Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
PENGENALAN HAMA
TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao)
(Laporan Praktikum Hama Penting Tanaman)
Oleh
Habiba Nurul Istiqomah
1114121095
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
-------------------------------------------------------------------------------------
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan
berwujud pohon yang
berasal dari Amerika Selatan. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial)
berbentuk pohon, di alam
dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya
dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang
produktif.
Kakao
dimanfaatkan dalam banyak hal. Biji
Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah
bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu, dan lain-lain. Dalam bahasa keseharian masyarakat kita
menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas
sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja (Wikipedia, 2013).
Kakao
sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua kelompok besar,
yaitu kakao mulia ("edel cacao") dan kakao curah/lindak ("bulk cacao"). Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh
beberapa perkebunan tua di Jawa, seperti di Kabupaten Jember
yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XII (Persero). Kultivar-kultivar
penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang
dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan dikenal dari namanya yang berawalan
"DR" (misalnya DR-38). Singkatan ini diambil dari singkatan nama
perkebunan tempat dilakukannya seleksi (Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa
Tengah). Kakao mulia berpenyerbukan
sendiri dan berasal
dari tipe Criollo. Sebagian besar daerah
produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari
kultivar-kultivar yang self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya
rendah, meskipun produksinya lebih tinggi. Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya
kandungan lemaknya (Wikipedia, 2013).
Salah satu kendala
dalam perkebunan kakao adalah masalah hama.
Hama kerap kali meningkatkan biaya produksi tanaman kakao. Bahkan kerugian akibat hama dapat mencapai
100%. Oleh karena itu, pengenalan mengenai hama tanaman kakao perlu dilakukan
agar pengendalian dapat dilakukan secara tepat.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengenal
jenis dan bioekologi hama-hama penting tanaman kakao.
2.
Mengenal
kerusakan yang ditimbulkan oleh hama-hama penting tanaman kakao.
3.
Mengetahui
cara pengendalian hama-hama penting tanaman kakao, termasuk musuh alaminya.
--------------------------------------------------------------
II.
METODOLOGI
2.1
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 5 tanaman kakao yang ada di
sekitar Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
2.2
Prosedur
Kerja
Prosedur
kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa
berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2. Sebanyak
5 tanaman kakao yang ada di sekitar Laboratorium Hama Tanaman Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung diamati oleh masing-masing kelompok.
3. Informasi tentang lokasi pengamatan,
perkiraan tinggi tanaman, kondisi vegetatif tanaman, ada atau tidaknya buah dan
buah, hama dan predator yang ditemukan beserta keterangannya dicatat dengan
lengkap.
4. Hama dan predator yang ditemukan difoto
sebagai bahan pembelajaran dan dokumentasi.
----------------------------------------------------------------------
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Pengamatan
Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Informasi umum
mengenai 5 tanaman kakao
No.
|
Tanaman
|
Keterangan
|
Hama yang Menyerang
|
1
|
Kakao 1
|
1.
Lokasi : Samping gedung BDP
2.
Tinggi : ± 3 m
3.
Vegetatif : Tidak baik
4.
Bunga : Ada
5.
Buah : Ada
|
·
Lawana candida (tubuhnya berwarna
putih)
·
Pseudococcus (tubuhnya seperti
kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan
semut)
·
Sanurus indecora (mirip L. candida tapi berwarna hijau)
·
Toxoptera aurantii (termasuk kutu-kutaun, tubuhnya
berwarna hitam)
|
2
|
Kakao 2
|
1.
Lokasi : Samping gedung BDP dekat pintu
2.
Tinggi : ± 5 m
3.
Vegetatif : Tidak baik
4.
Bunga : Ada
5.
Buah : Ada
|
·
Pseudococcus (Tubuhnya seperti
kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan
semut)
·
Tupai (Hama tupai
sebenarnya tidak ditemukan, tetapi banyak terlihat buah yang terserang tupai)
|
3
|
Kakao 3
|
1.
Lokasi : Samping ruang C1 dan C2
2.
Tinggi : ± 6 m
3.
Vegetatif : Tidak baik
4.
Bunga : Ada
5.
Buah : Ada
|
·
Pseudococcus (Tubuhnya seperti
kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan
semut)
·
Tupai (Hama tupai
sebenarnya tidak ditemukan, tetapi banyak terlihat buah yang terserang tupai)
|
4
|
Kakao 4
|
1.
Lokasi : Samping Lab AGR
2.
Tinggi : ± 2 m
3.
Vegetatif : Baik
4.
Bunga : Tidak ada
5.
Buah : Ada
|
·
Ulat kantong
(ditemukan di batang dan daun berupa kantong kecil berwarna coklat)
·
Pseudococcus (tubuhnya seperti
kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan
semut)
·
Nimfa
Sanurus indecora (ditemukan di
permukaan daun belakang, serangga berwarna putih)
·
Kumbang
kubah (kumbang berwarna orange dengan bintik hitam)
|
5
|
Kakao 5
|
1.
