Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

PENGENALAN HAMA TANAMAN KAKAO


PENGENALAN HAMA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao)
(Laporan Praktikum Hama Penting Tanaman)








Oleh
Habiba Nurul Istiqomah
1114121095















JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013



-------------------------------------------------------------------------------------


I.         PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas.  Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif.

Kakao dimanfaatkan dalam banyak hal.  Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu, dan lain-lain.  Dalam bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja (Wikipedia, 2013).

Kakao sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kakao mulia ("edel cacao") dan kakao curah/lindak ("bulk cacao").  Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa, seperti di Kabupaten Jember yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XII (Persero).  Kultivar-kultivar penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan dikenal dari namanya yang berawalan "DR" (misalnya DR-38). Singkatan ini diambil dari singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi (Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa Tengah). Kakao mulia berpenyerbukan sendiri dan berasal dari tipe Criollo.  Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari kultivar-kultivar yang self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi.  Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya (Wikipedia, 2013).


Salah satu kendala dalam perkebunan kakao adalah masalah hama.  Hama kerap kali meningkatkan biaya produksi tanaman kakao.  Bahkan kerugian akibat hama dapat mencapai 100%. Oleh karena itu, pengenalan mengenai hama tanaman kakao perlu dilakukan agar pengendalian dapat dilakukan secara tepat.


1.2    Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.        Mengenal jenis dan bioekologi hama-hama penting tanaman kakao.
2.        Mengenal kerusakan yang ditimbulkan oleh hama-hama penting tanaman kakao.
3.        Mengetahui cara pengendalian hama-hama penting tanaman kakao, termasuk musuh alaminya.



 --------------------------------------------------------------




II.      METODOLOGI


2.1    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 5 tanaman kakao yang ada di sekitar Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
 

2.2    Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.    Mahasiswa berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2.    Sebanyak  5 tanaman kakao yang ada di sekitar Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung diamati oleh masing-masing kelompok.
3.    Informasi tentang lokasi pengamatan, perkiraan tinggi tanaman, kondisi vegetatif tanaman, ada atau tidaknya buah dan buah, hama dan predator yang ditemukan beserta keterangannya dicatat dengan lengkap.
4.    Hama dan predator yang ditemukan difoto sebagai bahan pembelajaran dan dokumentasi.


----------------------------------------------------------------------



III.   HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1    Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Informasi umum mengenai 5 tanaman kakao
No.
Tanaman
Keterangan
Hama yang Menyerang
1
Kakao 1
1.      Lokasi       : Samping gedung BDP
2.      Tinggi        : ± 3 m
3.      Vegetatif   : Tidak baik
4.      Bunga        : Ada
5.      Buah         : Ada
·    Lawana candida (tubuhnya berwarna putih)
·    Pseudococcus (tubuhnya seperti kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan semut)
·    Sanurus indecora (mirip L. candida tapi berwarna hijau)
·    Toxoptera aurantii (termasuk kutu-kutaun, tubuhnya berwarna hitam)
2
Kakao 2
1.    Lokasi        : Samping gedung BDP dekat pintu
2.    Tinggi         : ± 5 m
3.    Vegetatif     : Tidak baik
4.    Bunga         : Ada
5.    Buah           : Ada
·     Pseudococcus (Tubuhnya seperti kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan semut)
·     Tupai (Hama tupai sebenarnya tidak ditemukan, tetapi banyak terlihat buah yang terserang tupai)
3
Kakao 3
1.      Lokasi       : Samping ruang C1 dan C2
2.      Tinggi        : ± 6 m
3.      Vegetatif   : Tidak baik
4.      Bunga        : Ada
5.      Buah         : Ada
·     Pseudococcus (Tubuhnya seperti kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan semut)
·     Tupai (Hama tupai sebenarnya tidak ditemukan, tetapi banyak terlihat buah yang terserang tupai)


4
Kakao 4
1.      Lokasi       : Samping Lab AGR
2.      Tinggi        : ± 2 m
3.      Vegetatif   : Baik
4.      Bunga        : Tidak ada
5.      Buah         : Ada
·     Ulat kantong (ditemukan di batang dan daun berupa kantong kecil berwarna coklat)
·     Pseudococcus (tubuhnya seperti kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan semut)
·     Nimfa Sanurus indecora (ditemukan di permukaan daun belakang, serangga berwarna putih)
·     Kumbang kubah (kumbang berwarna orange dengan bintik hitam)
5
Kakao 5
1.      Lokasi       : Samping Lab AGR
2.      Tinggi        : ± 2 m
3.      Vegetatif   : Baik
4.      Bunga        : Ada
5.      Buah         : Ada
·     Pseudococcus (tubuhnya seperti kapuk berwarna putih, banyak ditemukan di pangkal buah, bersimbiosis dengan semut)
·     Toxoptera aurantii (termasuk kutu-kutaun, tubuhnya berwarna hitam)
·      Lawana candida (tubuhnya berwarna putih)
·     Nimfa Sanurus indecora (ditemukan di permukaan daun belakang, serangga berwarna putih)
·     Kumbang kubah (kumbang berwarna orange dengan bintik hitam)
·     Ulat kantong (ditemukan di batang dan daun berupa kantong kecil berwarna coklat)
·     Kumbang kubah (kumbang berwarna orange dengan bintik hitam)


