, asam nukleat.
Senyawa ini terdapat <20% dari berat kering bahan organik.
§ Lemak,
lilin, resin, kulit, dan bahan pewarna
dalam jumlah yang kecil. Kadar senyawa ini <10% dari berat kering
bahan organik.
2.
Proses
Perombakan Bahan Organik
Proses perombakan bahan
organik mengalami dua hal penting, yaitu dekomposisi dan humifikasi.
Dekomposisi merupakan proses peruraian bahan organik menjadi bagian atau
molekul yang lebih sederhana. Penguraian ini dibantu oleh mikroorganisme. Hasil
akhir dari dekomposisi adalah humus, yang terbentuk melalui proses humifikasi.
Sutanto (2005)
menuliskan bahwa terdapat 3 proses utama yang tumpang tindih pada proses
dekomposisi, yaitu:
1. Proses
Biokimia
Proses ini merupakan tahap awal proses
dekomposisi yang terjadi setelah jaringan tanaman atau hewan mati. Tahapan ini
terjadi sebelum proses hidrolisis dan oksidasi yang memecahkan senyawa polimer
(pati menjadi gula, protein menjadi peptin dan asam amino), serta oksidasi
senyawa bentuk cincin (fenol) menjadi senyawa pewarna.
2. Peruraian
secara mekanis menjadi bagian lebih kecil oleh kegiatan makrofauna dan
mesofauna. Pada tahapan ini, bahan organik diurai menjadi bahan yang lebih
halus tanpa mengalami perubahan komposisi.
3. Peruraian
oleh mikroorganisme heterotrofik dan saprofitik. Pada tahapan ini komposisi bahan organik menjadi lebih
sederhana. Hasil penguraian dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan sumber energi.
Tahap akhir peruraian oleh mikroorganisme adalah oksidasi (respirasi) yang
menghasilkan CO2 dan H2O serta melepaskan energi. Pada
saat yang bersamaan, N yang masih berbentuk NH4 akan mengalami
nitrifikasi menjadi NO3-, P berbentuk senyawa fosfat, S
sebagai sulfat, serta K, Ca, dan Mg berbentuk bebas atau ion yang terikat
dengan senyawa lain.
Mineralisasi bahan organik
adalah proses peruraian bahan organik menjadi unsur lain yang diperlukan dalam
pertumbuhan tanaman. Faktor yang berpengaruh dalam mineralisasi ini adalah
sebagai berikut.
· Tingkat
kelembaban sedang
· Aerasi
tanah baik
· Temperatur
udara optimal
· pH
netral (pH 6,5-7,5)
Cepat lambatnya
penguraian dipengaruhi pula oleh senyawa yang terkandung dalam bahan organik
tersebut. Ketahanan senyawa organik terhadap proses peruraian adalah sebagai
berikut: gula, pati, protein < kompleks protein, pectin, hemiselulosa <
selulosa < lignin, lilin < tannin.
Selain itu, kandungan unsur C dan N dalam bahan tersebut turut
mempengaruhi kecepatan dekomposisi dan indicator kegiatan biologi tanah.
Aktivitas mikroorganisme dibatasi oleh keterbatasan N protein untuk metabolisme.
Apabila rasio C/N > 25, maka tingkat mineralisasi rendah, sumber N dalam
tanah mengalami imobilisasi oleh mikroorganisme, dan fiksasi N hanya terjadi
sementara. Apabila rasio C/N <20, maka N mengalami proses mineralisasi dan mikroorganisme
yang mati akan menjadi unsur lain yang sederhana (Sutanto, 2005).
Senyawa yang paling
sulit terdekomposisi adalah senyawa lignin. Degradasi lignin merupakan tahapan
pembatas bagi kecepatan dan efisiensi dekomposisi yang berhubungan dengan
selulosa. Lignin berikatan dengan hemiselulosa dan selulosa membentuk segel
fisik di antaranya keduanya yang merupakan barrier pencegah penetrasi larutan
dan enzim. Strukturnya yang kompleks, bobot molekul yang tinggi, dan sifat
ketidaklarutannya dalam air membuat lignin sulit terdegradasi. Meskipun
demikian, alam menyediakan mikroba lignoselulotik yang umumnya dapat
mempercepat dekomposisi lignin (Saraswati dkk, 2006).
