Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

Laporan Kemiringan Lereng



I.                   PENDAHULUAN




1.1              Latar Belakang
Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.  Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.  Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.  Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng (length,) dan kemiringan lereng (slope).

Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.  Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.  Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.

Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.  Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff.  Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi.  Selain itu partikel tanah yang terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 2000).  Tentunya, derajat kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat tofografi yang dapat mempengaruhi besarnya erosi tanah. Semakin curam dan semakin panjang


lereng maka makin besar pula aliran permukaan dan bahaya erosi semakin tinggi.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui sudut kemiringan lereng agar dapat mengantisipasi kemungkinan erosi yang terjadi, sehingga tidak berdampak pada pengelolaan lahan pertanian yang kita usahakan.

1.2              Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah
  1. Mengetahui cara dan alat untuk mengukur kemiringan lereng.
  2. Mengukur sudut lereng dengan berbagai alat pada berbagai kemiringan.
  3. Membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan berbagai alat. 


------------------------------------


II.                TINJAUAN PUSTAKA




Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.  Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff.  Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi.  Selain itu partikel tanah yang terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 2000).

Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff.  Kemiringan lereng (slope) merupakan suatu unsur topografi dan faktor erosi.  Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi diberbagai tempat yang disebabkan oleh gaya-gaya eksogen dan endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik di atas permukaan bumi (Kartasapoetra, 1986).

Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng dalam persen atau derajat.  Dua titik yang berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter membentuk lereng 10 %.  Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45 derajat.  Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar energi angkut air.  Jika kemiringan lereng semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak.  Hal ini disebabkan gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin banyak.  Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali

lebih curam, maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak (Arsyad, 2000).

Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang lereng.  Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%).  Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal.  Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).

Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya berat dalam memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng semakin besar pula.  Jika proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih dari 8%, maka aliran permukaan akan semakin meningkat dalam jumlah dan kecepatan seiring dengan semakin curamnya lereng.  Berdasarkan hal tersebut, diduga penurunan sifat fisik tanah akan lebih besar terjadi pada lereng 30-45%.  Hal ini disebabkan pada daerah yang berlereng curam (30-45%) terjadi erosi terus menerus sehingga tanah-tanahnya bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi, serta porositas tanah yang rendah dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam.  Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut (Hardjowigeno, 1993).

Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama disemua tempat, hal ini disebabkan karena faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda di setiap tempat.  Keadaan topografi dipengaruhi oleh iklim terutama oleh curah hujan dan temperatur (Salim, 1998).

Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk perencanaan dan pelaksanaan berbgai kebutuhan pembangunan, terutama dalam bidang konservasi tanah dan air antara lain sebagai suatu faktor yang mengendalikanerosi dan menentukan kelas kemampuan lahan.  Besar kemiringan lereng yang dinyatakan dalam satuan derajat (0) atau (%).  Untuk menetukan besar kemiringan lereng dapat diukur melalui beberapa metode atau alat antara lain dengan metode alat tipe A (ondol-ondol), abney level, dan clinometer (Saleh, 2010).


-----------------------------------------


III.             METODOLOGI




3.1              Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah air, kertas catatan, patok kayu, dan patok bambu (panjang 1 m).

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meteran, alat ukur tipe A, selang air, spidol, kalkulator, dan alat tulis.

3.2              Prosedur Kerja
  1. Pengukuran kemiringan lereng dengan selang air
1.      Selang air yang panjang diisi dengan air secukupnya.
2.      Ditentukan bidang tanah yang akan diukur kemiringan lerengnya.
3.      Selang air dibentangkan pada bidang yang akan diukur kemiringannya, sehingga tampak seperti membentuk huruf  U.
4.      Diukur ketinggian permukaan air dikedua ujung selang, dengan ketinggian air yang lebih rendah sebagai H0 dan ketinggian air yang lebih tinggi sebagai H1.
5.      Diukur jarak antar ujung selang, sebagai nilai X.
















H1
 




 






 



6.      Dihitung % kemiringan lahan dengan rumus:
Keterangan :
α  = kemiringan lereng (%)
Y = selisih H0 dan H1 (cm)
X = jarak antara H0 dan H1 (cm)

  1. Pengukuran kemiringan lereng dengan alat tipe A
1.      Disiapkan alat-alat yang dibutuhkan, yaitu alat tipe A dan patok-patok kayu.
2.      Tegakkan alat tipe A di lokasi yang kira-kira memiliki kemiringan lereng yang sama.
3.      Pada tengah alat, dipasang tabung kecil berisi air.


 



4.      Kemiringan yang sama dapat dilihat dari gelembung udara yang ada di tengah tabung air tersebut.
5.      Beri patok pada titik-titik yang memiliki kontur yang sama.
6.      Patok tersebut dapat membantu menentukan peta kontur lahan yang diamati.


-----------------------------------------------


IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN




4.1              Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:
H0 (cm)
H1 (cm)
X (cm)
Y (cm)
Kemiringan Lereng (%)
22,5
48
270
25,5
9,4


4.2              Pembahasan
Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk perencanaan dan pelaksanaan berbagai kebutuhan pembangunan, terutama dalam bidang konservasi tanah dan air antara lain sebagai sebagai suatu faktor yang mengendalikan erosi dan menentukan kelas kemampuan lahan.

