Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

ANALISIS VEGETASI


ANALISIS VEGETASI
(Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma)








Oleh

Kelompok 7

Desna Herawati
Diki Apriadi
Dwi Safitri
Habiba Nurul Istiqomah
Heru Dwi Purnomo





Universitas Lampung - Unila logo





JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013






I.   PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Gulma sering kali menimbulkan berbagai masalah pada lahan pertanian. Kerusakan tanaman atau penurunan produksi pertanian akibat gulma pada umumnya memiliki korelasi yang searah dengan populasi gulma itu sendiri. Dalam hal ini faktor yang paling tampak adalah perebutan penguasaan sarana tumbuh, ruang gerak dan nutrisi antara tanaman dan gulma (Andrixinata, 2010). Posisi gulma sebagai tumbuhan yang tidak diinginkan menyebabkan pengendalian gulma mendapat perhatian lebih. Salah satu cara untuk mengetahui cara tepat dalam pengendalian gulma adalah dengan analisis vegetasi.

Vegetasi dapat diartikan sebagai komunitas tumbuhan yang menempati suatu ekosistem (Lestari, 2013). Komposisi vegetasi sering kali berubah seiring dengan berjalannya waktu, perubahan iklim, dan aktivitas manusia. Perubahan vegetasi ini mendorong perlu dilakukannya analisi vegetasi. Analisis vegetasi merupakan suatu cara untuk menemukan komposisi jenis vegetasi dari yang paling dominan hingga tidak dominan (Sriyani, dkk). Keadaan vegetasi yang diamati berupa bentuk vegetasi seperti rumput, semak rendah, tumbuhan menjalar, herba, maupun tumbuhan dalam hamparan yang luas. 

Dalam kaitannya dengan gulma, analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui gulma- gulma yang memiliki kemampuan tinggi dalam penguasaan sarana tumbuh dan ruang hidup. Penguasaan sarana tumbuh  pada umumnya menentukan gulmatersebut penting atau tidak. Populasi gulma yang bersifat dominan ini nantinya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengendalian gulma.



1.2    Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengerti manfaat analisis vegetasi.
2. Mahasiswa dapat melaksanakan analisis vegetasi dengan menggunakan metode yang umum dipakai.





II.  TINJAUAN PUSTAKA


Gulma ialah tanaman yang tumbuhnya tidak diinginkan. Gulma di suatu tempat mungkin berguna sebagai bahan pangan, makanan ternak atau sebagai bahan obat-obatan. Dengan demikian, suatu spesies tumbuhan tidak dapat diklasifikasikan sebagai gulma pada semua kondisi. Namun demikian, banyak juga tumbuhan diklasifikasikan sebagai gulma dimanapun gulma itu berada karena gulma tersebut umum tumbuh secara teratur pada lahan tanaman budidaya (Sembodo, 2010).

Kebanyakan Gulma adalah tanaman yang cepat tumbuh dan dapat menghasilkan sejumlah besar biji dalam waktu singkat perkembangbiakan gulma sangat mudah baik secara generatif maupun secara vegetatif. Secara generatif, biji-biji gulma yang halus, ringan, dan berjumlah sangat banyak dapat disebarkan oleh angin, air, hewan, maupun manusia. Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena bagian batang yang berada di dalam tanah akan membentuk tunas yang nantinya akan membentuk tumbuhan baru. Demikian juga, bagian akar tanaman, misalnya stolon, rhizomma, dan umbi, akan bertunas dan membentuk tumbuhan baru (Barus, 2003).

Vegetasi dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas tumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput, dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Rohman dan Sumberartha, 2001).

Metode analisis vegetasi yang lazim digunakan ada 4 macam yaitu estimasi visual, metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Tjitrosoediro, 1984).
1.    Metode estimasi visual
Pengamatan dilakukan pada titik tertentu yang selalu tetap letaknya, misalnya selalu di tengah atau di salah satu sudut yang tetap pada petak-contoh yang telah terbatas.  Besaran yang dihitung berupa dominansi yang dinyatakan dalam persentase penyebaran. Estimasi visual dilakukan berdasarkan pengamatan visual atau dengan cara melihat dan menduga parameter gulma yang akan diamati. Metode estimasi visual memiliki kelemahan yaitu hanya layak dilakukan oleh orang yang berpengalaman

2.    Metode kuadrat
Kuadrat adalah suatu ukuran luas yang dinyatakan dalam satuan kuadrat (misalnya m2, cm2, dan sebagainya) tetapi bentuk petak-contoh dapat berupa segi-empat (kuadrat), segi panjang, atau sebuah lingkaran. Dalam pelaksaan dilapangan sering digunakan bujur sangkar.