Proses perombakan bahan
organik dapat terjadi secara aerob maupun anaerob. Pengomposan aerob merupakan
proses pengomposan bahan organik menggunakan O2. Hasil akhirnya
berupa CO2 dan H2O.
Gula
(CH2O)x (selulosa, hemiselulosa) + O2 xCO2
+ H2O + E
N-organik
(protein) NH4+ NO2- NO3- +
E
Sulfur
organik (S) + x O2 SO42-
+ E
Fosfor
organik (fitin, lesitin) H3BO3 Ca (HPO4)
Secara lengkap, reaksi
perombakan bahan organik secara aerob adalah sebagai berikut.
Bahan
organik aktivitas mikroorganisme
CO2 + H2O + hara + humus + E (484-676 kcal/mol
glukosa)
Perombakan bahan organik
secara anaerobik diartikan sebagai proses dekomposisi bahan organik tanpa O2.
Hasil akhirnya berupa CH4, CO2, dan sejumlah hasil
antara. Perombakan bahan organik dengan cara ini biasanya minimbulkan bau busuk
karena adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan (Saraswati
dkk, 2006).
(CH2O)x bakteri penghasil asam xCH3COOH Methanomonas CH4 + CO2
N-organik
NH3
2H2S
+ CO2 (CH2O)x + S + H2O
+ E (26 kcal/mol glukosa)
Dekomposisi terjadi
dalam 3 tingkatan suhu, yaitu:
1. Mesofilik,
suhu proses naik ke sekitar 40oC karena adanya fungi dan bakteri
pembentuk asam
2. Termofilik,
suhu naik hingga 70oC. Pada tahapan ini, peran bakteri termofilik
seperti Actinomycetes dan fungig termofilik meningkat tajam. Proses degradasi
dan stabilisasi akan berlangsung maksimal.
3. Pendinginan,
terjadi penurunan aktivitas mikroba. Secara bertahap mikroba termofilik
digantikan oleh mikroba termofilik. Proses penguapan air, stabilisasi pH, dan
penyempurnaan asam humat masih terus berlangsung.
Menurut Sutanto (2005),
humifikasi adalah proses menghasilkan senyawa humin. Dalam proses humifikasi
terdapat 2 hal penting, yaitu:
· Pembentukan
senyawa humin melalui proses penguraian senyawa organik yang telah mempunyai
struktur (lignin, protein, dll).
· Neoformasi
senyawa humin dari residu karbohidrat linier dan protein melalui pembentukan
cincin dan polimerasi.
Proses humifikasi
kemungkinan terjadi melalui:
· Reaksi
kimia senyawa-senyawa tertentu, mikroorganisme tanah berperan aktif pada awal
pembentukan senyawa tersebut. Reaksi kimia kemungkinan besar terjadi pada
kondisi asam, kandungan hara rendah, dan tanah gambut dengan aktivitas
mikroorganisme yang rendah.
· Metabolisme
biologi dan autolysis yang terjadi di dalam pencernaan fauna (makrofauna dan
mesofauna). Proses humifikasi biologi terjadi pada kondisi pH agak masam sampai
netral, tanah yang memiliki banyak kandungan hara, dan aktivitas mikroorganisme
yang tinggi.
3.
Mikroorganisme
yang Berperan dalam Perombakan
Saraswati dkk (2006)
menyebutkan bahwa mikroorganisme memegang peranan penting dalam perombakan
bahan organik. Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator
biologis yang tumbuh alami dan sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan.
Proses dekomposisi ini tidak dilakukan oleh satu mikroorganisme tetapi oleh
banyak mikroorganisme.
1.