Lokasi : Samping Lab AGR
2.
Tinggi : ± 2 m
3.
Vegetatif : Baik
4.
Bunga : Ada
5.
Buah : Ada
|
·
Pseudococcus (tubuhnya seperti
kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan
semut)
·
Toxoptera aurantii (termasuk kutu-kutaun, tubuhnya
berwarna hitam)
·
Lawana candida (tubuhnya berwarna
putih)
·
Nimfa Sanurus indecora (ditemukan di
permukaan daun belakang, serangga berwarna putih)
·
Kumbang kubah (kumbang
berwarna orange dengan bintik hitam)
·
Ulat kantong
(ditemukan di batang dan daun berupa kantong kecil berwarna coklat)
·
Kumbang
kubah (kumbang berwarna orange dengan bintik hitam)
|
Tabel 2. Hama dan predator yang ditemukan pada
tanaman kakao
No
|
Nama
Hama/Predator
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Pseudococcus citri
|
||
2
|
Toxoptera aurantii
|
||
3
|
Tupai
(Bajing)
|
||
4
|
Ulat
Kantong
|
||
5
|
Sanurus indecora
|
||
6
|
Lawana candida
|
||
7
|
Kumbang
kubah
|
3.2
Pembahasan
Pengamatan tanaman
kakao dilakukan di 5 pohon kakao yang letakkan tidak terlalu jauh. Setiap tanaman memiliki kondisi yang hampir
sama. Kakao 1, 2, dan 3 letaknya saling berdekatan, yaitu di samping gedung
Budidaya Pertanian (BDP). Ketiga tanaman
kakao ini termasuk tanaman yang tidak terawat.
Kondisi vegetatifnya tidak baik karena banyak bagian batang yang
kropos. Tajuk tanaman juga tidak melebar
melainkan tumbuh tinggi akibat tidak adanya pemangkasan. Sebenarnya, tanaman ini menghasilkan buah
kakao yang cukup banyak. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya bunga yang terbentuk pada setiap tanaman. Akan tetapi, buah tanaman ini banyak yang
menghitam dan bolong akibat serangan tupai atau bajing. Selain itu, banyak ditemukan kutu putih (Pseudococcus citri) pada tanaman-tanaman
ini. Kutu putih bersimbiosis dengan semut membentuk koloninya yang banyak
ditemukan di pangkal buah kakao. Selain
kutu putih juga ditemukan adanya Toxoptera
aurantii, Sanurus indecora, dan
Lawana candida. Tetapi populasi
ketiga hama ini tidak mencolok dan tidak lebih banyak dibandingkan dengan
populasi kutu putih.
Berdasarkan pengamatan
pada ketiga tanaman kakao ini, diketahui bahwa tidak tampak adanya musuh alami
hama-hama yang menyerang tanaman kakao.
Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan ekosistem pada pertanaman
kakao di lokasi ini.
Selain di samping
gedung BDP, pengamatan juga dilakukan terhadap 2 tanaman kakao di samping
Laboratorium Agronomi (Lab AGR). Tanaman
kakao ini memiliki tinggi kira-kira 2 m. Tajuk tanaman lebih lebar dan tidak
setinggi tanaman 1, 2, dan 3. Tampaknya
pernah dilakukan tindakan pemangkasan pada tanaman kakao ini. Kondisi vegetatifnya pun baik. Bahkan terdapat beberapa bagian tanaman yang
akan diperbanyak dengan teknik cangkok. Bunga juga berkembang dengan cukup baik
tetapi tidak sebaik tanaman kakao 1, 2, dan 3. Pada tanaman kakao 4 dan 5 ini banyak
ditemukan hama. Terdapat ulat kantong, kutu putih (Pseudococcus), Toxoptera
aurantii, Sanurus indecora, dan
Lawana candida. Gejala sarangan
akibat kutu putih paling terlihat pada daun kedua tanaman ini. Hampir seluruh daun tanaman berwarna hitam
akibat ditumbuhi embun jelaga. Embun
jelaga muncul karena adanya madu yang dihasilkan oleh kutu putih. Embun jelaga tumbuh tebal pada permukaan daun
kakao ini. Hal ini menyebabkan
terhambatnya proses fotosintesis. Sehingga wajar saja jika pembentukan Bunga
maupun buah tanaman kakao 4 dan 5 tidak sebaik tanaman 1, 2, dan 3.
Pada tanaman kakao 4
dan 5 ini ditemukan adanya kumbang kubah.
Meskipun demikian, populasi kutu putih tetap saja sangat banyak. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan
ekosistem pada pertanaman kakao di samping Laboratorium Agronomi.
Uraian mengenai hama
dan predator yang ditemukan pada pengamatan 5 tanaman kakao akan dijelaskan
sebagai berikut.
3.2.1 Pseudococcus citri
Pseudococcus
citri memiliki nama umum kutu putih. Hama ini masuk dalam ordo
Homoptera, family Pseudococcidae. Selain menjadi hama pada tanaman kakao, kutu
putih juga dapat menyerang tanaman manggis, jeruk, jambu biji, anggur, dan
sirsak.