Tabel 2. Hama dan predator yang ditemukan pada tanaman kakao
No
Nama Hama/Predator
Gambar
Keterangan
1
Pseudococcus citri




2
Toxoptera aurantii




3
Tupai (Bajing)

Description: http://nimadesriandani.files.wordpress.com/2012/07/andani-bajing.jpg?w=448



4
Ulat Kantong

Description: I:\Received\20131203_023706.jpg



5
Sanurus indecora

Description: I:\Received\20131203_030103.jpg



6
Lawana candida

Description: I:\Received\20131203_022824.jpg



7
Kumbang kubah

Description: I:\Received\20131203_025120.jpg





3.2    Pembahasan
Pengamatan tanaman kakao dilakukan di 5 pohon kakao yang letakkan tidak terlalu jauh.  Setiap tanaman memiliki kondisi yang hampir sama. Kakao 1, 2, dan 3 letaknya saling berdekatan, yaitu di samping gedung Budidaya Pertanian (BDP).  Ketiga tanaman kakao ini termasuk tanaman yang tidak terawat.  Kondisi vegetatifnya tidak baik karena banyak bagian batang yang kropos.  Tajuk tanaman juga tidak melebar melainkan tumbuh tinggi akibat tidak adanya pemangkasan.  Sebenarnya, tanaman ini menghasilkan buah kakao yang cukup banyak.  Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bunga yang terbentuk pada setiap tanaman.  Akan tetapi, buah tanaman ini banyak yang menghitam dan bolong akibat serangan tupai atau bajing.  Selain itu, banyak ditemukan kutu putih (Pseudococcus citri) pada tanaman-tanaman ini. Kutu putih bersimbiosis dengan semut membentuk koloninya yang banyak ditemukan di pangkal buah kakao.  Selain kutu putih juga ditemukan adanya Toxoptera aurantii, Sanurus indecora, dan Lawana candida.  Tetapi populasi ketiga hama ini tidak mencolok dan tidak lebih banyak dibandingkan dengan populasi kutu putih.
Berdasarkan pengamatan pada ketiga tanaman kakao ini, diketahui bahwa tidak tampak adanya musuh alami hama-hama yang menyerang tanaman kakao.  Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan ekosistem pada pertanaman kakao di lokasi ini.
Selain di samping gedung BDP, pengamatan juga dilakukan terhadap 2 tanaman kakao di samping Laboratorium Agronomi (Lab AGR).  Tanaman kakao ini memiliki tinggi kira-kira 2 m. Tajuk tanaman lebih lebar dan tidak setinggi tanaman 1, 2, dan 3.  Tampaknya pernah dilakukan tindakan pemangkasan pada tanaman kakao ini.  Kondisi vegetatifnya pun baik.  Bahkan terdapat beberapa bagian tanaman yang akan diperbanyak dengan teknik cangkok. Bunga juga berkembang dengan cukup baik tetapi tidak sebaik tanaman kakao 1, 2, dan 3.  Pada tanaman kakao 4 dan 5 ini banyak ditemukan hama. Terdapat ulat kantong, kutu putih (Pseudococcus), Toxoptera aurantii, Sanurus indecora, dan Lawana candida.  Gejala sarangan akibat kutu putih paling terlihat pada daun kedua tanaman ini.  Hampir seluruh daun tanaman berwarna hitam akibat ditumbuhi embun jelaga.  Embun jelaga muncul karena adanya madu yang dihasilkan oleh kutu putih.  Embun jelaga tumbuh tebal pada permukaan daun kakao ini.  Hal ini menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis. Sehingga wajar saja jika pembentukan Bunga maupun buah tanaman kakao 4 dan 5 tidak sebaik tanaman 1, 2, dan 3.
Pada tanaman kakao 4 dan 5 ini ditemukan adanya kumbang kubah.  Meskipun demikian, populasi kutu putih tetap saja sangat banyak.  Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan ekosistem pada pertanaman kakao di samping Laboratorium Agronomi.
Uraian mengenai hama dan predator yang ditemukan pada pengamatan 5 tanaman kakao akan dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1 Pseudococcus citri
Pseudococcus citri  memiliki nama umum kutu putih. Hama ini masuk dalam ordo Homoptera, family Pseudococcidae. Selain menjadi hama pada tanaman kakao, kutu putih juga dapat menyerang tanaman manggis, jeruk, jambu biji, anggur, dan sirsak.
Kutu berbentuk oval dan pada bagian punggungnya terdapat garis-gaaris yang diselimuti lapisan lilin tipis. Nimfa muda sangat aktif bergerak dan bergerombol selama 4 minggu pertama. Nimfa menjadi dewasa setelah 37-50 hari. Sebanyak 270 embrio berkembang dalam tubuh induknya, tetapi yang berhasil menjadi dewasa hanya 30 ekor. Kutu jantan sangat jarang dijumpai. Kutu ini berkembang biak secara parthenogenesis.
Kutu putih ini merusak penampilan buah. Kutu muda hidup dan menghisap cairan kelopak bunga, tunas atau buah muda. Tunas bunga, bunga, dan buah muda yang terserang akan mengering dan gugur. Buah - buah yang sudah dewasa dan masak tidak gugur tetapi akan mengalami hambatan pertumbuhan sehingga berkerut dan masak sebelum waktunya. Pemencaran secara cepat kutu ini dibantu oleh semut gramang dan angin. Peningkatan pupolasi dipengaruhi oleh kelembaban relatif pada siang hari berada dibawah 70 %.
Kutu dewasa mengeluarkan semacam tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya.  Pada fase dewasa, kutu putih mengeluarkan sejenis cairan gula yang biasanya akan didatangi semut hitam. Pengaruh kutu putih, jelaga hitam dan semut ini membuat penampilan buah jelek, walaupun sebenarnya rasa buah tidak terlalu dipengaruhi.
Pengamatan dilakukan pada tunas, kelopak bunga, dan buah mulai pembentukan tunas baru, pembungaan, dan pembentukan buah dengan melakukan pengamatan keberadaan kutu dan intensitas serangannya Cara kultur teknis dengan mengurangi kepadatan tajuk agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi; dan mengurangi kepadatan buah. Cara kimiawi dengan memberikan kapur anti semut agar semut tidak mendekat; dan menyemprotkan insektisida dan fungisida (bila ada jelaga hitam) yang efektif (Rizky, 1970).

