Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

POSTULAT KOCH



 POSTULAT KOCH
(Laporan Praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan Umum)





 
Universitas Lampung - Unila Logo



JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012




I. PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Penyakit tanaman adalah kondisi dimana tanaman mengalami satu atau lebih gangguan fungsi fisiologis secara terus menerus akibat agen/penyebab penyakit primer dan menimbulkan gejala. Agen/penyebab penyakit ini lebih familiar kita kenal dengan sebutan patogen. Penyebab penyakit dapat digolongkan menjadi 2 agen, yaitu agen biotik (bakteri, mikoplasma, virus, nematoda, jamur, dan mikroorganisme lain yang dapat mengganggu fungsi fisiologis tanaman) dan agen abiotik (kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman).
Diagnosis penyakit tumbuhan ada yang mudah, karena gejalanya khas, tetapi lebih banyak yang sulit ditentukan penyebabnya karena gejalanya banyak yang mirip satu sama lain. Apalagi penyebabnya kebanyakan adalah adanya organisme yang sukar dilihat dengan mata telanjang.
Hampir semua tanaman pertanian di Indonesia terkena penyakit yang disebabkan oleh patogen, baik itu tanaman pangan seperti padi yang diserang oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. ataupun tanaman hortikultura seperti kacang tanah yang diserang oleh cendawan Sclerotium rolfsii yang menyebabkan penyakit busuk batang, kubis-kubisan oleh bakteri Erwinia carotovora, cabai oleh cendawan Colletotrichum sp, dan lain-lain.
Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman telah dirasakan oleh bangsa Indonesia, terlebih oleh para petani. Dapat dibuktikan dari menurunnya produktivitas pangan dan tanaman hortikultura di Indonesia. Hal ini tentu saja tidak dapat dibiarkan. Dibutuhkan suatu tindakan pengendalian yang efektif yang dapat menjadi solusi bagi perbaikan dan perkembangan pertanian Indonesia.
Untuk mengetahui penyebab penyakit suatu tanaman yang disebabkan oleh agen biotik, dikenal sebuah cara yaitu Postulat Koch. Cara ini dikemukakan oleh Robert Koch. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Walaupun dalam masa Koch, dikenal beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung jawab pada suatu penyakit dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Pada masa itu virus belum dapat diisolasi dalam kultur. Hal ini merintangi perkembangan awal dari virologi. Kini, beberapa penyebab infektif diterima sebagai penyebab penyakit walaupun tidak memenuhi semua isi postulat. Oleh karena itu, dalam penegakkan diagnosis mikrobiologis tidak diperlukan pemenuhan keseluruhan postulat.
Koch memberikan rumusan berupa sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum salah satu faktor biotik (organisme) dianggap sebagai penyebab penyakit. Dalam Postulat Koch disebutkan, untuk menetapkan suatu organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat. Pertama, organisme selalu berasosiasi dengan inang dalam semua kejadian penyakit. Kedua, organisme (patogen) dapat diisolasi dan dikulturkan menjadi biakan murni. Ketiga, hasil isolasi saat diinokulasikan pada tanman sehat akan menghasilkan gejala penyakit yang sama dengan tanaman yang telah terkena penyakit. Keempat, dari tanaman yang telah diinokulasi didapatkan hasil isolasi yang sama dengan hasil isolasi yang pertama.
Sebagai contoh nyata dari keterangan di atas, bahwa bakteri Bassilus antracis  pasti selalu ditemukan pada penyakit antraks. Apabila bakteri yang diambil dari limpa sapi yang terinfeksi antraks, kemudian bakteri tersebut mampu hidup jika diisolasi dalam lingkungan yang sesuai. Untuk mengetahui sifat Bassilus antracis hasil biakan tersebut, kemudian bakteri tersebut dapat diinjeksikan pada tikus yang sehat. Setelah selang beberapa waktu tikus tikus yang sehat tersebut mati. Hal ini menunjukan jika sifat mikroorganisme tersebut mampu membuat infeksi asli. Apabila Bassilus antracis dari tikus yang mati diambil lagi dan diisolasi lagi maka akan tetap mempunyai sifat pathogen bagi DNA yang sesuai. Adanya kriteria tersebut menjadi jalan ditemukannya berbagai bakteri penyebab berbagai penyakit dalam waktu yang cukup singkat (kurang dari 30 tahun).
Postulat Koch ini hanya dapat digunakan dalam pembuktian jenis patogen yang bersifat tidak parasit obligat. Parasit obligat adalah parasit yang tidak dapat hidup tanpa ada inangnya. Oleh karena inilah, patogen parasit obligat tidak dapat dibiakan dalam laboratorium. Salah satu contuh parasit obligat adalah virus. Penemuan virus dan bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit serta adanya penyakit tertentu yang ditimbulkan oleh lebih dari 1 mikroorganisma memerlukan modifikasi dari postulat Koch. Pada tahun 1892 Dimitri Ivanovski menunjukkan bahwa agen yang menyebabkan penyakit mosaik pada tembakau dapat ditularkan melalui ekstrak tanaman yang sakit. Ekstrak terebut disaring dengan filter yang ditemukan oleh kawan-kawan Pasteur dimana filter tersebut diketahui dapat menyaring bakteri. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa agen tersebut mempunyai ukuran yang jauh lebih kecil dari bakteri. Yellow fever merupakan penyakit pertama pada manusia yang diketahui disebabkan oleh virus.'