Kutu
berbentuk oval dan pada bagian punggungnya terdapat garis-gaaris yang
diselimuti lapisan lilin tipis. Nimfa muda sangat aktif bergerak dan
bergerombol selama 4 minggu pertama. Nimfa menjadi dewasa setelah 37-50 hari.
Sebanyak 270 embrio berkembang dalam tubuh induknya, tetapi yang berhasil
menjadi dewasa hanya 30 ekor. Kutu jantan sangat jarang dijumpai. Kutu ini
berkembang biak secara parthenogenesis.
Kutu putih
ini merusak penampilan buah. Kutu muda hidup dan menghisap cairan kelopak
bunga, tunas atau buah muda. Tunas bunga, bunga, dan buah muda
yang terserang akan mengering dan gugur. Buah - buah yang sudah dewasa dan
masak tidak gugur tetapi akan mengalami hambatan pertumbuhan sehingga berkerut
dan masak sebelum waktunya. Pemencaran secara cepat kutu ini dibantu oleh semut
gramang dan angin. Peningkatan pupolasi dipengaruhi oleh kelembaban relatif
pada siang hari berada dibawah 70 %.
Kutu
dewasa mengeluarkan semacam tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Pada fase dewasa, kutu putih mengeluarkan
sejenis cairan gula yang biasanya akan didatangi semut hitam. Pengaruh kutu
putih, jelaga hitam dan semut ini membuat penampilan buah jelek, walaupun
sebenarnya rasa buah tidak terlalu dipengaruhi.
Pengamatan
dilakukan pada tunas, kelopak bunga, dan buah mulai pembentukan tunas baru,
pembungaan, dan pembentukan buah dengan melakukan pengamatan keberadaan kutu
dan intensitas serangannya Cara kultur teknis dengan mengurangi kepadatan tajuk
agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi; dan mengurangi kepadatan buah.
Cara kimiawi dengan memberikan kapur anti semut agar semut tidak mendekat; dan
menyemprotkan insektisida dan fungisida (bila ada jelaga hitam) yang efektif
(Rizky, 1970).
3.2.2
Toxoptera aurantii
Hama ini termasuk dalam
filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Homoptera, subordo Sternorrhyncha,
superfamili Aphidoidea, famili Aphididae,
dan Genus Toxoptera. Nimfa Toxoptera
aurantii yang baru lahir ditemukan berkelompok bersama induknya. Kutu daun
hidup berkoloni, memiliki mobilitas yang rendah dan akan melakukan penyebaran
seiring dengan terbentuknya sayap apabila pada suatu koloni mempunyai populasi
yang tinggi. Perkembangan kutu ini tergantung pada temperatur. Pada temperatur
25oC dalam 1 siklus hidup diperlukan sedikitnya 6 hari. Pada
temperatur yang lebih dingin (di bawah 15oC) dalam 1 siklus hidup
memerlukan waktu selama ± 20 hari. Temperatur yang lebih tinggi akan mengurangi
tingkat perkembangan. Kutu imago berwarna hitam, menghasilkan keturunan dengan
cara beranak (tidak bertelur) berupa nimfa.
Kutu ini memiliki tubuh yang lunak dengan panjang 1-6 mm, mobilitas
rendah dan hidup berkoloni (Deptan, 2013).
Kutu tidak mengalami metamorfosis sempurna. Serangga betina dewasa langsung mengeluarkan
nimfa saat melahirkan.
Terdapat empat tahap nimfa dari serangga ini. Tahap pertama memiliki panjang sekitar 0,07 cm dan pada nimfa nimfa instar empat panjangnya sekitar 1,5 cm. Nimfa dari serangga ini tidak memiliki sayap dan berwarna kecoklatan. Betina akan menghasilkan keturunan segera setelah menjadi imago. Serangga ini dapat menghasilkan 5-7 nimfa per hari. Selama hidupnya seekor betina dapat menghasilkan nimfa sekitar 50 nimfa per betina.
Pada imago hanya ditemukan jenis kelamin betina, yang berbentuk oval hitam mengkilat, mempunyai warna hitam kecoklatan atau coklat kemerahan. Kutu ini terkadang ditemukan memiliki sayap, namun ada juga yang tidak memiliki sayap. Adanya imago yang bersayap tergantung pada kepadatan populasi dan umur daun. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan, apabila makanan kurang tersedia maka banyak ditemukan kutu ini bersayap untuk mempermudah mobilitasnya. Namun, bila pakan tersedia cukup banyak, maka kutu ini tidak membentuk sayap (Deptan, 2013).
Terdapat empat tahap nimfa dari serangga ini. Tahap pertama memiliki panjang sekitar 0,07 cm dan pada nimfa nimfa instar empat panjangnya sekitar 1,5 cm. Nimfa dari serangga ini tidak memiliki sayap dan berwarna kecoklatan. Betina akan menghasilkan keturunan segera setelah menjadi imago. Serangga ini dapat menghasilkan 5-7 nimfa per hari. Selama hidupnya seekor betina dapat menghasilkan nimfa sekitar 50 nimfa per betina.