3.2.2 Toxoptera aurantii
Hama ini termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Homoptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili            Aphidoidea, famili Aphididae, dan Genus Toxoptera. Nimfa Toxoptera aurantii yang baru lahir ditemukan berkelompok bersama induknya. Kutu daun hidup berkoloni, memiliki mobilitas yang rendah dan akan melakukan penyebaran seiring dengan terbentuknya sayap apabila pada suatu koloni mempunyai populasi yang tinggi. Perkembangan kutu ini tergantung pada temperatur. Pada temperatur 25oC dalam 1 siklus hidup diperlukan sedikitnya 6 hari. Pada temperatur yang lebih dingin (di bawah 15oC) dalam 1 siklus hidup memerlukan waktu selama ± 20 hari. Temperatur yang lebih tinggi akan mengurangi tingkat perkembangan. Kutu imago berwarna hitam, menghasilkan keturunan dengan cara beranak (tidak bertelur) berupa nimfa.  Kutu ini memiliki tubuh yang lunak dengan panjang 1-6 mm, mobilitas rendah dan hidup berkoloni (Deptan, 2013).  Kutu tidak mengalami metamorfosis sempurna.  Serangga betina dewasa langsung mengeluarkan nimfa saat melahirkan.

Terdapat empat tahap nimfa dari serangga ini. Tahap pertama memiliki panjang sekitar 0,07 cm dan pada nimfa nimfa instar empat panjangnya sekitar 1,5 cm. Nimfa dari serangga ini tidak memiliki sayap dan berwarna kecoklatan. Betina akan menghasilkan keturunan segera setelah menjadi imago. Serangga ini dapat menghasilkan 5-7 nimfa per hari. Selama hidupnya seekor betina dapat menghasilkan nimfa sekitar 50 nimfa per betina.