Dalam peta topografi dan peta-peta serbaguna, penyajian relief dari permukaan bumi sangat penting karena dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang permukaan bumi tersebut.  Untuk peta-peta teknis (seperti peta untuk perencanaan pekerjaan teknik sipil), keakuratan dalam penyajian data relief tersebut sangat penting karena peta tersebut dapat diperkirakan volume secara seluruh pekerjaan fisik.  Relief permukaan bumi dapat digambarkan pada peta dengan berbagai bentuk/simbol seperti kontur, warna ketinggian, dan bayangan gunung.  Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama.  Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara relatif maupun absolut. 


Informasi relief ini diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur secara renggang.  Informasi relief secara absolut diperlihatkan dengan cara menuliskan nilai kontur yang merupakan ketinggian garis tersebut diatas suatu bidang acuan tertentu.  Bidang acuan yang umum digunakan adalah bidang permukaan laut rata-rata.  Untuk dapat menggambarkan bentuk relief permukaan bumi secara akurat, dapat ditempuh dengan menggambarkan garis kontur secara rapat sehingga relief yang kecil pun dapat digambarkan dengan baik.  Untuk itu, interval kontur harus dibuat sekecil mungkin (Purwohardjo, 1986).

Untuk mengetahui atau menentukan besar kemiringan data diukur dengan melalui beberapa metode atu alat antara lain dengan alat tipe A (ondol-ondol), abney level dan clinometers.  Selain itu, dapat digunakan alat yang sangat sederhana, yaitu selang yang diisi air.  Pada praktikum ini, digunakan alat tipe A untuk mengetahui garis kontur, dan selang air untuk mengukur kemiringan lereng.

Alat tipe A atau yang sering disebut dengan ondol-ondol merupakan suatu alat sederhana pengukuran kemiringan lereng.  Alat ini terbuat dari dua potong bambu atau kayu yang diikat longgar pada dua ujungnya sehingga mudah digerakkan.  Di bagian tengah alat dipasang suatu kayu penyangga melintang sehingga bentuknya persis seperti huruf A.  Alat ini dilengkapi dengan beberapa tambahan seperti benag gandulan atau tabung waterpas sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemiringan suatu tempat.

Pengukuran dengan alat tipe-A lebih mudah digunakan tapi jauh lebih rumit dalam pengelolaan datanya, karena yang didapatkan dari pengukuran hanya berupa jarak dari satu titik ke titik lainnya.  Untuk mendapatkan nilai derajat dan persentasenya masih harus dimasukkan kedalam persamaan.  Dengan alat tipe A ini, dapat diketahui garis-garis dalam peta kontur.

Pada pengukuran kemiringan dengan selang air, diperoleh nilai H0 sebesar 22,5 cm, H1 sebesar 48 cm, dan X sebesar 270 cm.  Data tersebut digunakan untuk menghitung nilai Y dan kemiringan lereng.  Setelah dilakukan perhintungan, diperoleh nilai Y sebesar 25,5 cm dan kemiringan lereng sebesar 9,4 %.

Pengukuran dengan selang lebih dapat memberikan hasil kemiringan yang pasti dan mudah untuk dihitung.  Alatnya pun sangat sederhana, namun kurang efektif untuk mengukur kemiringan dalam skala lahan yang luas.

Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang lereng.  Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%).  Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal.  Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).

Berdasarkan penghitungan, diketahui bahwa persen kemiringan lereng yang diukur adalah sebesar 9,4%.  Persentase ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut masih tergolong landai, sehingga erosi yang terjadi termasuk masih rendah juga.


-------------------------------------


V.                KESIMPULAN




Berdasarkan pambahasan pada bab sebelumnya, dapat dimabil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui atau menentukan besar kemiringan data diukur dengan melalui beberapa metode atu alat antara lain dengan alat tipe A (ondol-ondol), abney level dan clinometers.
  2. Pengukuran dengan alat tipe-A lebih mudah digunakan tapi jauh lebih rumit dalam pengelolaan datanya, karena yang didapatkan dari pengukuran hanya berupa jarak dari satu titik ke titik lainnya.
  3. Pengukuran dengan selang lebih dapat memberikan hasil kemiringan yang pasti dan mudah untuk dihitung.  Alatnya pun sangat sederhana, namun kurang efektif untuk mengukur kemiringan dalam skala lahan yang luas.
  4. Persen kemiringan lereng yang diukur adalah sebesar 9,4%.  Persentase ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut masih tergolong landai, sehingga erosi yang terjadi termasuk masih rendah juga.

 ----------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA




Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Kartasapoetra, A. Gunarsih. 1986. Klimatologi: Pengaruh Iklim TerhadapTanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Purwohardjo, U.U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C-Pengukuran Topografi. Jurusan Teknik Geodesi ITB. Bandung.

Saleh, Busri (2010) Perbaikan struktur tanah pada lahan sangat curam dengan menggunakan teknik hidrosiding lumut daun dan bahan pembenah tanah. JIPI 12 (1). pp. 1-6.

Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Wiradisastra. 1999. Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
































Komentar

iakovjacci mengatakan…
Stainless Steel Racket for the TINY MEMBERS - TITIAN
In titanium build fact, this is a ford transit connect titanium highly durable, titanium headers lightweight, lightweight, lightweight, dei titanium exhaust wrap durable racket for the TINY MEMBERS. It's simple, nano titanium by babyliss pro effective, and lightweight.

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>