Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

Tentang Kita : (3) Bahasa

Meski masih di Indonesia, ternyata kami berada di belahan bumi yang berbeda. Waktu di sini lebih cepat 2 jam dari tempat asalku di Lampung. Kenyataan ini membuatku sering roaming waktu, pukul 24.00 pun rasanya masih pukul 22.00, tidak ada rasa kantuk sama sekali. Bukan hanya soal waktu, aku pun masih sering lola (loading lama) jika bicara dengan orang asli Maluku. Untungnya kami bertemu Malaikat Bahasa, Bu Robert Toby, satpam BRI yang terletak di depan penginapan kami. Bu Obet, begitu sapaan akrab kami dengannya sering mengajari kami beberapa kosa kata bahasa Maluku. Aku coba menemukan fotonya, tapi tidak dapat. Kata pertama yang aku pelajari adalah “seng” yang artinya “tidak”. Berikut kata-kata lain yang aku ingat untuk ditulis. Beta : Saya (bet: saya “nonformal) Ale : kamu (sopan/formal); ose: kamu (nonformal) Katong : kita Kamong : kalian Ongtua/ontua/antua : beliau Maitua

Tentang Kita : (2) Mampir

Kami masih punya  waktu beberapa hari di Maluku Tenggara Barat (MTB) sebelum harus berlayar menuju kabupaten penempatan sesungguhnya. Kesempatan yang baik untuk liburan di awal tugas tentunya. Lumasebu punya cerita Pantai Bumbul, salah satu pantai yang terletak di desa Lumasebu, Maluku Tenggara Barat. Pantai ini dapat ditempuh dengan waktu sekitar 2 jam dari Saumlaki. Tanggal 8 Juni 2016 kabarnya pulau ini akan dideklarasikan sebagai objek wisata, terutama rest area untuk perjalanan Saumlaki - Lakar. Lautan cantik, langit biru, pohon kelapa yang mendayu-dayu menghiasi keindahan pantai ini. Masyarakat setempat juga menyediakan tempat duduk seperti gazebo yang terbuat dari batang pohon kelapa dan diatapi oleh dedaunan kelapa. Unik sekali. Bahkan dalam pembuatannya, aku melihat cara mereka untuk mendapatkan ukuran yang sama adalah dengan mengukurnya menggunakan panjang bambu, mungkin karena tidak ada meteran kali yaa Bagaimana kami bisa ke desa ini? Lu

Tentang Kita : (1) Menuju Maluku Barat Daya

1 Juni 2016 23.45 WIB, kami diberangkatkan ke daerah penempatan, Maluku Barat Daya. Hm, ini penerbangan pertama ku. Rasanya biasa saja ternyata, hanya saja aku semakin kagum dengan kuasa Tuhan, berada di atas awan itu indah yaa. Awan terlihat seperti kapas yang berterbangan bebas, persis seperti yang digambarkan Negeri di Atas Awan film Doraemon. Kami mendarat di bandara Mathilda, Maluku Tenggara Barat tanggal 2 Juni 2016, 10.00 WIT. Tidak ku sangka ada penyambutan begitu hangat dari perwakilan PM X MTB. Ucapan selamat datang sejenak meluluhkan lelahnya pundak yang menggendong carrier. Lalu siang itu seharusnya kami langsung berlayar menuju Tiakur, ibu kota Kab. Maluku Barat Daya. Tetapi karena beberapa alasan, pelayaran kami ditunda hingga hari minggu. Dari sinilah perjalanan singgah kami di MTB dimulai. Hingga tulisan ini diupload, aku rasa dari 6 tim yang diberangkatkan, hanya tim MBD yang belum mencapai kabupaten. Malam pertama di Saumlaki, jutaan