Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

Segitiga Penyakit



SEGITIGA PENYAKIT
(Laporan Praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan Umum)


                                                      

Universitas Lampung - Unila logo





JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012





I.  PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Segitiga penyakit merupakan suatu konsep yang menggambarkan hubungan antara 3 faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit tanaman. Pada konsep ini dijelaskan bahwa terjadinya suatu penyakit (oleh patogen biotik) disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang mendukung, yaitu inang (tanaman), lingkungan, dan patogen. Dalam hal ini, penyakit akan terjadi apabila suatu tanaman memiliki resistensi yang rendah, keseragaman genetik tanaman, vigor tanaman, kerapatan tanaman, dan struktur tanaman. Ini didukung oleh kondisi lingkungan yang dapat mendukung pertumbuhan penyakit, seperti jamur yang cepat tumbuh di tempat lembab. Penyakit akan muncul jika kedua faktor ini (tanaman dan lingkungan) diiringi oleh keberadaan patogen yang virulen, populasi patogen, dan kehadiran vektor.

Apabila salah satu faktor tidak ada, maka penyakit tidak akan terjadi. Misalnya terdapat inang yang rentan, patogen yang virulen (misalnya jamur), namun lingkungan tidak mendukung (misalnya tanah sangat kering sehingga jamur tidak mampu tumbuh). Bisa pula terdapat patogen yang virulen, lingkungan yang mendukung, namun tanaman inang telah mengalami rekayasa genetic sehingga resisten terhadap patogen yang menyerang. Contoh lain yaitu terdapat inang yang rentan, lingkungan pun sudah mendukung tetapi tidak ada patogen yang menyerang atau patogen ada tetapi bukan untuk inang tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh ketiga factor ini dalam terjadinya suatu penyakit dilakukanlah praktikum segitiga penyakit ini.

1.2     Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.      1. Mengetahui konsep segitiga penyakit.
2.      2. Mengetahui pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan patogen.
3.      3. Mengetahui pengaruh jenis tanaman terhadap pertumbuhan patogen.





II. METODE PERCOBAAN



2.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cabai merah sehat, cabai hijau sehat, patogen, dan air. Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet, tissue, nampan, plastik penutup, label, dan milimeter block.


2.2 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah pertama, untuk perlakuan basah. Air dimasukkan ke dalam nampan. Lalu diberi tissue hingga seluruh bagian nampan tertutupi. Di atas tissue yang basah tersebut diberi pipet sebagai tempat peletakan cabai. Cabai sehat kemudian dilukai. Cabai sehat lalu diberi patogen di atasnya. Cabai yang telah kontak dengan patogen ini kemudian diletakkan di atas pipet. Cabai tidak boleh terkena air. Nampan yang telah berisi cabai ini kemudian ditutup dengan plastik dan diberi label. Perlakuan basah ini dilakukan untuk cabai merah dan cabai hijau. Kedua, untuk perlakuan kering. Pipet langsung saja diletakkan di dalam nampan. Cabai sehat kemudian dilukai. Cabai sehat lalu diberi patogen di atasnya. Cabai yang telah kontak dengan patogen ini kemudian diletakkan di atas pipet. Nampan yang telah berisi cabai ini kemudian ditutup dengan plastik dan diberi label. Plastik penutup diberi beberapa lubang kecil sebagai tempat sirkulasi udara. Perlakuan kering ini dilakukan untuk cabai merah dan cabai hijau. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 6 hari dengan mengamati gejala dan tanda yang timbul pada cabai. Setelah itu, tanda penyakit yang muncul pada cabai diukur dengan milimeter block.