Praktikum ini menggunakan penyakit antraknosa pada cabai. Cendawan yang sudah diisolasi dari cabai yang berpenyakit antraknosa (cabai I) akan diinokulasikan pada cabai sehat (cabai II). Pendugaan penyebab penyakit ini menggunakan model Postulat Koch. Dari hasilnya nanti akan terlihat samakah penyebab penyakit yang ditunjukkan oleh cabai I dengan gejala penyakit yang ditunjukkan oleh cabai II.

1.2    Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
  1. Mengetahui cara isolasi patogen dari tanaman sakit.
  2. Mengetahui cara kerja Postulat Koch.
  3. Mengetahui penyebab penyakit antraknosa pada cabai.



II. METODE PERCOBAAN


2.1     Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikm ini adalah cabai yang terserang penyakit antraknosa, media PDA, aquades, klorok, alkohol, dan cabai sehat.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, silet, pinset, pisau, jarum, tissue, pipet, nampan, bunsen, jarum ose, label, dan plastik.

2.2    Cara Kerja
Adapun langkah kerja yang dilakukan dalam Postulat Koch ini adalah sebagai berikut.
1.  Isolasi
Meja praktikum yang akan digunakan didisinfektan terlebih dahulu. Pengambilan sampel untuk isolasi dilakukan denga pemotongan pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat pada permukaan bagian tanaman. Potongan tersebut dimasukkan ke dalam 9 ml aquades selama 1 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam klorok 1 ml selama 1 menit dan direndam kembali dengan aquades selama 1 menit. 
Setelah itu, potongan diletakan di atas tissue lalu digoreskan pada media dengan jarum ose dalam kondisi steril di Laminar Air Flow. Cawan petri yang digunakan diberi label, diletakkan di dalam nampan lalu ditutup dengan plastik. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat mulai tumbuh jamur, warna koloni, gambar bentuk koloni, dan ada tidaknya kontaminan.

2.    Reisolasi
Setelah jamur tersebut diisolasi, jamur tersebut harus dipindahkan ke media baru agar mendapat kultur murni. Pemindahan ini dilakukan pada hari ke-5 dalam Laminar Air Flow. Jamur dari media I diambil sedikit dengan jarum ose. Lalu diletakkan ke media baru dalam kondisi steril. Cawan petri yang digunakan diberi label, diletakkan di dalam nampan lalu ditutup dengan plastik. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat mulai tumbuh jamur, warna koloni, gambar bentuk koloni, dan ada tidaknya kontaminan.

3.   Inokulasi
Inokulasi merupakan penginfeksian jamur hasil kultur murni ke dalam tubuh inang (dalam hal ini adalah cabai sehat). Air dimasukkan ke dalam nampan. Lalu diberi tissue hingga seluruh bagian nampan tertutupi. Di atas tissue yang basah tersebut diberi pipet sebagai tempat peletakan cabai. Terdapat dua perlakuan cabai dalam praktikum ini, yaitu dilukai dan tidak dilukai. Cabai sehat lalu diberi jamur hasil reisolasi di atasnya. Cabai yang telah kontak dengan jamur ini kemudian diletakkan di atas pipet. Cabai tidak boleh terkena air. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengamati gejala dan tanda yang timbul pada cabai.