Bakteri
Sebagian
bakteri hidup secara aerob dan sebagian lagi secara anaerob. Dalam merombak
bahan organik biasanya bakteri hidup bebas di luar organisme lain tetapi ada
pula yang hidup dalam saluran pencernaan hewan (mamalia, rayap, dsb). Bakteri
merombak lignin, selulosa, dan hemiselulosa lebih lama dibanding merombak
polisakarida sederhana seperti amilum, disakarida, dan monosakarida. Proses
penguraian senyawa organik yang banyak mengandung protein secara alami juga
berjalan relatif cepat.
2.
Fungi
Pada
umumnya fungi memiliki kemampuan mendegradasi bahan organik lebih baik
dibanding bakteri. Ditinjau dari segi penglihatan mata, terdapat dua fungi,
yaitu fungi secara mikroskopis (hanya dapat dilihat dengan mikroskop,
penampilan luar berupa kumpulan miselium atau spora) dan makrofungi (dapat
dilihat secara langsung). Pertumbuhan hifa fungi kelas Basidiomycetes dan
Ascomycetes lebih mudah menembus dinding sel-sel tubular yang merupakan
penyusun utama jaringan kayu. Pertumbuhan miselium menyebabkan tekanan fisik
dan dibantu oleh pengeluaran enzim yang mampu melarutkan sel jaringan kayu.
Perombakan
komponen polimer pada tumbuhan dibantu oleh adanya enzim ekstraseluler yang
dihasilkan fungi. Enzim tersebut diantaranya yaitu β-glukosidase, lignin
peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), laktase, dan vertile
peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, Pleurotus ostreatus, dan Bjekandera adusta.
Selain
itu, fungi juga menghasilkan zat racun yang berguna untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain di sekitarnya. Contohnya yaitu Trichoderma harzianum (kelas
Ascomycetes). Apabila kebutuhan C tidak tercukupi, fungi ini akan menghasilkan
racun yang dapat menggagalkan penetasan telur nematode Meloidogyne javanica sedangkan jika kebutuhan C terpenuhi, fungi
ini akan menjadi parasit bagi telur dan anakan nemetoda tersebut.
Amilum,
protein, dan lemak mampu didegradasi oleh sebagian besar fungi dari kelas
Zygomycetes (Mucorales). Beberapa Mucorales (Mucor spp. dan Rhizopus
spp.) mengurai monosakarida dan disakarida yang dicirikan dengan perkecambahan
spora, pertumbuhan, dan pembentukan spora yang cepat.
3.
Masofauna
Mesofauna
merupakan fauna yang berukuran 0,2-10,4 mm. meskipun bukan termasuk
mikroorganisme, namun peran mesofauna dalam degradasi bahan organik cukup
penting. Bahkan kelompok mesofauna seperti cacing tanah dan Collembola dianggap
sebagai invertebrate decomposer paling penting.
Cacing
tanah sering kali disebut usus bumi (intestines
of earth) karena perannya dalam mencerna organisme yang telah mati. Organisme yang telah mati akan dicerna oleh
cacing tanah dan diubah menjadi menjadi humus (nutrisi alami). Bahkan kadar
hara dalam casting (kotoran cacing) segar setara dengan 5 kali N tersedia, 7
kali P tersedia, dan 11 kali K tersedia dibanding kompos biasa. Sedangkan
Collembola berperan dalam menghaluskan sisa organik, mengontrol populasi
bakteri dan fungi.
4.
Peranan
Enzim dalam Dekomposisi
Miroorganisme
memproduksi dua sistem enzim ekstraseluler, yaitu
§ Sistem
hidrolitik, menghasilkan hydrolase dan berfungsi untuk mendegradasi selulosa
dan hemiselulosa.
§ Sistem
oksidatik, bersifat ligninolitik dan berfungsi mendepolimerisasi lignin.