Pada imago hanya ditemukan jenis kelamin betina, yang berbentuk oval hitam mengkilat, mempunyai warna hitam kecoklatan atau coklat kemerahan. Kutu ini terkadang ditemukan memiliki sayap, namun ada juga yang tidak memiliki sayap. Adanya imago yang bersayap tergantung pada kepadatan populasi dan umur daun. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan, apabila makanan kurang tersedia maka banyak ditemukan kutu ini bersayap untuk mempermudah mobilitasnya. Namun, bila pakan tersedia cukup banyak, maka kutu ini tidak membentuk sayap (Deptan, 2013).
Imago yang bersayap
cenderung mempunyai perut lebih gelap dan lebih tipis. Setelah imago ukuran
tubuhnya panjang ± 0,2 cm dan lebar ± 0,1 cm, memiliki antena. Kutu ini
berkembangbiak secara seksual atau aseksual, menetap atau berpindah-pindah
tempat. Pada daerah tropis yang perbedaan musimnya kurang tegas, kutu ini
tinggal pada inang selama setahun sebagai betina yang vivivar partenogenesis.
Setelah imago, mereka akan berpindah tempat untuk membentuk koloni baru dan
melanjutkan keturunan. Kutu daun ditemukan membentuk koloni pada bagian pucuk
atau pustul bunga dan sering ditemukan pada bagian bawah daun.
Selain kakao, kutu daun
hitam memiliki lebih dari 120 inang, antara lain tanaman kamelia, kopi, teh,
kina, bunga sepatu, makadamia, mangga, jeruk, dan anggrek. Serangan kutu ini
dapat terjadi pada pembibitan maupun saat tanaman telah besar. Kutu ini menyerang dengan cara mengisap
cairan daun tanaman inang yang masih muda, buah muda, dan bunga. Serangan ini
menyebabkan tanaman menjadi deformasi, daun menggulung dan layu, serta dalam
beberapa kasus, terbentuk gelembung udara (pustul)
pada daun.
Hama ini berkumpul pada
pucuk muda, kuncup bunga dan bagian bawah daun muda. Pada pembibitan, kutu daun
hitam ini dapat menjadi hama penting, karena dapat menghambat pertumbuhan pucuk
tanaman. Kutu ini mempunyai tubuh yang lunak seperti wereng, kutu putih dan
kutu-kutu lainnya yang dapat menghasilkan embun madu (Deptan, 2013).
Gejala serangan
dijumpai adanya embun madu yang dihasilkan kutu melapisi permukaan daun dan
dapat merangsang pertumbuhan bagi jamur (embun jelaga). Jamur ini dapat membuat
daun menjadi berwarna hitam, sehingga aktivitas fotosintesis terganggu. Apabila
terjadi sangat lama, maka jamur tersebut akan sulit sekali menghilangkannya.
Kutu ini juga mengeluarkan toksin melalui salivanya sehingga menimbulkan gejala
kerdil, deformasi dan terbentuk puru pada helaian daun. Selain itu kutu daun
hitam dapat menjadi vektor penyakit yang disebabkan oleh virus. Serangan
penyakit oleh virus lebih merugikan bila dibandingkan dengan kerusakan langsung
yang diakibatkan oleh serangga ini.
Tinggi rendahnya populasi kutu hitam ini tidak lepas oleh pengaruh lingkungan, seperti musim. Pada musim kemarau populasi kutu daun hitam cenderung tinggi, sebaliknya pada musim hujan populasi akan menurun. Pada tanaman kakao, kutu daun hitam berasosiasi dengan semut merah, sehingga penyebarannya juga dibantu oleh semut ini. Kutu daun hitam menghasilkan embun jelaga atau madu yang disukai oleh semut merah. Keberasaan semut ini memberi keuntungan pada buah kakao. Adanya kutu daun hitam yang berasosiasi dengan semut akan mencegah peletakkan telur dari hama penggerek buah kakao (Deptan, 2013).
Tinggi rendahnya populasi kutu hitam ini tidak lepas oleh pengaruh lingkungan, seperti musim. Pada musim kemarau populasi kutu daun hitam cenderung tinggi, sebaliknya pada musim hujan populasi akan menurun. Pada tanaman kakao, kutu daun hitam berasosiasi dengan semut merah, sehingga penyebarannya juga dibantu oleh semut ini. Kutu daun hitam menghasilkan embun jelaga atau madu yang disukai oleh semut merah. Keberasaan semut ini memberi keuntungan pada buah kakao. Adanya kutu daun hitam yang berasosiasi dengan semut akan mencegah peletakkan telur dari hama penggerek buah kakao (Deptan, 2013).
Selain penyebarannya
dibantu oleh semut, juga dipengaruhi oleh arah angin. Kutu daun hitam yang
telah membentuk sayap untuk melakukan penyebaran akan berpindah tempat
mengikuti arah angin. Selain ditemukan pada daun muda, juga ditemukan pada
bunga dan bakal buah kakao yang baru muncul (berukuran panjang 0,3 cm dan lebar
0,2 cm).
