Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
OKULASI KARET
Kelompok
6
Edy Wahyu Himawan
Eka Rentina Simarmata
Fransiskus Ellyando Sinaga
Habiba Nurul Istiqomah
Hafiz Luthfi
Noval Ardiansyah
I. PENDAHULUUAN
1.1 Latar Belakang
Karet merupakan tanaman
perkebunan tahunan berupa pohon yang memunyai batang lurus. Pohon karet pertama
kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan
berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia
Tenggara dan sekarang ini karet banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang
Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman
karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di
Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi
karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga
Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini
adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap
tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk
otomotif dan militer.
Tanaman karet merupakan
tanaman perkebunan yang tumbuh di berbagai wilayah di Indonesia. Karet merupakan
produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet (lateks). Pohon karet
normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya
diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet),
bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb
rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet dari
Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk
turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya (Balai
Penelitian Karet Sembawa,
2005).
Hasil karet biasa
dimanfaatkan atau diolah menjadi beberapa produk antara lain adalah : RSS I,
RSS II, RSS III, crumb
rubber, lump,
dan lateks. Hasil utama dari
pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat
berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan
digunakan sebagai bahan baku pabrik crumb rubber/karet remah, yang menghasilkan
berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu,
karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan
berbagai produk hilir lainnya (Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Perbanyakan tanaman karet (Hevea
brasiliensis) dapat dilakukan secara generatif melalui benih dan
secara vegetatif melalui teknik okulasi. Perbanyakan dengan benih saat ini
sudah jarang dilakukan kecuali oleh sebagian petani tradisional atau oleh
kalangan peneliti guna perbaikan sifat genetif selanjutnya. Perbanyakan tanaman dengan
cara okulasi paling banyak dilakukan dalam perkebunan terutama pada perkebunan
karet dan kakao. Beberapa kelebihan dari perbanyakan tanaman dengan cara
okulasi antara lain penggunaan okulasi dapat menghasilkan tanaman yang dengan
produktifitas yang tinggi, pertumbuhan tanaman yang seragam, penyiapan benih
relatif singkat, dan memudahkan pengendalian penyakit Oidium hevea. Sedangkan kelemahan dari
perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara okulasi antara lain; tanaman
hasil okulasi terkadang kurang normal terjadi karena tidak adanya keserasian
antara batang bawah dengan batang atas (entres), memerlukan menggunakan tenaga
ahli untuk pengokulasian ini, dan jika salah satu syarat dalam kegiatan
pengokulasian tidak terpenuhi kemungkinan gagal atau mata entres tidak tumbuh
sangat besar (Direktorat
Jenderal Perkebunan,
2005).
Bibit okulasi terdiri dari
batang atas dan batang bawah yang biasanya berasal dari dua klon yang berbeda
sifatnya. Okulasi bertujuan untuk menghasilkan dua klon dalam satu individu
sehingga diperoleh produksi tinggi dengan umur ekonomis panjang.oleh karena itu
perlu diperhatikan sifat-sifat unggul dari calon batang atas dan batang bawah
serta kompatibilitas kedua calon batang tersebut.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka praktikum ini
bertujuan untuk:
1. Menentukan kriteria entres dan batang bawah yang siap
diokulasi
2. Melaksanakan
pekerjaan okulasi
3.
Menilai keberhasilan
okulasi
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman
karet yang ditumbuhkan seragam di lapangan, sangat bergantung pada penggunaan
bibit hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang memiliki klon
yang murni. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan
klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Klon‐klon unggul baru generasi‐4 pada periode periode
tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118.
Klon‐klon
tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi,
tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder lainnya.
Klon‐klon
lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303,
RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih
memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati‐hati baik dalam penempatan
lokasi maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi
dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora.
Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks
sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet
tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan
angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus dilakukan secara
tepat (Dinas Perkebunan Provinsi
Jambi, 2003).
Pada
tanaman karet, persiapan bahan tanam dilakukan jauh hari sebelum penanaman. Dalam hal bahan
tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root
stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting)
pada penyiapan bahan tanam. Persiapan
batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang
mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik. Untuk mencapai
kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang bawah yang memenuhi
syarat teknis yang mencakup persiapan tanah pembibitan, penanganan benih,
perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di
pembibitan. Klon-klon yang dianjurkan sebagai batang bawah adalah klon GT 1,
LCB 1320 dan AVROS 2037. Tanaman untuk batang bawah ditanam 1 – 1.5 tahun
sebelum okulasi. Untuk okulasi garis tengah tanaman batang bawah sudah mencapai
2.5 cm.
Untuk
mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada
dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang
dari kebun produksi atau entres dari kebun entres. Dari dua macam sumber mata
okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres
cabang akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam dan
keberhasilan okulasinya rendah (Karyudi, 2001).