Mikroorganisme mampu
menghasilkan enzim ekstraseluler yang digunakan untuk depolimerisasi senyawa
berukuran besar menjadi senyawa berukuran kecil yang larut dalam air. Pada saat
itu terjadi transfer substrat ke dalam sel melalui membran sitoplasma untuk
menyelesaikan proses dekomposisi bahan organik.
Aktivitas enzim selulase menurunkan jumlah selulosa sekitar 25% selama 3
minggu. Enzim selulase aktif memutus selulosa amorf seperti CMC menghasilkan
selodekstrin (6C), selobiosa (4C), dan glukosa (2C). CMC-ase merupakan salah
satu komponen kompleks enzim selulase yang menyerang secara acak bagian dalam
struktur selulosa (Saraswati dkk, 2006).
Atkivitas lipase,
protease, dan amilase meningkat dan menurun selama tahapan dekomposisi. Pada
tahapan termofilik, aktivitas enzim menurun karena inaktivasi panas (Saraswati
dkk, 2006).
B.
SIKLUS
NITROGEN
Nitrogen merupakan gas
yang tedapat dalam jumlah paling banyak di udara (78%). Meskipun jumlahnya
melimpah, tanaman tidak dapat secara langsung memanfaatkan keberadaan gas ini.
Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4, dan NO3.
Tahapan ini dikenal sebagai tahapan transformasi nitrogen yang merupakan bagian
dari siklus nitrogen. Transformasi nitrogen dapat melibatkan ataupun tidak
melibatkan makro dan mikrobiologis. Transformasi nitrogen mencakup:
1. Asimilasi
nitrogen anorganik (ammonia dan nitrat) oleh tumbuhan dan mikroorganisme untuk
membentuk nitrogen organik, seperti asam amino dan protein. Asimilasi merupakan
penyerapan dan penggabungan dengan unsur lain membentuk zat baru dengan sifat
baru (Fried dan Hademones, 2005). Nitrogen pada biomassa tumbuhan masuk ke
dalam proses biokimia pada manusia dan hewan. Jumlah relatif NO3-
dan nitrogen organik dalam xylem bergantung pada kondisi lingkungan. Apabila
suatu akar tumbuhan mampu mengasimilasi N, maka dalam cairan xylem tumbuhan
tersebut akan ditemukan banyak asam amino, amida, dan urine, tetapi tidak
dijumpai NH4+. Sedangkan jika di dalam cairan xylem sudah
terkandung banyak NO3- maka akar tumbuhan itu tidak akan mampu
mengasimilasi NO3- lagi.
2. Fiksasi
gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme tersebut memfiksasi nitrogen dan menyuplai ammonia yang
dihasilkan langsung ke tumbuhan. Ammonia yang diserap oleh tumbuhan dikonversi
menjadi asam-asam amino dan senyawa nitrogen lain melalui perantara enzim
nitrogenase. Mikroorganisme yang memfikasai nitrogen tersebut disebut diazotrof. Mikroorganisme ini memiliki
enzim nitrogenase yang mampu menggabungkan hydrogen dan nitrogen (Moat dkk,
2002). Reaksinya adalah sebagai berikut.
Menurut
Taiz dan Zeiger (2002) dan Dixon dan Wheeler (1986) dalam Danapriatna (2010),
menyebutkan bahwa nitrogenase disusun oleh dua komponen yang saling menunjang
yaitu
1. Protein Fe (komponen I). Protein Fe berukuran lebih kecil dari
komponen II dan mempunyai dua sub-unit serupa berukuran masing-masing 30 sampai
dengan 72 kDa, tergantung pada organisme. Setiap subunit berisi satu kluster
besi-belerang (4 Fe dan 4 S2–) yang turut ambil bagian dalam reaksi
redoks terlibat dalam konversi N2 menjadi NH3. Protein Fe
akan menjadi tidak aktif oleh O2 dengan waktu paruh kerusakan dari
30 sampai dengan 45 detik.