Seperti hama lain pada
umumnya, kutu hitam ini dikendalikan secara kultur teknis, mekanis, hayati
(biologi) , dan kimia. Namun pengendalian yang populer akhir-akhir ini adalah
pengendalian dengan musuh alami. Adanya musuh alami yang terdapat dilapang akan
menjaga populasi serangga ini sampai dibatas ambang kendali. Pengendalian
biologi dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti predator dari famili
Syrphidae, Menochillus sp., Scymnus sp.
(Coccinelidae), Crysophidae, Lycosidae
dan parasitoid Aphytis sp. Tindakan
utama yang harus dilakukan terhadap populasi hama kutu daun hitam adalah
monitoring pada tunas-tunas muda. Pengendalian dilakukan apabila populasi hama
dinilai sudah menghambat atau merusak pertunasan. Penggunaan pestisida kimia
untuk pengendalian hama ini jarang dilakukan (Deptan, 2013).
3.2.3
Tupai (Bajing)
Tupai termasuk hewan pengerat yang
menyebabkan banyak kerugian ekonomi bagi pertanaman kakao. Hewan ini menyerang
bagian buah kakao. Serangan hama ini dapat menyebabkan kerugian hingga
100%. Gejala serangan tupai umumnya dijumpai pada buah
yang sudah masak karena tupai hanya memakan daging buah, sedangkan bijinya tidak
dimakan. Pada umumnya, di bawah buah yang terserang tupai selalu berceceran
biji-biji kakao. Tupai mejadi sangat merugikan apabila biji-biji tadi tidak
dikumpulkan (Lala, 2013).
Pengendalian hama ini dapat digunakan umpan berupa air yang diletakkan
di dekat tanaman kakao. Air ini telah diberi rodentisida. Pengendalian dengan
cara mekanis dilakukan dengan membuat perangkap seperti perangkap pada tikus.
Selain itu, petani di Sumatera Barat ada pula yang mengendalikan hama ini
dengan mengoleskan balsam yang telah dicampur degan minyak pada buah kakao.
Kakao tidak akan mau memakan buah ini karena mulutnya akan terasa panas.
3.2.4
Ulat Kantong
Ulat kantung termasuk ke dalam ordo Lepidoptera, famili
Psychidae. Secara umum, larva ulat kantung membuat kantung dari partikel daun,
pasir, atau ranting-ranting dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Kantung
akan semakin membesar seiring dengan pertumbuhan larva. Pada kantung terdapat
dua lubang, yaitu lubang anterior dan posterior. Pada saat makan atau berpindah
tempat, larva akan mengeluarkan kepala dan tungkai asli yang terdapat pada
toraks melalui lubang anterior, sedangkan feses akan dikeluarkan melalui lubang
posterior (Kalshoven, 1981). Ukuran kantung berkisar antara 1-15 cm pada
beberapa spesies di daerah tropik. Setiap spesies akan membuat kantung yang
khas baik dalam ukuran, bentuk, maupun komposisinya, sehingga kantung yang
berbeda-beda ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu spesies ulat
kantung.
Larva yang baru menetas dari telur terkadang akan
memakan induknya yang telah mati atau telur lainnya yang tidak menetas. Larva yang telah menetas akan segera keluar
dari kantung induknya melalui lubang posterior secara bersamaan. Larva instar awal akan tinggal pada pertanaman
tempat larva tersebut keluar atau menyebar melalui angin. Setelah larva keluar
dari kantung induknya, maka larva segera membuat kantungnya sendiri, karena
jika kantung tidak segera dibuat maka larva tersebut akan mati. Larva akan mulai makan setelah kantung selesai
dibuat untuk melindungi dirinya. Ulat
kantung termasuk dalam serangga yang memiliki inang yang luas atau polifag.
Namun hal ini tidak menjamin bahwa larva yang baru menetas dapat hidup ketika
larva pindah pada inang yang lain. Larva
sering mati ketika berpindah pada tanaman yang baru. Hal ini dapat terjadi karena kemampuan untuk
beradaptasi terhadap lingkungan masih rendah (Rhainds dkk. 2009).
Menjelang berubah
menjadi pupa, larva akan menutup rapat lubang anterior dan menggantungkan diri
pada tempat dia hidup. Selanjutnya, larva akan membalik posisinya di dalam
kantung, dengan mengubah posisi kepala yang sebelumnya berada dibagian anterior
menjadi berada dibagian posterior kantung. Larva yang tidak mengubah posisinya sebelum
menjadi pupa, biasanya gagal keluar menjadi imago. Larva Brachygyna incae tidak mengubah
posisinya sebelum menjadi pupa, sehingga imago keluar bukan dari bagian
posterior melainkan dari bagian subapikal kantung. Pupa jantan bertipe obtekta dengan embelan
yang melekat sedangkan pupa betina berbentuk vermiform. Larva yang akan menjadi imago betina memilih
tempat yang cocok untuk berubah menjadi pupa, sehingga saat menjadi imago
betina akan mudah ditemukan oleh jantannya untuk kopulasi. Larva yang akan menjadi imago jantan tidak
melakukan hal tersebut, karena imago jantan memiliki sayap sehingga memudahkan
mencari imago betina atau berpindah tempat (Rhainds dkk, 2009).