3.    Metode garis
Metode garis atau rintisan, adalah petak-contoh memanjang, diletakkan di atas sebuah komunitas vegetasi

4.    Metode titik
Metode titik merupakan suatu variasi metode kuadrat.Jika sebuah kuadrat diperkecil sampai titik tidak terhingga, akan menjadi titik

Konsepsi dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat bervariasi, tergantung keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Misalnya apakah ditujukan untuk mempelajari tingkat suksesi, apakah untuk evaluasi hasil suatu pengendalian gulma. Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan struktur dan komposisi vegetasi. Untuk areal yang luas dengan vegetasi semak rendah misalnya, digunakan metode garis (line intersept), untuk pengamatan sebuah contoh petak dengan vegetai “tumbuh menjalar” (cpeeping) digunakan metode titik (point intercept) dan untuk suatu survei daerah yang luas dan tidak tersedia cukup waktu, estimasi visual (visual estimation) mungkin dapat digunakan oleh peneliti yang sudah berpengalaman. Juga harus diperhatikan keadaan geologi, tanah, topografi, dan data vegetasi yang mungkin telah ada sebelumnya, serta fasilitas kerja atau keadaan, seperti peta lokasi yang bisa dicapai, waktu yang tersedia, dan lain sebagainya; semuanya untuk memperoleh efisiensi. Pengamatan gulma dilakukan dengan analisis vegetasi untuk penentuan nilai NJD atau SDR (Nisbah Jumlah Dominasi) dengan perhitungan analisis vegetasi (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).

Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 meter. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).

Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman dan Sumberatha, 2001).

Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut. Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).

Data yang diperoleh dari analisis vegetasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang menunjukkan bagaimana suatu jenis tumbuhan tersebar dan berkelompok. Sedangkan data kualitatif merupakan data yang menyatakan jumlah, ukuran, berat basah/kering suatu jenis, dan luas daerah yang ditumbuhinya. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenic (Sembodo, 2010).

Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat, sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan mengenai keberadaan suatu jenis saja (Irwanto, 2010).





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Pengamatan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.

X

4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan 3 pengambilan titik sampel dengan luas 50cmx50cm. Dari ketiga titik sampel tersebut, didapatkan sebelas jenis gulma yang dominan. Gulma yang paling dominan dari sebelas jenis gulma tersebut adalah Imperata cylindrica dengan nilai SDR 0,2046.  Berikut adalah urutan gulma yang dominan sampai yang tidak dominan, yaitu Cyperus kyllingia (0,1697), Axonopus compresus (0,1692), Asystasia gangetica (0,1237), Cleome rutidosperm (0,0706), Oxalis corniculata (0,0685), Setaria plicata (0,0664), Acalypha indica (0,0642), Paspalum (0,0223), Keladi (0,0211), dan yang terakhir adalah Peperomia pellucida L dengan nilai SDR sebesar 0,0197.

Spesies gulma tumbuh bergantung pada pengairan, pemupukan, pengolahan tanah, dan cara pengendalian. Dalam praktikum ini Imperata cylindrica termasuk dalam gulma golongan rumput. Gulma rumput dominan karena gulma rumput umumnya bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan di dalam tanah dan akan tumbuh kembali jika kondisi sudah baik (Syakir, 2008).

Pada pengamatan ini dapat dilihat bahwa gulma spesies Imperata cylindrica memiliki dominansi 40% dengan kerapatan sebanyak 47 pada ulangan 2, dan dominansi 30 dengan kerapatan 15 pada ulangan 3. Sehingga diperoleh kerapatan mutlak 62 dan dominansi mutlak 70%. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan dan dominansi menunjukkan korelasi negatif. Kerapatan menunjukkan jumlah individu suatu jenis tumbuhan pada tiap petak contoh. Kerapatan berhubungan erat dengan musim dan vitalitas tumbuhan. Sedangkan dominansi digunakan untuk menyatakan berapa luas area yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan, atau kemampuan sesuatu jenis tumbuhan dalam hal bersaing terhadap jenis lainnya. Dominansi dinyatakan dengan istilah kelindungan atau luas basal atau biomassa atau volume.