Setelah
persiapan bahan tanam, kemudian dilakukan okulasi. Okulasi merupakan salah satu
teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari
suatu tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung (kompatibel) dengan
tujuan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di
peroleh pertumbuhan dan produksi yang baik. Keunggulan yang diharapkan dari
batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang baik, sedang dari
batang atas adalah produksi latex yang baik. Bila bibit yang
di okulasi ini ditumbuhkan di lapangan disebut sebagai tanaman okulasi,
sedangkan tanaman asal biji yang di tumbuhkan dilapangan disebut tanaman semai (Firdaus, 2008)
Kenyataan
di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan okulasi benih karet sering terjadi
kegagalan. Salah satu faktor penyebabnya adalah sifat khusus dari klon karet
yang digunakan, seperti ketebalan kulit batang dan posisi mata tunas terhadap
tangkai daun. Masalah yang dihadapi perkebunan karet rakyat saat ini adalah
produktivitas yang rendah karena petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi.
Secara nasional, produktivitas kebun karet rakyat saat ini baru sekitar 892
kg/ha/tahun, sedangkan untuk perkebunan besar negara dan swasta masing-masing
1.299 kg dan 1.542 kg/ha/tahun (Mahfudin, 2000).
Kunci keberhasilan dalam upaya meningkatkan produksi dan
mutu benih adalah sebagai berikut.
1.
Biji tidak pernah kering di pohon
2.
Biji tidak tahan kekeringan dan tidak
mempunyai masa dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di
bawah nilai titik kritis yaitu 12%
3.
Biji tidak dapat dikeringkan karena akan
mengalami kerusakan
4.
Viabilitas atau daya tumbuh biji cepat
menurun walaupun dipertahankan dalam kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya
singkat
5.
Dalam proses konservasi, biji dipertahankan
dalam keadaan lembap (kadar air 32-35%)
6.
Biji dengan kadar air 32-35%, jika disimpan
pada suhu di bawah 0oc akan mengalami pembekuan sel
7.
Kisaran suhu penyimpanan biji karet yang baik
adalah 7-10oc, karena pada kondisi ini belum mengalami pembekuan sel.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau tajam, tali rapia, dan plastik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanaman karet yang ingin
diokulasi dan entres tanaman karet.
3.2
Cara
Kerja
Langkah
kerja yang dilakukan dalam praktiuk ini adalah sebagai
berikut.
1.
Batang bawah dilihat
tingkat kesiapannya. Batang bawah yang siap
diokulasi, yaitu tanaman yang memiliki tunas ujung
dalam keadaan tidur atau daun telah tua dan diameter batang kira-kira berukuran
6-13 mm.
2.
Jendela okulasi
dibuat pada batang yang telah dipilih. Batang bawah dibersihan dengan cara dikerok dari kotoran kulit
atau tanah dengan mengunakan pungung pisau.
3.
Batang bawah yang sudah
bersih diiris vertikal sepanjang 5 cm dan
dibuat potongan melintang di atas irisan vertikal tersebut sepanjang 2 cm,
sambil menunggu getah kering dibuat jendela sekaligus beberapa buah. Terdapat
dua jenis bukaan jendela, yaitu bukaan jendela okulasi dari bawah, dan bukaan
jendela okulasi dari atas, namun dalam praktikum yang digunakan adalah teknik
bukaan jendela okulasi dari atas.
4.
Perisai okulasi dibuat.
Mata yang digunakan adalah mata tunas
prima (okulasi hijau).
5.
Pada waktu pengambilan
entres, sebagian kayu harus ikut disayat dengan pisau okulasi yang tajam.
6.
Setelah getah pada irisan
jendela okulasi berhenti menetes maka jendela boleh dibuka secara perlahan.
7.
Perisai
mata okulasi ditempel pada
batang bawah.
8.
Mata entres yang dimasukkan
ke dalam jendela, segera ditutup, kemudian
diikat dengan tali rafia yang dilebarkan
dengan menggunakan simpul kuat.
Gambar 1. Langkah-langkah
okulasi
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap
tingkat keberhasilan okulasi diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1. Presentase
keberhasilan okulasi
Okulasi
|
Jumlah (batang)
|
Batang bawah
|
6
|
Okulasi hidup
|
3
|
Presentase hidup
|
4.2 Pembahasan
Okulasi adalah salah satu teknik perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman
kepada tanaman lain yang dapat bergabung( kompatibel) yang bertujuan
menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di peroleh
perumbuhan dan produksi yang baik. Prinsip okulasi sama yaitu penggabungan
batang bawah dengan batang atas, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang
atas yang digunakan sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai
keberhasilan okulasi. Kebaikan yang diharapkan dari batang bawah secara umum
adalah sifat perakarannya yang baik, sedang dari batang atas adalah produksi
latex yang baik. Bila bibit yang di okulasi ini di tumbuhkan dilapangan
dikatakan tanaman okulasi sedangkan tanaman asal biji yang di tumbuhkan
dilapangan disebut tanaman semai (Simanjuntak, 2010).