Pada beberapa spesies
seperti Manatha taiwana, pada lubang posterior akan keluar eksuvia dan
perilaku seperti ini hanya terjadi pada pupa jantan. Imago jantan yang muncul berupa ngengat yang
bersayap, memiliki antena dengan tipe bipektinat, tungkai yang relatif panjang
dan alat mulut yang tereduksi. Imago betina yang muncul tidak memiliki sayap
dan tungkai (Rhainds dkk, 2009). Jumlah telur yang dihasilkan oleh betina dari
setiap spesies sangat bervariasi. Mahasena corbetti menghasilkan
sekitar 3000 telur per imago betina. Pada Eumeta variegata, telur yang
dihasilkan sekitar 450 telur sedangkan Metisa plana menghasilkan
100-300 telur. Suparno (2004) melaporkan bahwa setelah dilakukan pembedahan, di
dalam abdomen imago betina Pteroma pendula terdapat 44 butir telur
yang belum menetas. Imago betina meletakkan telur di dalam kantungnya kemudian
menjatuhkan diri ke tanah.
Ulat kantung menyukai
daun-daun yang telah tua. Ulat pada stadia muda akan memakan epidermis
permukaan atas daun dan menimbulkan gejala gigitan berbentuk bulat. Pada
mulanya bekas gigitan ulat tersebut berwarna hijau, tetapi lama kelamaan akan
mengering dan berwarna merah kecoklatan. Oleh karena itu, apabila populasi ulat
tinggi, daun-daun akan terlihat mengering. Ulat instar terakhir dapat memakan
seluruh jaringan daun, sehingga daun terlihat berlubang-lubang. Adanya lubang
pada daun yang baru membuka menunjukkan tanda bahaya akan terjadi ledakan
populasi hama. Kerusakan berat menyebabkan daun mati dan hanya tertinggal
tulang daun saja. Pada populasi tinggi daun-daun akan terlihat mengering, dan
dapat menurunkan hasil sampai 40%.
Tindakan pertama yang
perlu dilakukuan dalam pengendalian ulat kantong adalah monitoring populasi
ulat. Jika populasinya sudah berada pada tahap merugikan barulah tindakan
pengendalian harus dilakukan. Pengendalian terbaik adalah dengan melakukan
teknik pengendalian teradu, yaitu memadukan jenis-jenis pengendalian yang ada.
Seperti, pengendalian mekanik dengan mengumpulkan ulat-ulat kantong yang ada
kemudian dibakar, pengendalian secara kimia menggunakan insektisida, dan
pengendalian biologi menggunakan musuh alami. Musuh alami ulat kantong sangat
banyak, di antaranya yaitu Sycanus dichotomus (Hemiptera:
Reduviidae), burung, parasitoid Ordo
Diptera Famili Tachinidae (Nealsomyia rufella dan Exorista
psychidarum), dan nematoda entomophagous juga ditemukan sebagai musuh
alami (Kalshoven, 1981). Brachymeria sp. (Hymenoptera: Chalcididae), N.
rufella, E. psychidarum, beberapa spesies dari
Tachinidae dan Sarcophagidae lainnya, N. rufella,Thyrsocnema
caudagalli (Diptera: Tachinidae) dan parasitoid Apanteles metesae (Hymenoptera:
Braconidae) juga menjadi musuh alami hama ini.
3.2.5
Sanurus indecora
Sanurus
indecora
digolongkan dalam berada fllum
Arthropoda, kelas Insekta, ordo Hemiptera, famili Flatidae, dan genus Sanurus. Sayap hama ini berwarna hijau dengan
pinggiran berwarna merah muda. Pada kepala terdapat sepasang mata majemuk
berwarna coklat gelap. Panjang dari
ujung kepala sampai ujung sayap sekitar 8 – 10 mm. Pada waktu hinggap, sayap menutup tubuh dengan
posisi tegak ke bawah. Pada tegmen
(sayap depan) kadang-kadang terlihat garis merah di sepanjang tepinya. Periode imago (serangga dewasa) berlangsung 5
– 6 hari (Mardiningsih dkk, 2004).
Telur S. indecora diletakkan secara
berkelompok 30 – 80 butir, ditutupi lapisan lilin berwarna putih atau kuning
pada permukaan bawah daun, tangkai daun dan atau pada tangkai pucuk. Periode
telur berlangsung sekitar 6 - 7 hari. Telur berwarna putih, mendekati menetas
berwarna coklat, berbentuk menetas berwarna coklat, berbentuk oval dengan
panjang 0,95–1,09 mm dan lebarnya 0,37–0,47 m.