4.  Isolasi/Identifikasi
Isolasi dilakukan dengan cara yang sama dengan isolasi di awal. Meja praktikum yang akan digunakan didisinfektan terlebih dahulu. Pengambilan sampel untuk isolasi dilakukan denga pemotongan pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat pada permukaan bagian tanaman. Potongan tersebut dimasukkan ke dalam 9 ml aquades selama 1 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam klorok 1 ml selama 1 menit dan direndam kembali dengan aquades selama 1 menit.  Setelah itu, potongan diletakan di atas tissue lalu digoreskan pada media dengan jarum ose dalam kondisi steril di Laminar Air Flow. Cawan petri yang digunakan diberi label, diletakkan di dalam nampan lalu ditutup dengan plastik. Setelah beberapa hari jamur akan tumbuh. Lalu diambil sampel dari jamur ini untuk diamati di bawah mikroskop. Kemudian dilakukan identifikasi, sama atau tidak jamur yang ada sekarang dengan jamur yang ada pada cabai I (sebelumnya telah diketahui bentuk jamur pada cabai I).


III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Isolasi
Hari ke-
Gambar Foto
Gambar Tangan
Deskripsi
1

 
Hifa-hifa berwarna putih mulai tumbuh
2


Jumlah hifa mulai terlihat lebih banyak
3


Hifa semakin banyak, namun muncul pula kontamian berwarna kekuningan
4





Pertumbuhan jamur hampir memenuhi seluruh isi cawan petri

2. Reisolasi
Hari ke-
Gambar Foto
Gambar Tangan
Deskripsi
1


Pertumbuhan jamur terlihat meski hanya sedikit
2


Pertumbuhan jamur mulai terlihat banyak
3


Jamur semakin banyak
4


Hifa jamur menyebar memenuhi ¾ cawan. Namun kontaminan juga ikut tumbuh ditandai dengan warna hitam.