III. HASIL DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil Pengamatan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 1. Perkembangan penyakit pada cabai hari ke-1

Cabai Merah
Deskripsi
Cabai Hijau
Deskripsi
Lingkungan Lembab

Cabai terlihat sehat
Cabai terlihat sehat
Lingkungan Kering
Cabai terlihat sehat tetapi mengkerut
Cabai terlihat sehat tetapi sedikit mengkerut

Tabel 2. Perkembangan penyakit pada cabai hari ke-2

Cabai Merah
Deskripsi
Cabai Hijau
Deskripsi
Lingkungan Lembab
Mulai terlihat titik pertumbuhan jamur
Cabai terlihat sehat
Lingkungan Kering

Titik pertumbuhan jamur terlihat dan cabai semakin mengkerut
Cabai masih terlihat sehat tetapi semakin mengkerut

Tabel 3. Perkembangan penyakit pada cabai hari ke-3

Cabai Merah
Deskripsi
Cabai Hijau
Deskripsi
Lingkungan Lembab
Tanda penyakit mulai meluas meski belum begitu banyak
Tanda penyakit terlihat sebagai titik sangat kecil
Lingkungan Kering
Tanda penyakit semakin meluas
Tanda penyakit terlihat sangat kecil










Tabel 4. Perkembangan penyakit pada cabai hari ke-6

Cabai Merah
Deskripsi
Cabai Hijau
Deskripsi
Lingkungan Lembab
Cabai terlihat masih cukup segar tetapi tanda penyakit telah meluas
Cabai terlihat masih cukup segar tetapi tanda penyakit telah meluas
Lingkungan Kering
Cabai terlihat kisut, mengkerut dan tanda penyakit telah meluas
Cabai terlihat kisut, mengkerut dan tanda penyakit telah meluas

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap luasnya tanda penyakit yang ditimbulkan patogen, diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 5. Luas tanda penyakit di lingkungan lembab
No

CabaiMerah


Cabai Hijau


Panjang (p)
Lebar (l)
Luas (L)
Panjang (p)
Lebar (l)
Luas (L)
1
2
2
4
1,5
0,9
1,35
2
1,7
1
1,7
1,8
1,1
1,98
3
2,1
1,2
2,52
2
1,4
2,8
4
2,2
1,7
3,74
1,1
1,2
1,32
5
1,9
1,5
2,85
1,7
1,5
2,55
6
1,3
0,7
0,91
1,9
1,1
2,09
7



1,9
1,3
2,47
8



0,9
0,6
0,54
9



1,3
0,8
1,04


Rata-rata
2,62

Rata-rata
1,793333

Tabel 6. Luas tanda penyakit di lingkungan kering
No

CabaiMerah


Cabai Hijau


Panjang (p)
Lebar (l)
Luas (L)
Panjang (p)
Lebar (l)
Luas (L)
1
1
0,6
0,6
1,8
1,5
2,7
2
1
0,5
0,5
1,5
1,4
2,1
3
1,2
0,7
0,84
1,8
1,5
2,7
4
5,5
0,7
3,85
0,8
0,6
0,48
5
1,7
0,8
1,36
2,1
2,1
4,41
6
1,2
1,1
1,32
1,3
1,8
2,34
7
0,7
0,3
0,21
1,6
1
1,6
8
1,8
0,8
1,44



9
1,5
1,8
2,7





Rata-rata
1,424444

Rata-rata
2,332857


3.2 Pembahasan

Praktikum ini menggunakan 2 variable perlakuan, yaitu perlakuan berdasarkan lingkungan dan perlakuan berdasarkan jenis tanaman. perlakuan berdasarkan lingkungan dibagi menjadi dua jenis perlakuan, yaitu lingkungan basah dan lingkungan kering. Sedangkan perlakuan berdasarkan jenis tanaman dibagi menjadi jenis cabai merah dan jenis cabai hijau. Variable lain selain dua hal tersebut dianggap sama dan konstan.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada hari ke-1 cabai merah dan cabai hijau baik pada lingkungan lembab maupun kering belum menimbulkan gejala dan tanda penyakit. Hanya saja pada lingkungan kering cabai merah dan cabai hijau terlihat kisut dan mengkerut. Pada pengamatan ke-2, cabai merah pada lingkungan lembab terlihat lebih segar dibanding lingkungan kering dan sudah tampak adanya titik kecil awal pertumbuhan jamur pada kedua cabai ini. Sedangkan pengamatan yang dilakukan terhadap cabai hijau menunjukkan belum adanya tanda penyakit yang terlihat pada kedua cabai yang diletakkan di lingkungan berbeda itu. Cabai hijau pada lingkungan lembab masih terlihat segar sedangkan cabai hijau pada lingkungan kering terlihat semakin kisut dan mengkerut. Meskipun demikian, tanda penyakit belum muncul.