Nimfa berwarna krem, seluruh tubuhnya
tertutup oleh tepung lilin berwarna putih, jika dipegang terasa lengket. Baik
nimfa maupun imago bersifat tidak aktif bergerak, mereka akan meloncat atau
terbang tidak terlalu jauh apabila terganggu. Dalam satu karangan bunga bisa
mencapai 80 ekor atau lebih. Periode
nimfa berlangsung 42 – 49 hari.
Baik nimfa maupun imago merupakan
serangga yang menusuk dan mengisap cairan tanaman. Pada bekas tusukan nimfa dan
imago yaitu pada pucuk dan tangkai bunga tampak titik-titik hitam yang agak
menonjol seperti bisul, bila dibelah akan tampak bahwa bekas tusukannya tembus mencapai
jaringan floem dan xylem sehingga mengganggu zat hara menuju ke bunga yang
berakibat pada menurunnya hasil. Pada populasi tinggi, serangan S. indecora terutama
pada tangkai bunga dan bunga, mengakibatkan bagian terserang cepat kering
sehingga bunga tidak dapat menjadi buah. Keberadaan S. indecora pada
populasi tinggi dapat menyebabkan terhalangnya serangga penyerbuk melakukan
aktivitas penyerbukan. Selain itu, permukaan daun banyak ditumbuhi cendawan
jelaga karena adanya embun madu yang dihasilkan oleh S. indecora (Mardiningsih dkk, 2004).
3.2.6
Lawana candida
Hama ini masuk dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Hemiptera, famili
Flatidae, dan genus Lawana. Bentuk tubuh
Lawana candida menyerupai ngengat,
berwarna putih, pada sayapnya terdapat garis atauncorak kekuningan. Hama ini
mempunyai gerakan yang cepat ketika melompatdan terbang untuk melindungi
dirinya atau menjauhi ancaman. Imago Lawana
candida bukan ancaman sebenarnya
bagi tanaman kakao tetapi nimfa yang merupakan wujud serangga pradewasa yang
merupakan ancaman bagi tanaman kakao. Pada fase hidupnya, nimfa muncul dari
fase telur yang akan memenuhi tunas muda tanaman seperti butiran-butiran putih
yang sebenarnya adalah nimfa yang terbungkus lapisan lilin tebal. Nimfa Lawana candida rakus yang akan cairan
tanaman. Dalam beberapa hari, tunas daun muda akan rontok menyisakan
pucuk-pucuk tunas tanpa daun yang terhambat perkembangannya.
Serangan
hama ini terjadi pada musim kemarau, sekitar bulan Juni-Oktober. Pada saat
musim hujan, serangan Lawana candida
mulai berkurang. Serangan Lawana candida
tampak pada tunas-tunas muda dan tangkai bunga, yang kemudian menyisakan
bercak-bercak nekrosis pada tunas daun dan bakal buah yang rontok, kering karena
kehabisan cairan.
Pengendalian
hama ini dapat menggunakan cara manual mengunakan sikat gigi
dan air sabun untuk membersihkan tunas tanaman yang terserang sebelum
memutuskan untuk menggunakan pestisida sistemik maupun pestisida kontak. Pestisida sistemik
maupun pestisida kontak
yaitu dengan pengaplikasian pestisida kontak seperti Decis, Curacon, dan Sidacron, perlu
ditambahkan cairan perekat pada pestisida kontak, yang berguna untuk memastikan
cairan dapat menembus lapisan lilin tebal pada tubuh nimfa Lawana candida. Cairan perekat seperti LP-Stick akan menghilangkan
tegangan permukaan dari larutan pestisida akan membuat larutan mampu menembus
lapisan lilin tebal nimfa Lawana Candida.
Selain itu, penggunaan agensi hayati seperti jamur Massospora dan Beauveria bassiana
(BB) dapat digunakan dalam pengendalian serangan hama Lawana candida. Jamur BB merupakan pestisida organik bersifat
sistemik dan kontak, yang akan membunuh Lawana
candida dari luar maupun dari dalam tubuh (Yuda, 2012).
3.2.7
Kumbang Kubah
Kumbang kubah digolongkan dalam filum Arthropoda,
kelas Insecta, ordo Coleoptera, famili
Coccilinedae dan genus Epilachna. Kumbang ini biasanya
meletakkan telur di tanaman di
mana ada kutu daun. Kelompok 50 butir telur atau lebih diletakkan
tidak beraturan, pada daun atau ranting.
Larva setiap jenis
memiliki warna berbeda, tapi mirip dengan dewasa. Kumbang hitam berbintik merah mempunyai larva
abu-abu tua dengan tanda merah. Larva kumbang ini termasuk larva yang rakus.
Ratusan kutu daun dimakan tiap hari. Kepompong menyerupai kumbang dewasa
yang terletak pada tanaman. Kumbang dewasa mudah diketahui dari bentuknya
yang bulat dan mengkilat seperti helm kecil.