Pada imago hanya ditemukan jenis kelamin betina, yang berbentuk oval hitam mengkilat, mempunyai warna hitam kecoklatan atau coklat kemerahan. Kutu ini terkadang ditemukan memiliki sayap, namun ada juga yang tidak memiliki sayap. Adanya imago yang bersayap tergantung pada kepadatan populasi dan umur daun. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan, apabila makanan kurang tersedia maka banyak ditemukan kutu ini bersayap untuk mempermudah mobilitasnya. Namun, bila pakan tersedia cukup banyak, maka kutu ini tidak membentuk sayap  (Deptan, 2013).
Imago yang bersayap cenderung mempunyai perut lebih gelap dan lebih tipis. Setelah imago ukuran tubuhnya panjang ± 0,2 cm dan lebar ± 0,1 cm, memiliki antena. Kutu ini berkembangbiak secara seksual atau aseksual, menetap atau berpindah-pindah tempat. Pada daerah tropis yang perbedaan musimnya kurang tegas, kutu ini tinggal pada inang selama setahun sebagai betina yang vivivar partenogenesis. Setelah imago, mereka akan berpindah tempat untuk membentuk koloni baru dan melanjutkan keturunan. Kutu daun ditemukan membentuk koloni pada bagian pucuk atau pustul bunga dan sering ditemukan pada bagian bawah daun.
Selain kakao, kutu daun hitam memiliki lebih dari 120 inang, antara lain tanaman kamelia, kopi, teh, kina, bunga sepatu, makadamia, mangga, jeruk, dan anggrek. Serangan kutu ini dapat terjadi pada pembibitan maupun saat tanaman telah besar.  Kutu ini menyerang dengan cara mengisap cairan daun tanaman inang yang masih muda, buah muda, dan bunga. Serangan ini menyebabkan tanaman menjadi deformasi, daun menggulung dan layu, serta dalam beberapa kasus, terbentuk gelembung udara (pustul) pada daun.
Hama ini berkumpul pada pucuk muda, kuncup bunga dan bagian bawah daun muda. Pada pembibitan, kutu daun hitam ini dapat menjadi hama penting, karena dapat menghambat pertumbuhan pucuk tanaman. Kutu ini mempunyai tubuh yang lunak seperti wereng, kutu putih dan kutu-kutu lainnya yang dapat menghasilkan embun madu (Deptan, 2013).
Gejala serangan dijumpai adanya embun madu yang dihasilkan kutu melapisi permukaan daun dan dapat merangsang pertumbuhan bagi jamur (embun jelaga). Jamur ini dapat membuat daun menjadi berwarna hitam, sehingga aktivitas fotosintesis terganggu. Apabila terjadi sangat lama, maka jamur tersebut akan sulit sekali menghilangkannya. Kutu ini juga mengeluarkan toksin melalui salivanya sehingga menimbulkan gejala kerdil, deformasi dan terbentuk puru pada helaian daun. Selain itu kutu daun hitam dapat menjadi vektor penyakit yang disebabkan oleh virus. Serangan penyakit oleh virus lebih merugikan bila dibandingkan dengan kerusakan langsung yang diakibatkan oleh serangga ini.

Tinggi rendahnya populasi kutu hitam ini tidak lepas oleh pengaruh lingkungan, seperti musim. Pada musim kemarau populasi kutu daun hitam cenderung tinggi, sebaliknya pada musim hujan populasi akan menurun. Pada tanaman kakao, kutu daun hitam berasosiasi dengan semut merah, sehingga penyebarannya juga dibantu oleh semut ini. Kutu daun hitam menghasilkan embun jelaga atau madu yang disukai oleh semut merah. Keberasaan semut ini memberi keuntungan pada buah kakao.  Adanya kutu daun hitam yang berasosiasi dengan semut akan mencegah peletakkan telur dari hama penggerek buah kakao (Deptan, 2013).
Selain penyebarannya dibantu oleh semut, juga dipengaruhi oleh arah angin. Kutu daun hitam yang telah membentuk sayap untuk melakukan penyebaran akan berpindah tempat mengikuti arah angin. Selain ditemukan pada daun muda, juga ditemukan pada bunga dan bakal buah kakao yang baru muncul (berukuran panjang 0,3 cm dan lebar 0,2 cm).
Seperti hama lain pada umumnya, kutu hitam ini dikendalikan secara kultur teknis, mekanis, hayati (biologi) , dan kimia. Namun pengendalian yang populer akhir-akhir ini adalah pengendalian dengan musuh alami. Adanya musuh alami yang terdapat dilapang akan menjaga populasi serangga ini sampai dibatas ambang kendali. Pengendalian biologi dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti predator dari famili Syrphidae, Menochillus sp., Scymnus sp. (Coccinelidae), Crysophidae, Lycosidae dan parasitoid Aphytis sp. Tindakan utama yang harus dilakukan terhadap populasi hama kutu daun hitam adalah monitoring pada tunas-tunas muda. Pengendalian dilakukan apabila populasi hama dinilai sudah menghambat atau merusak pertunasan. Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama ini jarang dilakukan (Deptan, 2013).