2. Protein Mo-Fe (komponen II). Protein MoFe mempunyai empat
sub-unit, dengan masa total satu molekul sekitar 180 sampai dengan 235 kDa,
tergantung pada spesies organisme. Setiap subunit mempunyai dua kluster
Mo–Fe–S. Protein MoFe juga menjadi tidak aktif oleh oksigen, dengan satu waktu
paruh 10 menit.
Hamdi
(1982) dalam Danapriatna (2010) menduga bahwa 2 molekul protein Fe akan
bersenyawa dengan 1 molekul protein Mo-Fe untuk membentuk nitrogenase aktif di
dalam sel sel bakteroid atau sel-sel Azotobacter.
Proses fiksasi N dengan adanya enzim nitrogenase
terjadi sebagai berikut:
1)
Energi
ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan.
2)
Reduktan
itu mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi N2 menjadi NH3
dengan hasil sampingan berupa gas H2.
3)
Bersamaan
dengan itu terjadi reduksi asetilen menjadi etilen yang dapat digunakan sebagai
indikator proses fiksasi N secara biologis. MoFe protein dapat mereduksi
beberapa substrat seperti asetilen, sianida dan azida. Namun, dalam kondisi
normal reaksi hanya terjadi antara N2 yang dikatalisasi oleh enzim
nitrogenase.
Enzim
nitrogenase menjadi tidak aktif apabila tekanan O2 tinggi. Oleh
karena itu, beberapa bakteri non-simbiotik melakukan proteksi enzim nitrogenase
terhadap oksigen dengan bergantung jenis mikrobanya. Perlindungan enzim
terhadap oksigen dilakukan dengan cara mengkonsumsi O2 secara
berlebihan untuk respirasi dan Azotobacter
mempunyai kapsul lendir yang tebal untuk membantu melindungi enzim nitrogenase
dari O2 (Danapriatna, 2010).
Dalam
fiksasi nitrogen diperlukan energi dalam bentuk ATP dan elektron berpotensial
rendah secara terus menerus. Secara
keseluruhan proses reduksi molekul N2 memerlukan hidrolisis 16 molekul
ATP, dan 8 siklus dissosiasi reductase dari nitrogenase. ATP sebagai
representasi dari energi dihasilkan oleh mikroorganisme melalui proses
perombakan bahan organik secara aerob (respirasi) dan anaerob (fermentasi)
sesuai dengan jenis mikroorganismenya. Hasil energi dari mikroorganisme aerobik
lebih banyak jumlah ATP yang dihasilkannya dari pada mikroorganisme anaerob.
Hasil oksidasi glukosa oleh bakteri aerob sebanyak 32 ATP per glukosa sedangkan
bakteri anaerob menghasilkan 2 ATP per glukosa (Koolman dan Roehm, 2005 ;
Danapriatna, 2010).
Ada
empat cara yang dapat mengkonversi unsur nitrogen di atmosfer menjadi
bentuk yang lebih reaktif :
o
Fiksasi
biologis, yaitu penggunaan beberapa bakteri simbiotik (paling sering
dikaitkan dengan tanaman polongan) dan beberapa bakteri yang hidup bebas.
Bakteri ini dapat memfiksasi nitrogen sebagai nitrogen organik. Salah satu
contoh bakteri pengikat nitrogen adalah bakteri Rhizobium mutualistik, yang
hidup dalam nodul akar kacang-kacangan. Sedangkan contoh bakteri yang hidup
bebas adalah bakteri Azotobacter.
o Industri fiksasi. Fiksasi N ini dilakukan di bawah tekanan besar, pada suhu 600° C
dengan penggunaan katalis besi, nitrogen atmosfer dan hidrogen (biasanya
berasal dari gas alam atau minyak bumi) dapat dikombinasikan untuk membentuk
ammonia (NH3). Hasil fiksasi
N ini digunakan untuk membuat pupuk dan bahan peledak.
o
Pembakaran
bahan bakar fosil, diperoleh dari penggunaan mesin
mobil dan pembangkit listrik termal yang melepaskan berbagai nitrogen oksida
(NOx).
o
Proses
lain, seperti pembentukan NO dari N2 dan O2
karena foton dan terutama petir.