Kegiatan
okulasi bertujuan untuk perbanyakan tanaman karet secara vegetatif. Jika dibandingkan dengan biji,
bibit yang dihasilkan dari okulasi mempunyai beberapa
keuntungan yaitu
pertumbuhannya seragam, variasi antar individu sangat kecil, produktivitas
tinggi, perbanyakannya mudah dan
bibitnya bagus karena berasal dari hasil seleksi.
Berdasarkan data yang tertera pada hasil pengamatan,
diketahui bahwa pada praktikum ini tingkat keberhasilan okulasinya rendah.
Menurut Simanjuntak (2010), terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi
keberhasilan okulasi yaitu:
1.
Keterampilan,
kebersihan dan kecepatan mengokulasi
2.
Pemilihan entres atau
kayu okulasi dengan mata tunas yang masih dorman
3.
Keadaan iklim saat
okulasi
Tanaman
hasil okulasi terkadang kurang normal terjadi karena tidak adanya keserasian
antara batang bawah dengan batang atas (entres), memerlukan menggunakan tenaga
ahli untuk pengokulasian ini, dan jika salah satu syarat dalam kegiatan
pengokulasian tidak terpenuhi kemungkinan gagal atau mata entres tidak tumbuh
sangat besar.
Keterampilan,
keberhasilan, dan kecepatan mengokulasi berkaitan dengan faktor manusia
pengokulasi. Dalam okulasi ini dibutuhkan kesabaran dan ketelitian tinggi.
Keterampilan dalam melakukan okulasi akan didapat sering dengan meningkatnya
intensitas seseorang melakukan okulasi. Selain itu, perlu diperhatikan pula
kebersihan dalam okulasi. Kebersihan ini penting dijaga untuk menghindari
serangan patogen pada batang yang diokulasi. Okulasi termasuk salah satu
kegiatan melukai tanaman. Patogen mudah sekali masuk ke jaringan tanaman yang
luka. Oleh karena itu, pisau untuk okulasi harus benar-benar bersih dan tajam.
Ketajaman ini berguna agar pelukaan tidak terjadi berulang kali, cukup hanya
dengan satu pelukaan, kulit batang dan mata tunas sudah dapat terambil dengan
sempurna (tetap dalam kondisi baik). Sedangkan kecepatan mengokulasi berdampak
pada kesegaran mata tunas. Jika okulasi dilakukan terlalu lama, maka mata tunas
untuk okulasi ke tanaman berikutnya akan kering (tidak segar). Bahan tanam yang
tidak segar akan meningkatkan kegagalan okulasi.
Dalam
kegiatan okulasi yang menggabungkan sifat unggul dari kedua klon dalam
satu individu, maka diperlukan kompatibilitas dari kedua batang tanaman
karet. Kompatibilitas batang atas dan batang bawah adalah kecocokan antara
kedua batang yang akan dilakukan okulasi agar dapat dihasilkan individu yang
harmonis sehingga diperoleh produksi dan umur ekonomis yang tinggi. Jika tidak
kompatibel dikhawatirkan tanaman karet tersebut tidak akan pernah tumbuh dan
tidak memiliki umur ekonomi yang tinggi. Batang bawah yang siap diokulasi harus
memiliki daya gabung yang baik dan tahan terhadap hama penyakit
batang. Bibit semaian batang bawah telah berumur 3-5 bulan. Lazimnya
berumur 5 bulan yang untuk mempermudah namun dapat juga digunakan batang yang
kurang dari umur tersebut, asal pertumbuhan dan batangnya sudah cukup
besar. Selain itu, pemilihan batang bawah harus dilihat dari ada tidaknya
daun muda yang tumbuh, dalam hal ini perlu dipilih pohon yang tidak ada daun
mudanya karena dikhawatirkan hasil okulasi tidak akan tumbuh.
Pemilihan
entres yang baik merupakan hal mutlak penentu keberhasilan okulasi. Entres yang
baik diambil dari kebun entres yang diketahui secara pasti jenis klonnya.
Pemilihan entres pada dasarnya dilakukan berdasarkan mata tunas pada entres
tersebut. Ada 3 jenis mata atau kuncup tidur (dorman) yang dikenal pada tanaman
karet dan satu mata bunga, yaitu:
§ Mata
ketiak (mata prima) yang ditandai adanya bekas tangkai daun atau berda pada
ketiak daun. Sebelum digunakan, terlebih dahulu dipangkas daunnya kira-kira 10
hari sebelum dipotong barulah dapat digunakan sebagai mata untuk okulasi
coklat.