Kumbang ini berukuran kecil: hanya
7–8 mm. Tapi rakus dalam memakan kutu daun.
Pada malam hari, kumbang banyak dijumpai pada bunga kapas atau daun di
sekitarnya teramasuk daun tanaman kakao. Kumbang dewasa akan mencari makan
setelah matahari terbit. Kalau menemukan
kutu daun, ia tetap di sana dan mulai makan.
Kumbang kubah dipergunakan sebagai musuh alami. Pemilik rumah kaca
memakai kumbang untuk mengendalikan kutu daun dan kutu kebul di tanamannya
(Mamud, 2000).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Hama yang menyerang kakao antara
lain Pseudococcus (kutu putih), Lawana candida, Sanurus indecora, Toxoptera aurantii, tupai,
dan ulat kantong.
2. Predator yang ditemukan adalah
kumbang kubah.
3. Hama pada tanaman kakao menyebabkan
kerusakan pada buah kakao dan menghambat proses fotosintesis.
4. Setiap hama memiliki musuh alami
yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bentuk pengendalian hayati.
5. Tidak terjadi keseimbangan antara
hama dan musuh alami pada tanaman kakao yang diamati.
DAFTAR PUSTAKA
Deptan.
2013. Kutu Daun Hitam pada Tanaman Kakao. http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpambon/berita-207-kutu-daun-hitam-pada-tanaman-kakao-.html.
Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 04.48 WIB.
Kalshoven,
L. G. E. 1981. The pests of crops in Indonesia. Van der Laan PA,
penerjemah. Ichtiar Baru-van Hoeve. Jakarta. Terjemahan dari De Plagen van
de Culturagenuassen in Indonesia.
Lala,
Adi. 2013. Hama pada Tanaman Kakao/Coklat dan Langkah-Langkah
Mengatasinya. http://daunbaru86.blogspot.com/2013/05/hama-pada-tanaman-kakaocoklat-dan.html.
Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 05.28 WIB.
Mamud.
2000. Hama-Hama dan Musuh Alami. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat
Direktorat Proteksi Tanaman Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Jakarta.
Mardiningsih, T.L, B. Barimbing dan Hadad,
E.A. 2004. Hama yang menyerang 12 nomor harapan bibit jambu mente (Anarcadium
occidentale). Prosiding Seminar Nasional III PEI Cabang Bogor.
Rhainds
M, Donald RD, Peter WP. 2009. Bionomics of Bagworms (Lepidoptera:
Psychidae). Annu Rev Entomol 54.
Rizky,
Muhammad. 1970. Pseodococcus spp.
(Kutu Putih). http://www.labscor ner.org/opt/kb/index.php?comp=home.detail.98. Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 05.09
WIB.
Setyolaksono,
M P. 2013. Ulat Kantong pada Kakao. ditjenbun.deptan.go.id/
bbpptpambon/berita-271-ulat-kantung-pada-tanaman-kakao.html. Diakses pada
08 Desember 2013. Pukul 07.32 WIB.
Suparno,
H. 2004. Biologi dan perilaku ulat kantung Pteroma pendula Joannis
(Lepidoptera: Psychidae) pada tanaman jambu biji (Psidium guajava L.).
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia.
2013. Kakao. http://id.wikipedia.org/wiki/Kakao.
Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 10.59 WIB.
Yuda.
2012. Lawana candida. http://www.lembahpinus.com/index.php/
component/content/article/20-hama-penyakit/563-lawana-candida. Diakses pada
08 Desember 2013. Pukul 15.02 WIB.
LAMPIRAN
Dokumentasi Kegiatan
Gambar 1. Bunga kakao
|
Gambar 2. Bunga kakao yang baru
menjadi buah
|
Gambar 3. Buah kakao yang belum matang
|
Gambar 4. Serangan kutu hitam (Toxoptera aurantii)
|
Gambar 5. Kondisi batang kakao
|
Gambar 6. Lawana candida pada ranting
tanaman kakao
|
Gambar 7.
Asosiasi Pseudococcus citri dengan
semut pada pucuk tanaman
|
Gambar 8. Asosiasi Pseudococcus citri dengan semut pada
pangkal buah kakao
|
Gambar 9. Ulat kantong pada bantang
kakao
|
Gambar 10. Buah kakao yang terserang
tupai
|
Gambar 11. Buah kakao yang terserang
kutu putih
|
Gambar 12. Buah kakao yang terserang
kutu putih hingga buah menghitam
|
Gambar 13. Kutu putih
pada permukaan belakang daun
|
Gambar 14. Nimfa Sanurus indecora pada permukaan
belakang daun
|
Gambar 14. Kumbang
kubah pada buah kakao yang terserang kutu putih
|
Gambar 15. Kutu putih
(Pseudococcus citri) pada pucuk
tanaman kakao
|
Gambar 16. Embun
jelaga akibat madu yang dihasilkan Kutu putih (Pseudococcus citri)
|
Gambar 15. Sanurus indecora (lingkaran merah) dan
Lawana candida (lingkaran hitam)
|
Komentar