3.2.3 Tupai (Bajing)
Tupai termasuk hewan pengerat yang menyebabkan banyak kerugian ekonomi bagi pertanaman kakao. Hewan ini menyerang bagian buah kakao. Serangan hama ini dapat menyebabkan kerugian hingga 100%.  Gejala serangan tupai umumnya dijumpai pada buah yang sudah masak karena tupai hanya memakan daging buah, sedangkan bijinya tidak dimakan. Pada umumnya, di bawah buah yang terserang tupai selalu berceceran biji-biji kakao.  Tupai mejadi  sangat merugikan apabila biji-biji tadi tidak dikumpulkan (Lala, 2013).
Pengendalian hama ini dapat digunakan umpan berupa air yang diletakkan di dekat tanaman kakao. Air ini telah diberi rodentisida. Pengendalian dengan cara mekanis dilakukan dengan membuat perangkap seperti perangkap pada tikus. Selain itu, petani di Sumatera Barat ada pula yang mengendalikan hama ini dengan mengoleskan balsam yang telah dicampur degan minyak pada buah kakao. Kakao tidak akan mau memakan buah ini karena mulutnya akan terasa panas.

3.2.4 Ulat Kantong
Ulat kantung termasuk ke dalam ordo Lepidoptera, famili Psychidae. Secara umum, larva ulat kantung membuat kantung dari partikel daun, pasir, atau ranting-ranting dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Kantung akan semakin membesar seiring dengan pertumbuhan larva. Pada kantung terdapat dua lubang, yaitu lubang anterior dan posterior. Pada saat makan atau berpindah tempat, larva akan mengeluarkan kepala dan tungkai asli yang terdapat pada toraks melalui lubang anterior, sedangkan feses akan dikeluarkan melalui lubang posterior (Kalshoven, 1981). Ukuran kantung berkisar antara 1-15 cm pada beberapa spesies di daerah tropik. Setiap spesies akan membuat kantung yang khas baik dalam ukuran, bentuk, maupun komposisinya, sehingga kantung yang berbeda-beda ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu spesies ulat kantung.
Larva yang baru menetas dari telur terkadang akan memakan induknya yang telah mati atau telur lainnya yang tidak menetas.  Larva yang telah menetas akan segera keluar dari kantung induknya melalui lubang posterior secara bersamaan.  Larva instar awal akan tinggal pada pertanaman tempat larva tersebut keluar atau menyebar melalui angin. Setelah larva keluar dari kantung induknya, maka larva segera membuat kantungnya sendiri, karena jika kantung tidak segera dibuat maka larva tersebut akan mati.  Larva akan mulai makan setelah kantung selesai dibuat untuk melindungi dirinya.  Ulat kantung termasuk dalam serangga yang memiliki inang yang luas atau polifag. Namun hal ini tidak menjamin bahwa larva yang baru menetas dapat hidup ketika larva pindah pada inang yang lain.  Larva sering mati ketika berpindah pada tanaman yang baru.  Hal ini dapat terjadi karena kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan masih rendah (Rhainds dkk. 2009).
Menjelang berubah menjadi pupa, larva akan menutup rapat lubang anterior dan menggantungkan diri pada tempat dia hidup. Selanjutnya, larva akan membalik posisinya di dalam kantung, dengan mengubah posisi kepala yang sebelumnya berada dibagian anterior menjadi berada dibagian posterior kantung.  Larva yang tidak mengubah posisinya sebelum menjadi pupa, biasanya gagal keluar menjadi imago.  Larva Brachygyna incae tidak mengubah posisinya sebelum menjadi pupa, sehingga imago keluar bukan dari bagian posterior melainkan dari bagian subapikal kantung.  Pupa jantan bertipe obtekta dengan embelan yang melekat sedangkan pupa betina berbentuk vermiform.  Larva yang akan menjadi imago betina memilih tempat yang cocok untuk berubah menjadi pupa, sehingga saat menjadi imago betina akan mudah ditemukan oleh jantannya untuk kopulasi.  Larva yang akan menjadi imago jantan tidak melakukan hal tersebut, karena imago jantan memiliki sayap sehingga memudahkan mencari imago betina atau berpindah tempat (Rhainds dkk, 2009).
Pada beberapa spesies seperti Manatha taiwana, pada lubang posterior akan keluar eksuvia dan perilaku seperti ini hanya terjadi pada pupa jantan.  Imago jantan yang muncul berupa ngengat yang bersayap, memiliki antena dengan tipe bipektinat, tungkai yang relatif panjang dan alat mulut yang tereduksi. Imago betina yang muncul tidak memiliki sayap dan tungkai (Rhainds dkk, 2009). Jumlah telur yang dihasilkan oleh betina dari setiap spesies sangat bervariasi. Mahasena corbetti menghasilkan sekitar 3000 telur per imago betina. Pada Eumeta variegata, telur yang dihasilkan sekitar 450 telur sedangkan Metisa plana menghasilkan 100-300 telur. Suparno (2004) melaporkan bahwa setelah dilakukan pembedahan, di dalam abdomen imago betina Pteroma pendula terdapat 44 butir telur yang belum menetas. Imago betina meletakkan telur di dalam kantungnya kemudian menjatuhkan diri ke tanah.
Ulat kantung menyukai daun-daun yang telah tua. Ulat pada stadia muda akan memakan epidermis permukaan atas daun dan menimbulkan gejala gigitan berbentuk bulat. Pada mulanya bekas gigitan ulat tersebut berwarna hijau, tetapi lama kelamaan akan mengering dan berwarna merah kecoklatan. Oleh karena itu, apabila populasi ulat tinggi, daun-daun akan terlihat mengering. Ulat instar terakhir dapat memakan seluruh jaringan daun, sehingga daun terlihat berlubang-lubang. Adanya lubang pada daun yang baru membuka menunjukkan tanda bahaya akan terjadi ledakan populasi hama. Kerusakan berat menyebabkan daun mati dan hanya tertinggal tulang daun saja. Pada populasi tinggi daun-daun akan terlihat mengering, dan dapat menurunkan hasil sampai 40%.
Tindakan pertama yang perlu dilakukuan dalam pengendalian ulat kantong adalah monitoring populasi ulat. Jika populasinya sudah berada pada tahap merugikan barulah tindakan pengendalian harus dilakukan. Pengendalian terbaik adalah dengan melakukan teknik pengendalian teradu, yaitu memadukan jenis-jenis pengendalian yang ada. Seperti, pengendalian mekanik dengan mengumpulkan ulat-ulat kantong yang ada kemudian dibakar, pengendalian secara kimia menggunakan insektisida, dan pengendalian biologi menggunakan musuh alami. Musuh alami ulat kantong sangat banyak, di antaranya yaitu Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae),  burung, parasitoid Ordo Diptera Famili Tachinidae (Nealsomyia rufella dan Exorista psychidarum), dan nematoda entomophagous juga ditemukan sebagai musuh alami (Kalshoven, 1981). Brachymeria sp. (Hymenoptera: Chalcididae), N. rufella, E. psychidarum, beberapa spesies dari Tachinidae dan Sarcophagidae lainnya, N. rufella,Thyrsocnema caudagalli (Diptera: Tachinidae) dan parasitoid Apanteles metesae (Hymenoptera: Braconidae) juga menjadi musuh alami hama ini.