§ Mata
burung, ditandai adanya tangkai daun rudimenter. Mata tunas ini digunakan untuk
okulasi hijau.
§ Mata
sisik, yaitu mata tunas yang terdapat di bawah kuncup daun-daun ( flush) atau pada ujung payung daun. Mata
tunas ini digunakan untuk okulasi mini.
§ Mata
bunga, terdapat pada tanaman yang sudah masuk umur berbunga sehingga tidak dapt
digunakan untuk okulasi.
Batang
atas dipilih klon yang sesuai dengan lingkungan ekologi yang bersangkutan dari
klon-klon yang dianjurkan terutama klon-klon yang dianjurkan dalam skala besar.
Mata entres diperlukan karena dapat berfungsi untuk kegiatan produksi karet. Mata prima yang ditandai
adanya bekas tangkai daun atau berada pada ketiak daun merupakan mata terbaik untuk okulasi untuk okulasi pada praktikum ini karena praktikum ini
menggunakan okulasi hijau. Letak mata entres ada di bagian tengah internodia. Penempelan
batang atas pada batang bawah karet diawali dengan pembuatan jendela atau
disebut forket. Pembuatan forket ini akan lebih baik diawali dengan menyayat
sisi sebelah kiri, karena melalui sisi tersebut dapat dilihat batasan keluarnya
getah dari batang karet. Sehingga dapat menyamakan dengan sisi yang sebelah
kanan. Forket ini tidak boleh dibuka terlebih dahulu sebelum mata entres siap
karena akan menyebabkan kambium menjadi kering.
Penentu keberhasilan okulasi lain yang tak kalah
penting yaitu waktu pelaksanaan okulasi. Menurut, Tim Penulis PS (2008),
okulasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-10.30. Okulasi yang
baik adalah pada awal dan akhir musim penghujan.
Tepat pada musim hujan, air hujan terlalu banyak yang turun. Air
hujan dapat meresap pada luka okulasi yang dapat mengakibatkan busuk. Hal ini akan memacu meningkatnya kelembaban di sekitar
daerah okulasi. Kelembaban tinggi baik untuk
perkembangan jasad renik pada sisa-sisa latex dari luka okulasi, ini dapat
dapat menyebabkan kegagalan pengokulasian.
Pada musim kemarau tanaman karet mengalami gugur
daun, kurang baik untuk pengokulasian karena adanya gangguan fisiologis (Simanjuntak, 2010). Pada kondisi seperti itu, mata
tunas hasil okulasi akan mati, busuk, dan berwarna coklat. Sedangkan okulasi dinyatakan berhasil apabila mata tunas masih
berwarna hijau.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan, dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1.
Entres yang baik adalah yang memiliki mata tunas prima
dan batang bawah yang baik adalah yang tidak terlalu tua ataupun terlalu muda.
2.
Keterampilan melakukan okulasi akan meningkat seiring
dengan meningkatnya intensitas melakukan okulasi.
3.
Hasil okulasi yang berhasil dicirikan dengan
berwarna hijau pada bagian mata tunasnya dan okulasi dinyatakan gagal
apabila mata tunas yang ditempel berwarna coklat dan busuk.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR
PUSTAKA
Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet. Departemen
Pertanian, Jakarta. hlm. 26.
Balai
Penelitian Karet Sembawa. 2005. Pengelolaan
Bahan Tanaman Karet. Pusat Penelitian
Karet, Medan. hlm. 75.
Dinas
Perkebunan Provinsi Jambi. 2003. Laporan
Tahunan Tahun 2002. Dinas Perkebunan
Provinsi Jambi, Jambi. hlm. 92.
Direktorat
Jenderal Perkebunan. 2005. Road
Map. Komoditas
Karet.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. hlm. 14.
Firdaus.
2008. Upaya peningkatan produktivitas
karet melalui teknologi budi daya. hlm. 376. Prosiding Lokakarya Nasional
Percepatan Penerapan Iptek dan Inovasi Teknologi Mendukung Katahanan Pangan dan
Revitalisasi Pembangunan Pertanian.
Karyudi,
R. Azwar, Sumannadji, Istianto, I. Suhendry, M. Supriadi, C. Nancy, Sugiharto,
Sudiharto, dan U. Junaidi. 2001. Analisis
biaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunan karet nasional.
Warta Pusat Penelitian Karet 20(1): 1-24.
Mahfudin.
2000. Pengaruh Lama Penyimpanan Entres
terhadap Pertumbuhan Benih Hasil Okulasi. Fakultas Pertanian Universitas
Juanda, Bogor. hlm. 21.
Simanjuntak,
F. 2010. Teknik Okulasi Karet. Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan.
Tim
Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Komentar