Pada pengamatan ke-3, titik kecil pada cabai merah di lingkungan basah dan cabai merah di lingkungan kering mulai terlihat jelas dan sedikit meluas. Sedangkan pada cabai hijau, tanda penyakit terlihat sebagai titik keci, baik pada lingkungan lembab maupun pada lingkungan kering. Cabai merah dan cabai hijau di lingkungan lembab tetap terlihat segar sedangkan di lingkungan kering keduanya terlihat kisut dan mengkerut. Selanjutnya pengamatan ke-4 dilakukan pada hari ke-6. Cabai merah dan cabai hijau di lingkungan lembab terlihat masih cukup segar namun tanda penyakit yang muncul jauh lebih luas dibanding pengamatan pada hari ke-3. Demikian pula pada cabai merah dan cabai hijau di lingkungan kering. Tanda penyakit pada kedua cabai ini juga jauh lebih luas dibanding pengamatan pada hari ke-3 namun cabai terlihat sangat kisut dan mengkerut. Tanda penyakit ini sudah mulai meluas diperkirakan pada hari ke-5.

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada pengamatan hari ke-7, diperoleh hasil bahwa luas rata-rata dari tanda penyakit pada cabai merah di lingkungan lembab adalah 2,62 cm2 sedangkan luas rata-rata dari tanda penyakit pada cabai hijau di lingkungan lembab adalah 1,79333 cm2. Untuk cabai yang diletakkan di lingkungan kering, luas rata-rata tanda penyakit pada cabai merah adalah 1,42444 cm2 dan cabai hijau adalah 2,332857cm2.

Dari hasil di atas, diketahui bahwa patogen, inang, dan lingkungan berpengaruh pada penyebaran penyakit. Cabai merah cenderung lebih resisten dibanding cabai hijau. Ini terbukti pada hari ke-2 sudah tampak titik kecil tandap penyakit pada cabai merah namun pada cabai hijau tanda ini baru terlihat pada pengamatan hari ke-3. Hal ini membuktikan bahwa jenis tanaman berpengaruh terhadap cepat atau tidaknya suatu penyakit berkembang (Septyarini, 2011).

Sedangkan untuk pengaruh lingkungan, lingkungan lembab cenderung lebih cepat dan lebih luas menimbulkan gejala dan tanda penyakit dibanding lingkungan kering. Hal ini dikarenakan jamur memang menyukai tempat-tempat yang lembab untuk dapat tumbuh dengan baik (Semangun, 1991). Namun jika ditinjau berdasarkan data cabai hijau, diketahui bahwa luas rata-rata tanda penyakit pada lingkungan lembab lebih kecil dibanding lingkungan kering. Hal ini bisa terjadi kemungkinan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi seperti, besarnya luka yang didapat pada kedua cabai ini. Cabai yang dilukai lebih lebar, akan mudah menerima penetrasi jamur dibanding cabai yang hanya diberi luka kecil. Inilah yang terjadi pada kedua cabai hijau ini. Cabai hijau pada lingkungan lembab hanya ditusuk sekali sedangakan cabai hijau pada lingkungan kering ditusuk berkali-kali. Kasus ini menunjukkan bahwa sebenarnya bukan hanya inang, patogen, dan lingkungan yang berpengaruh pada terjadinya suatu penyakit. Tetapi sebenarnya manusia pun punya andil cukup penting dalam penyebaran penyakit (Redaksi Agromedia, 2008).
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa faktor tanaman inang dipengaruhi oleh jenis atau varietas tanaman yang menjadi inang suatu penyakit, tingkat resistensi tanaman inang terhadap suatu penyakit. Faktor patogen dipengaruhi oleh jumlah inokulum/propagul, jenis patogen, tingkatvirulensi patogen. Sedangkan lingkungan yang berpengaruh pada perkembangan penyakit meliputi  pengaruh biotik yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari, pH (keasaman) dan pengaruh abiotik misalnya adanya mikro organisme antagonis atau organisme yang mungkin mengeluarkan racun yang dapat menghambat pertumbuhan pathogen (Tim Penyusun, 2012).