3.2.5 Sanurus indecora
Sanurus indecora  digolongkan dalam berada fllum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Hemiptera, famili Flatidae, dan genus Sanurus. Sayap hama ini berwarna hijau dengan pinggiran berwarna merah muda. Pada kepala terdapat sepasang mata majemuk berwarna coklat gelap.  Panjang dari ujung kepala sampai ujung sayap sekitar 8 – 10 mm.  Pada waktu hinggap, sayap menutup tubuh dengan posisi tegak ke bawah.  Pada tegmen (sayap depan) kadang-kadang terlihat garis merah di sepanjang tepinya.  Periode imago (serangga dewasa) berlangsung 5 – 6 hari (Mardiningsih dkk, 2004).
Telur S. indecora diletakkan secara berkelompok 30 – 80 butir, ditutupi lapisan lilin berwarna putih atau kuning pada permukaan bawah daun, tangkai daun dan atau pada tangkai pucuk. Periode telur berlangsung sekitar 6 - 7 hari. Telur berwarna putih, mendekati menetas berwarna coklat, berbentuk menetas berwarna coklat, berbentuk oval dengan panjang 0,95–1,09 mm dan lebarnya 0,37–0,47 m.

Nimfa berwarna krem, seluruh tubuhnya tertutup oleh tepung lilin berwarna putih, jika dipegang terasa lengket. Baik nimfa maupun imago bersifat tidak aktif bergerak, mereka akan meloncat atau terbang tidak terlalu jauh apabila terganggu. Dalam satu karangan bunga bisa mencapai 80 ekor atau lebih.  Periode nimfa berlangsung 42 – 49 hari.

Baik nimfa maupun imago merupakan serangga yang menusuk dan mengisap cairan tanaman. Pada bekas tusukan nimfa dan imago yaitu pada pucuk dan tangkai bunga tampak titik-titik hitam yang agak menonjol seperti bisul, bila dibelah akan tampak bahwa bekas tusukannya tembus mencapai jaringan floem dan xylem sehingga mengganggu zat hara menuju ke bunga yang berakibat pada menurunnya hasil. Pada populasi tinggi, serangan S. indecora terutama pada tangkai bunga dan bunga, mengakibatkan bagian terserang cepat kering sehingga bunga tidak dapat menjadi buah. Keberadaan S. indecora pada populasi tinggi dapat menyebabkan terhalangnya serangga penyerbuk melakukan aktivitas penyerbukan. Selain itu, permukaan daun banyak ditumbuhi cendawan jelaga karena adanya embun madu yang dihasilkan oleh S. indecora (Mardiningsih dkk, 2004).