3. Inokulasi
Hari ke-
Gambar Foto
Gambar Tangan
Deskripsi
1


Belum tampak adanya serangan jamur
2


Mulai muncul bintik yang menandakan adanya infeksi jamur
3


Infeksi jamur mulai meluas
4


Infeksi jamur semakin meluas

4. Isolasi/Identifikasi
Hari ke-
Gambar Foto
Gambar Tangan
Deskripsi
1





Jamur sudah mulai tumbuh meski hanya sedikit
2








Jamur lebih banyak dari sebelumnya
3


Jamur mulai menyebar walau belum banyak
4





Jamur memenuhi seluruh cawan petri. Namun, terdapat kontaminan
5


Jamur Colletotrichum gloeosporioides berbentuk bulat lonjong


2.1 Pembahasan
Postulat Koch merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui penyebab suatu penyakit yang disebabkan oleh agen biotik non obligat. Terdapat empat kriteria Postulat Koch. Untuk menetapkan bahwa suatu patogen spesifik merupakan penyebab suatu penyakit, para peneliti harus (1) menemukan patogen yang sama pada setiap individu sakit yang diteliti. (2) mengisolasi patogen dari seseorang yang menderita sakit yang sama dan membiakkan mikroba itu dalam biakan murni, (3) menginduksi penyakit itu pada hewan percobaan denga cara memindahkan patogen dari biakan. (4) mengisolasi patogen yang sama dari hewan percobaan setelah penyakit itu berkembang (Campbell dkk,  2003).
Suatu infeksi yang menyebabkan sakit biasanya tidak dikatakan sebagai penyebab sampai ia memenuhi kriteria yang dikemukakan Koch. Kriteria yang harus dipenuhi itu adalah
1. Organisme harus cukup banyak ditemukan pada setiap kasus yang menerita sakit.
2. Organisme yang berhubungan dengan penyakit, harus dapat ditumbuhakn pada media murni.
3. Organisme yang ditumbuhkan tersebut kemudian mampu menyebabkan sakit pada kelompok lain yang sama spesiesnya melalui inokulasi
4. Antibodi terhadap organisme tersebut, timbul selama penyakit sedang berlangsung. (Underwood, 1996).
Secara sederhana langkah-langkah Postulat Koch terdiri atas, pertama isolasi yaitu mengambil bagian tertentu dari tubuh jamur untuk di tanam pada media PDA. Bagian yang diambil adalah spora jamur yang terletak di bagian bilah (lamella). Isolasi pada cabai terserang antraknosa ini dilakukan dengan pemotongan pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat pada permukaan bagian tanaman. Potongan tersebut dimasukkan ke dalam 9 ml aquades selama 1 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam klorok 1 ml selama 1 menit dan direndam kembali dengan aquades selama 1 menit. Hal ini lakukan untuk memastikan bahwa bagian cabai ini steril. Setelah itu, potongan diletakan di atas tissue lalu digoreskan pada media dengan jarum ose dalam kondisi steril di Laminar Air Flow. Cawan petri yang digunakan diberi label, diletakkan di dalam nampan lalu ditutup dengan plastik.
Pengamatan isolasi ini dilakukan selama 4 hari, dengan variable pengamatan, yaitu waktu mulai tumbuh jamur, warna koloni, gambar bentuk koloni, dan ada tidaknya kontaminan. Pada hari ke-1, jamur mulai terlihat tumbuh meski hanya sedikit. Hari ke-2, jamur mulai mengalami pertumbuhan pesat. Hifa-hifa yang tumbuh mulai banyak. Pada hari ke-3, jamur yang tumbuh semakin banyak namun mulai terlihat jelas adanya kontaminan. Lalu di hari ke-4, hifa-hifa jamur semakin memenuhi cawan petri berdampingan dengan adanya kontaminan.
Kedua, reisolasi adalah suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroorganisme dari mikroorganisme lain yang ikut tumbuh selama proses isolasi untuk mendapatkan kultur murni. Adapun beberapa teknik yang digunakan pada saat dilakukan reisolasi adalah teknik monospora dan teknik pengambilan hifa. Teknik monospora yaitu suatu teknik pemurnian yang dilakuakn dengan cara mengisolasi spora tunggal atau mengambil spora tunggal untuk dipindahkan pada media yang baru, sedangkan teknik pengambilan hifa dilakukan dengan cara pengambilan sebagian sekumpulan hifa jamur untuk dipindahkan pada medium yang baru, (Tim Penyusun, 2010).
Biakan murni adalah biakan yang terdiri atas satu spesies bakteri yang ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan tersebut berfungsi sebagai medium pertumbuhan. Medium ini dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi yang diperlukan bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. Bahan dasar yang digunakan untuk medium pertumbuhan ini adalah agar-agar. Untuk hasil; yang lebih baik, alat dan bahan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu,(Dwidjoseputro, 1994).
Praktikum ini menggunakan teknik pengambilan hifa. Pemindahan dilakukan pada hari ke-5 dalam Laminar Air Flow. Jamur dari media I diambil sedikit dengan jarum ose. Lalu diletakkan ke media baru dalam kondisi steril. Cawan petri yang digunakan diberi label, diletakkan di dalam nampan lalu ditutup dengan plastik. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat mulai tumbuh jamur, warna koloni, gambar bentuk koloni, dan ada tidaknya kontaminan.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, terlihat bahwa pada hari pertama sudah mulai muncul tanda-tanda adanya hifa jamur yang berwarna putih. Kemunculan hifa ini juga diiringi dengan munculnya kontaminan. Pada hari kedua, hifa yang muncul sudah semakin banyak. Pertumbuhan jamur semakin meluas pada hari ketiga. Pada hari keempat, pertumbuhan jamur semakin lebar dan kontaminan pun terlihat jelas dengan warnanya yang hitam.
Ketiga, inokulasi merupakan pekerjaan memindahkan mikroorganisme  dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Dalam praktikum ini, inokulasi merujuk pada pemindahan jamur dari media buatan (media PDA) ke media pertumbuhan baru yaitu cabai sehat. Inokulasi dilakukan dengan  meletakkan jamur dengan dua perlakuan. Perlakuan I, yaitu pada cabai yang dilukai. Perlakuan II, yaitu pada cabai yang tidak dilukai. Ini dilakukan untuk melihat kecepatan tumbuh jamur pada cabai dengan permukaan berbeda. Kemudian cabai ini secara terpisah diletakkan dalam nampan berisi air yang telah diberi tissue dan pipet. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kondisi jamur yang cenderung menyukai tempat lembab. Pipet digunakan sebagai tempat peletakan cabai agar tidak terkena air secara langsung karena air tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan jamur lain.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, pada hari pertama belum tampak tanda-tanda cabai sakit. Pada hari kedua, mulai ada bintik yang menandakan infeksi mulai terjadi. Kemudian jamur mulai berkembang pada cabai pada hari ke-3. Dan semakin meluas pada hari berikutnya. Pertumbuhan jamur ini lebih cepat pada cabai yang dilukai dibanding cabai yang tidak dilukai. Hal  ini diduga karena pada cabai yang dilukai terjadi penetrasi tidak langsung sehingga jamur tidak perlu lagi membentuk struktur untuk menghancurkan dinding sel. Dan infeksi pun akan terjadi lebih cepat.
Tahapan terakhir dari Postulat Koch adalah isolasi untuk kemudian diidentifikasi. Isolasi ini dilakukan dengan cara yang sama dengan isolasi di awal. Pengambilan sampel untuk isolasi dilakukan denga pemotongan pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat pada permukaan bagian tanaman. Potongan tersebut dimasukkan ke dalam 9 ml aquades selama 1 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam klorok 1 ml selama 1 menit dan direndam kembali dengan aquades selama 1 menit.  Setelah itu, potongan diletakan di atas tissue lalu digoreskan pada media dengan jarum ose dalam kondisi steril di Laminar Air Flow. Cawan petri yang digunakan diberi label, diletakkan di dalam nampan lalu ditutup dengan plastik. Setelah beberapa hari jamur akan tumbuh.
Pada pengamatan hari pertama, jamur sudah terlihat tumbuh. Pada hari kedua semakin melebar. Dan semakin terlihat banyak pada hari ketiga. Penyebaran jamur sudah meluas ke seluruh area cawan petri pada hari keempat. Namun, terlihat pula adanya kontaminan pada biakan jamur ini. Lalu diambil sampel dari jamur ini untuk diamati di bawah mikroskop. Setelah dilakukan pengamatan, diketahui bahwa jamur yang menyerang cabai ini adalah Colletotrichum gloeosporioides karena bentuknya yang bulat lonjong. Jamur ini merupakan jamur yang sama yang menyerang cabai I. Kini sudah dapat dipastikan bahwa antraknosa pada cabai percobaan ini disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides.
Klasifikasi Colletotrichum  gloeosporioides 
Kingdom: Fungi
Divisi: Mycota
Subdivisio: Eumycotyna
Kelas: Deuteromyces
Ordo: Melanconiales
Family: Melanconiaceae
Genus: Colletotrichum
Spesies: Colletotrichum  gloeosporioides 