IV. KESIMPULAN



Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
  1. Penyakit dapat terjadi apabila terdapat inang yang rentan, lingkungan yang mendukung, dan pathogen yang virulen.
  2. Pada praktikum ini gejala dan tanda penyakit diperkirakan muncul pada hari ke-5.
  3. Cabai merah lebih resisten dibanding cabai hijau.
  4. Jamur akan lebih cepat tumbuh di lingkungan lembab.
  5. Selain inang, lingkungan, dan pathogen, manusian juga dapat mempengaruhi penyebaran penyakit.

1.


DAFTAR PUSTAKA



Semangun, Hariyono .1991. Penyakit-PenyakitTanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Prees, Yogyakarta.
Tim Penyusun. 2012. Penyakit Tanaman. http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-3.htm. Diakses pada 18 November 2012.
 Redaksi Agromedia. 2008. Problem Tanaman Hias Populer dan Solusinya. Jakarta. PT. Agromedia Pustaka.
 Septyarini, Daning Eka. 2011. Laporan Dasar Perlindungan Tanaman 2011 spesimen II. http://daningekaseptyarini-fpub.blogspot.com/2011/11/laporan-dasar-perlindungan-tanaman-2011.html?zx=aaac3607f1cc626a. Diakses pada 18 November 2012.



LAMPIRAN

PERHITUNGAN

1.      Luas tanda penyakit pada lingkungan lembab
No

Cabai Merah


Cabai Hijau

p
l
Luas (pxl)
p
l
Luas (pxl)
1
2
2
2,0x2,0=4,0
1,5
0,9
1,5x0,9=1,35
2
1,7
1
1,7x1,0=1,7
1,8
1,1
1,8x1,1=1,98
3
2,1
1,2
2,1x1,2=2,52
2
1,4
2,0x1,4=2,8
4
2,2
1,7
2,2x1,7=3,74
1,1
1,2
1,1x1,2=1,32
5
1,9
1,5
1,9x1,5=2,85
1,7
1,5
1,7x1,5=2,55
6
1,3
0,7
1,3x0,7=0,91
1,9
1,1
1,9x1,1=2,09
7



1,9
1,3
1,9x1,3=2,47
8



0,9
0,6
0,9x0,6=0,54
9



1,3
0,8
1,3x0,8=1,04

Rata-rata
2,62
Rata-rata
1,793333

2.      Luas tanda penyakit pada lingkungan kering
No

Cabai Merah


Cabai Hijau

p
l
Luas (pxl)
p
l
Luas (pxl)
1
1
0,6
1,0x0,6=0,6
1,8
1,5
1,8x1,5=2,7
2
1
0,5
1,0x0,5=0,5
1,5
1,4
1,5x1,4=2,1
3
1,2
0,7
1,2x0,7=0,84
1,8
1,5
1,8x1,5=2,7
4
5,5
0,7
5,5x0,7=3,85
0,8
0,6
0,8x0,6=0,48
5
1,7
0,8
1,7x0,8=1,36
2,1
2,1
2,1x2,1=4,41
6
1,2
1,1
1,2x1,1=1,32
1,3
1,8
1,3x1,8=2,34
7
0,7
0,3
0,7x0,3=0,21
1,6
1
1,6x1,0=1,6
8
1,8
0,8
1,8x0,8=1,44



9
1,5
1,8
1,5x1,8=2,7




Rata-rata
1,424444
Rata-rata
2,332857

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>