3.2.6 Lawana candida
Hama ini masuk dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Hemiptera, famili Flatidae, dan genus Lawana.  Bentuk tubuh Lawana candida menyerupai ngengat, berwarna putih, pada sayapnya terdapat garis atauncorak kekuningan. Hama ini mempunyai gerakan yang cepat ketika melompatdan terbang untuk melindungi dirinya atau menjauhi ancaman. Imago Lawana candida  bukan ancaman sebenarnya bagi tanaman kakao tetapi nimfa yang merupakan wujud serangga pradewasa yang merupakan ancaman bagi tanaman kakao. Pada fase hidupnya, nimfa muncul dari fase telur yang akan memenuhi tunas muda tanaman seperti butiran-butiran putih yang sebenarnya adalah nimfa yang terbungkus lapisan lilin tebal. Nimfa Lawana candida rakus yang akan cairan tanaman. Dalam  beberapa hari, tunas daun muda akan rontok menyisakan pucuk-pucuk tunas tanpa daun yang terhambat perkembangannya.
Serangan hama ini terjadi pada musim kemarau, sekitar bulan Juni-Oktober. Pada saat musim hujan, serangan Lawana candida mulai berkurang. Serangan Lawana candida tampak pada tunas-tunas muda dan tangkai bunga, yang kemudian menyisakan bercak-bercak nekrosis pada tunas daun dan bakal buah yang rontok, kering karena kehabisan cairan.
Pengendalian hama ini dapat menggunakan cara manual mengunakan sikat gigi dan air sabun untuk membersihkan tunas tanaman yang terserang sebelum memutuskan untuk menggunakan pestisida sistemik maupun pestisida kontak. Pestisida sistemik maupun pestisida kontak yaitu dengan pengaplikasian pestisida kontak seperti Decis, Curacon, dan Sidacron, perlu ditambahkan cairan perekat pada pestisida kontak, yang berguna untuk memastikan cairan dapat menembus lapisan lilin tebal pada tubuh nimfa Lawana candida. Cairan perekat seperti LP-Stick akan menghilangkan tegangan permukaan dari larutan pestisida akan membuat larutan mampu menembus lapisan lilin tebal nimfa Lawana Candida. Selain itu, penggunaan agensi hayati seperti jamur Massospora dan Beauveria bassiana (BB) dapat digunakan dalam pengendalian serangan hama Lawana candida. Jamur BB merupakan pestisida organik bersifat sistemik dan kontak, yang akan membunuh Lawana candida dari luar maupun dari dalam tubuh (Yuda, 2012).

3.2.7 Kumbang Kubah
Kumbang kubah digolongkan dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo  Coleoptera, famili Coccilinedae dan genus Epilachna.  Kumbang ini biasanya meletakkan telur di tanaman di mana ada kutu daun.  Kelompok 50 butir telur atau lebih diletakkan tidak beraturan, pada daun atau ranting.  Larva setiap jenis memiliki warna berbeda, tapi mirip dengan dewasa.  Kumbang hitam berbintik merah mempunyai larva abu-abu tua dengan tanda merah. Larva kumbang ini termasuk larva yang rakus. Ratusan kutu daun dimakan tiap hari.  Kepompong menyerupai kumbang dewasa yang terletak pada tanaman.  Kumbang dewasa mudah diketahui dari bentuknya yang bulat dan mengkilat seperti helm kecil.

Kumbang ini berukuran kecil: hanya 7–8 mm. Tapi rakus dalam memakan kutu daun.  Pada malam hari, kumbang banyak dijumpai pada bunga kapas atau daun di sekitarnya teramasuk daun tanaman kakao. Kumbang dewasa akan mencari makan setelah matahari terbit.  Kalau menemukan kutu daun, ia tetap di sana dan mulai makan.  Kumbang kubah dipergunakan sebagai musuh alami. Pemilik rumah kaca memakai kumbang untuk mengendalikan kutu daun dan kutu kebul di tanamannya (Mamud, 2000).













IV.   KESIMPULAN


Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.    Hama yang menyerang kakao antara lain Pseudococcus (kutu putih), Lawana candida, Sanurus indecora, Toxoptera aurantii, tupai, dan ulat kantong.
2.    Predator yang ditemukan adalah kumbang kubah.
3.    Hama pada tanaman kakao menyebabkan kerusakan pada buah kakao dan menghambat proses fotosintesis.
4.    Setiap hama memiliki musuh alami yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bentuk pengendalian hayati.
5.    Tidak terjadi keseimbangan antara hama dan musuh alami pada tanaman kakao yang diamati.