Gulma dapat dikendalikan dengan beberapa teknik berikut ini:

1. Preventif atau pencegahan
Gulma dapat dicegah masuk dan penyebarannya anatara lain yaitu bibit-bibit pertanaman dibersihkan dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan penggunaan pupuk kandang yang belum matang, ternak yang akan diangkut harus dibersihkan, memberantas gulma di sisi sungai dan saluran pengairan, dan mencegah gulma tahunan agar tidak berbiak dengan cara vegetatif.

2. Secara ekologis atau sistem budidaya
Pengendalian gulma secara ekologis dapat dilakukan dengan cara pergiliran tanaman, misalnya padi-tebu-kedelai, atau padi-palawija. Pengendalian gulma dalam budidaya pertanian, misalnya waktu tanam, jarak tanam, dan penggunaan varietas unggul. Selain itu dapat menggunakan penaungan dengan tumbuhan tertutup (Kusumaningrum, 2007).

3. Secara biologis
Menurut Purnomo (2010), ada 2 pendekatan yang diterapkan dalam pengendalian hayati gulma, yaitu pengendalian hayati klasik atau introduksi dan inundasi. Pengendalian hayati klasik dapat dilakukan dengan melepas agen pengendali hayati dalam jumlah tertentu. Musuh alami akan memakan gulma, bereproduksi dan secara bertahap akan mengendalikan gulma. Contoh agen hayati pada strategi ini adalah Arthropoda. Pengendalian hayati inundasi dilakukan dengan melepas musuh alami dalam jumlah besar , misalnya adalah jamur dan bakteri.

4. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi dilakukan dengan aplikasi herbisida. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya.

5.  Secara fisik
Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengolahan tanah, pembabatan, penggenangan, pembakaran, mulsa.
a.   Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor dan sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah dan iklim.
b.   Pembabatan (pemangkasan, mowing)
Pembabatan umumnya hanya efektif untuk mematikan gulma setahun dan relatif kurang efektif untuk gulma tahunan. Efektivitas cara ini tergantung pada waktu pemangkasan, interval (ulangan) dan sebagainya. Pembabatan biasanya dilakukan di perkebunan yang mempunyai krop berupa pohon, pada halaman-halaman, tepi jalan umum, jalan kereeta pai, padang rumput dan sebagainya. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada waktu gulma menjelang berbunga atau pada waktu daunnya sedang tumbuh dengan hebat.
c.   Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 - 25 cm selama 3 - 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat hidup.
d.   Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 – 55oC, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup. Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada protoplasmanya.

Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pembakaran umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan. Kerugian melakukan pembakaran ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya.
e.   Mulsa (mulching, penutup seresah)
Penggunaan mulsa dimaksudkan untuk mencegah agar cahaya matahari tidak sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan fotosintesis, akhirnya akan mati dan pertumbuhan yang baru (perkecambahan) dapat dicegah. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mulsa antara lain jerami, pupuk hijau, sekam, serbuk gergaji, kertas dan plastik (Hamasains, 2010).






V. KESIMPULAN



Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Spesies gulma yang paling dominan adalah Imperata cylindrica dengan nilai SDR 0,2046.
  2. Gulma rumput dominan karena gulma rumput umumnya bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan di dalam tanah dan akan tumbuh kembali jika kondisi sudah baik
  3. Hubungan kerapatan gulma dan dominansi gulma memiliki korelasi negatif.
  4. Teknik pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara preventif, biologis, ekologis, fisik, dan pengendalian secara kimiawi.





DAFTAR PUSTAKA


Andrixinata. 2010. Laporan Pengendalian Gulma Analisis Vegetasi Gulma. Departemen Agronomi Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.

Barus, Emanuel. 2003. Pengendalian Gulma Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.

Hamasains. 2010. Gulma Tanaman.http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.html. Diakses pada 8 Oktober 2013 pukul 21.42 WIB

Irwanto. 2010. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. http://www.irwanto shut.net. Diakses pada 02 Oktober 2013. Pukul 20.30 WIB.

Lestari, Lis. 2013. Pengertian dan Definisi Vegetasi. http://www.kamusq.com/2013/04/vegetasi-adalah-pengertian-dan-definisi.html. Diakses pada 08 Oktober. Pukul 21.46 WIB.

Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Andi Offset. Yogyakarta
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA. Malang.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sriyani, Nanik dkk. 2012. Panduan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Syakir, Muhammad et al. 2008. Pemanfaatan limbah sagu sebagai pengendalian gulma pada lada perdu. Jurnal Littri Vol. 14 No. 3 : 107 – 112.

Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB.

Tjitrosoedirdjo, S., H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo., 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>