Secara
umum, bakteri yang dapat memfiksasi N yaitu
spesies dari Bacillus, Clostridium, dan
Vibrio (Moat
dkk, 2002).
3. Nitrifikasi,
yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Proses ini dilakukan oleh
bakteri aerob. Pada umumnya, nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH 8 dan
pada pH<7 proses ini akan mengalami penurunan. Bakteri nitrifikasi bersifat
mesofilik (menyukai suhu 30oC). Bakteri Nitrosomonas mengkonversi
ammonia menjadi nitrit (NO2-). Nitrit sangat beracun bagi
tumbuhan sehingga harus diubah lagi menjadi nitrat (NO3-).
Tahapan kedua ini dibantu oleh bakteri Nitrobacter (Fried dan Hademones, 2005).
NH3 + O2 → NO2
+
3H+ + 2e- (Nitrosomonas)
NO2 + H2O →
NO3-
+ 2H+ + 2e- (Nitrobacter)
4. Amonifikasi
nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses dekomposisi bahan organik.
Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur. Reaksinya adalah sebagai berikut.
Amonia yang dibebaskan dalam bentuk ini
akan mengalami beberapa proses-proses seperti.
1. NH3
diubah menjadi nitrit atau nitrat dalam proses nitrifikasi.
2. NH3
bergabung dengan air menjadi ammonium kemudian diserap akar tanaman.
3. NH3
digunakan kembali oleh mikroorganisme sehingga ammonium menjadi tak
tersedia untuk tanamn. Proses ini dikenal dengan istilah immobilisasi.
4. NH3
terkadang difiksasi oleh lempung tipe kisi 2:1 yang terdapat dalam tanah.
(Rosmarkam dan Yuwono, 2005).
5. Denitrifikasi,
diartikan sebagai reduksi nitrat menjadi nitrit, dinitrogen oksida, dan molekul
nitrogen. Proses ini juga melibatkan bakteri dan jamur. Nitrit yang ada di
sitosol diangkut ke dalam kloroplas di daun atau ke dalam proplastid di akar.
Di daun terjadi reduksi NO2
menjadi NH4 memerlukan enam elektron yang diambil dari H2O
pada sistem pengangkutan elektron non siklik, pada kloroplas selama
pengangkutan elektron ini, cahaya mendorong pengangkutan elektron dari H2O
ke feredoksin (fd). Denitrifikasi
dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu:
§ Reduksi
Nitrat
Reduksi ini terjadi di
sitosol. Reaksi dibantu oleh nitrat reduktase yang berfungsi memindahkan dua elektron dari NADPH2,
hasilnya adalah nitrite, NAD (NADP) dan H2O. Nitrat reduktase adalh
suatu enzim besar dan kompleks yang terdiri dari FAD, satu sitokrom dan
Molibdenum (Mo) yang semuanya akan tereduksi dan teroksidasi pada waktu
elektron diangkut dari NADH2 ke atom nitrogen dalam NO3.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
§ Reduksi
Nitrit
Reduksi ini berlangsung di
kloroplas (pada daun) atau pada proplastida (pada akar), dengan bantuan enzim
Nitrit reduktase. Reaksi yang terjadi selama reduksi nitrit adalah sebagai
berikut.
(Moat dkk, 2002).
Siklus Nitrogen secara
sederhana ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Danapriatna,
Nana. 2010. Biokimia Penambat Nitrogen
Oleh Bakteri Non Simbiotik. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol.
1 No. 2.
Fried,
George H dan George J Hademones. 2005. Biologi
Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Moat,
Albert G, John W. Foster, dan Micheal P. Spector. 2002. Metabolisme Nitrogen. Wiley-Liss, Incoporation.
Rosmarkam,
Afandi dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu
Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saraswati,
Rasti, Edi Santosa, dan Erny Yuniarti. 2006. Organisme Perombak Bahan Organik. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Pertanian. Bogor.
Sutanto,
Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah
Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Komentar