DAFTAR PUSTAKA


Deptan. 2013. Kutu Daun Hitam pada Tanaman Kakao. http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpambon/berita-207-kutu-daun-hitam-pada-tanaman-kakao-.html. Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 04.48 WIB.
Kalshoven, L. G. E. 1981. The pests of crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Ichtiar Baru-van Hoeve. Jakarta. Terjemahan dari De Plagen van de Culturagenuassen in Indonesia.
Lala, Adi. 2013. Hama pada Tanaman Kakao/Coklat dan Langkah-Langkah Mengatasinya.  http://daunbaru86.blogspot.com/2013/05/hama-pada-tanaman-kakaocoklat-dan.html. Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 05.28 WIB.
Mamud. 2000. Hama-Hama dan Musuh Alami. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Direktorat Proteksi Tanaman Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Mardiningsih, T.L, B. Barimbing dan Hadad, E.A. 2004. Hama yang menyerang 12 nomor harapan bibit jambu mente (Anarcadium occidentale). Prosiding Seminar Nasional III PEI Cabang Bogor.
Rhainds M, Donald RD, Peter WP. 2009. Bionomics of Bagworms (Lepidoptera: Psychidae). Annu Rev Entomol 54.
Rizky, Muhammad. 1970. Pseodococcus spp. (Kutu Putih).  http://www.labscor ner.org/opt/kb/index.php?comp=home.detail.98.  Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 05.09 WIB.
Setyolaksono, M P. 2013. Ulat Kantong pada Kakao. ditjenbun.deptan.go.id/ bbpptpambon/berita-271-ulat-kantung-pada-tanaman-kakao.html. Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 07.32 WIB.
Suparno, H. 2004. Biologi dan perilaku ulat kantung Pteroma pendula Joannis (Lepidoptera: Psychidae) pada tanaman jambu biji (Psidium guajava L.). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia. 2013. Kakao. http://id.wikipedia.org/wiki/Kakao. Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 10.59 WIB.
Yuda. 2012. Lawana candida. http://www.lembahpinus.com/index.php/ component/content/article/20-hama-penyakit/563-lawana-candida. Diakses pada 08 Desember 2013. Pukul 15.02 WIB.

























LAMPIRAN















Dokumentasi Kegiatan
Description: I:\Received\20131203_022920.jpg
Gambar 1. Bunga kakao


Description: I:\Received\20131203_022845.jpg
Gambar 2. Bunga kakao yang baru menjadi buah
Description: I:\Received\20131203_023040.jpg
Gambar 3. Buah kakao yang belum matang
Description: I:\Received\20131203_023013.jpg
Gambar 4. Serangan kutu hitam (Toxoptera aurantii)

Description: I:\Received\20131203_023121.jpg
Gambar 5. Kondisi batang kakao

Description: I:\Received\20131203_023225.jpg
Gambar 6. Lawana candida pada ranting tanaman kakao
Description: I:\Received\20131203_023240.jpgGambar 7. Asosiasi Pseudococcus citri dengan semut pada pucuk tanaman

Description: I:\Received\20131203_023656.jpg
Gambar 8. Asosiasi Pseudococcus citri dengan semut pada pangkal buah kakao
Description: I:\Received\20131203_023706.jpg
Gambar 9. Ulat kantong pada bantang kakao

Description: I:\Received\20131203_023815.jpg
Gambar 10. Buah kakao yang terserang tupai
Description: I:\Received\20131203_024049.jpg
Gambar 11. Buah kakao yang terserang kutu putih

Description: I:\Received\20131203_024539.jpg
Gambar 12. Buah kakao yang terserang kutu putih hingga buah menghitam
Description: I:\Received\20131203_024711.jpg
Gambar 13. Kutu putih pada permukaan belakang daun

Description: I:\Received\20131203_024858.jpg
Gambar 14. Nimfa Sanurus indecora pada permukaan belakang daun
Description: I:\Received\20131203_025120.jpg
Gambar 14. Kumbang kubah pada buah kakao yang terserang kutu putih

Description: I:\Received\20131203_025218.jpg
Gambar 15. Kutu putih (Pseudococcus citri) pada pucuk tanaman kakao
Description: I:\Received\20131203_025327.jpg
Gambar 16. Embun jelaga akibat madu yang dihasilkan Kutu putih (Pseudococcus citri)
Description: I:\Received\20131203_030103.jpg
Gambar 15. Sanurus indecora (lingkaran merah) dan Lawana candida (lingkaran hitam)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

PENGAMBILAN CONTOH TANAH UTUH UNTUK PENETAPAN KERAPATAN ISI DAN RUANG PORI TOTAL (POROSITAS) TANAH

PENGAMBILAN CONTOH TANAH UTUH UNTUK PENETAPAN KERAPATAN ISI DAN RUANG PORI TOTAL (POROSITAS) TANAH (Laporan Dasar-Dasar Ilmu Tanah) JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013