Colletotrichum gloeosporioides Penz. parasit fakultatif milik Melanconiales pesanan. Jamur memproduksi hialin, bersel satu, ovoid untuk lonjong, sedikit melengkung atau konidia berbentuk dumbbell, 10-15 pM panjang dan lebar 5-7 pM. Massa konidia tampak merah muda atau salmon berwarna. Patogen awalnya menginfeksi utuh, non-terluka buah hijau yang belum matang di lapangan. Spora berkecambah dan membentuk appressoria pada permukaan buah. Jamur, menggunakan appressoriumnya, enzimatik menembus kutikula dan kemudian tetap sebagai sub-kutikula hifa sampai klimakterik pasca tahap pertumbuhan buah dicapai. Pada titik ini, jamur mengalami pertumbuhan pesat dan menyebabkan gejala-gejala yang khas. Kondisi lingkungan yang menguntungkan patogen adalah suhu tinggi, 28ûC yang optimal, dan kelembaban tinggi. Spora harus mendapat air yang cukup untuk berkecambah, perkecambahan diabaikan bawah kelembaban relatif 97%. Spora hanya dibebaskan dari acervuli ketika ada banyak kelembaban. Pukulan ombak dari hujan adalah sarana umum menyebar. Keparahan penyakit ini cenderung menurun saat cuaca kering. Sinar matahari, kelembaban rendah dan temperatur ekstrem (di bawah 18ûC atau lebih besar dari 25ûC) cepat menginaktivasi spora (Wastie, 1972).




IV.  KESIMPULAN


Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.  Secara sederhana, tahapan Postulat Koch adalah isolasi, reisolasi, inokulasi, dan isolasi/identifikasi.
2.  Postulat Koch hanya dapat dilakukan pada parasit non-obligat.
3.  Pada praktikum ini sering ditemukan adanya kontaminan karena adanya ketidaksterilan langkah kerja praktikan dalam mengisolasi maupun menginokulasi jamur.
4.  Jamur dengan kondisi lembab dan dilukai permukaannya akan lebih cepat tumbuh.
5.  Penyakit antraknosa pada cabai percobaan disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides.



DAFTAR PUSTAKA


Campbell, Neil A, Jane B Reece, dan Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dwijoseputro,S.1994. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tim penyusun.2010. Panduan Praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Lampung. Lampung.
Underwood, JCE. 1996. Patologi Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Wastie, RL 1972. Daun sekunder jatuhnya Hevea brasiliensis: faktor yang mempengaruhi produksi, perkecambahan, dan viabilitas spora Colletotrichum gloeosporioides Ann.. Appl. Biol. 72:273-282.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>