Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
Part 3: Seleksi PM XII Tahap II
Seleksi tahap II ini dikenal dengan istilah Direct Assesment (DA). Sebelum menjalani
DA, peserta akan dikirimi tes papikostik dan studi kasus melalui email. Tes
papikostik merupakan tes psikologi, jadi peserta akan memilih 1 dari 2 pilihan
yang ada yang sesuai dengan sifat diri. Tes ini dilakukan secara online. Pada
studi kasus, peserta akan dikirimi kasus mengenai dunia pendidikan Indonesia
lalu diminta membuat list penyelesaian masalah tersebut dan mengurutkannya
berdasarkan skala prioritas yang paling mungkin terealisasi. Berdasarkan
pengalamanku, peserta diberi waktu 3 hari untuk mengerjakan studi kasus ini
lalu hasilnya dikirim ke email IM dalam bentuk Ms. Word maks 2 lembar. Studi
kasus yang aku dapat waktu itu berjudul “Proses Kerja dan Struktur Organisasi
Program Rekrutmen dan Pelatihan Guru Kabupaten Gunung Tinggi”.
Pada tahap II ini senang rasanya dapat bertemu orang-orang
dengan pemikiran sama dari berbagai daerah seputaran Jakarta. Sebelum masuk ke
seleksi inti, kami dikumpulkan untuk penjelasan mengenai IM, visi, dan misinya.
Setelah itu barulah kami dibagi kelompok seleksi. Direct Assesment (DA) terkenal sebagai tahapan yang paling seru
dari seluruh tahapan seleksi PM. Ada 13 peserta yang seleksi DA di Jakarta hari
itu.Tahap DA terdiri atas 4 bagian, yaitu:
1.
FGD (Focus
Group Discussion)
Pada FGD kami dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompokku terdiri atas 5 orang,
dengan rincian 4 perempuan dan 1 laki-laki. Kami diberi kasus mengenai kondisi
pendidikan di suatu daerah untuk kemudian dirumuskan penyelesaiannya. Kasus
pada FGD ini menurutku lebih sederhana dibanding studi kasus yang kami dapat sebelum
DA. Terlebih lagi kami tidak perlu putar otak memikirkan solusi karena beberapa
solusi sudah tersedia dan tugas kami hanya mengurutkan berdasarkan solusi yang
paling mungkin direalisasikan. Ada 2 orang psikolog yang memantau kami di
ruangan yang super dingin itu, tapi anggap saja mereka tidak ada. Secara umum
tahapan ini dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama, kami diberi waktu 25 menit
untuk membaca kasus dan menuliskan urutan solusinya di lembar jawaban yang
diberikan panitia. Saranku, sering-sering liat jam pada masa ini karena waktu
begitu cepat berlalu. Semua anggota kelompokku bahkan belum selesai mengisi di
lembar jawaban yang disediakan saat waktu untuk sesi pertama sudah habis. Sesi
kedua, kami diberi waktu 45 menit untuk merumuskan urutan solusi kelompok.
Tidak ada ketua maupun notulen dalam diskusi ini, kedudukan semua anggota sama.
Masing-masing dari kami mengungkapkan pendapat dan aku menjadi yang terakhir
berpendapat. Untunglah pendapat kami tidak jauh berbeda, hanya ada sedikit
perbedaan dan itu bisa terselesaikan dalam 2 kali penyampaian pendapat. Bahkan
kami sudah selesai sebelum waktu habis. Menurutku tidak ada yang mendominasi
dan tidak ada pula yang pasif, semua dapat porsi bicara yang sama, 3 kali
bicara kalau aku tidak salah ingat.
Sebenarnya awal tahu tentang DA, tahapan FGD yang paling aku takuti. Aku
sadar aku termasuk orang yang tidak banyak berkomentar, aku lebih suka
menyimak, aku hanya berkomentar jika pendapatku berbeda dengan yang lain, dan
aku pun bukan tipe orang yang mempertahankan pendapatku mati-matian walaupun
seandainya aku benar. Aku sempat membaca beberapa tips FGD seperti jangan
mendominasi, bicaralah lebih awal, dsb tapi hal itu sama sekali tidak terpikir
olehku saat FGD berlangsung, yang aku lakukan hanya jadi diri sendiri.
2. Microteaching
Sebelum DA, kami mendapat email tentang pembagian materi mengajar untuk
tahap microteaching. Aku mendapat
bagian untuk mengajar materi kelas 2 SD, matematika tentang waktu. Langsung
yang terpikir olehku adalah membuat jam analog sebagai media pembelajaran
karena begitulah saran-saran yang aku baca dari blog PM sebelumnya sebagai
nilai tambah dalam microteaching.
Cukup menyedihkan rasanya karena jam ku ini berkali-kali lepas angkanya padahal
sudah aku beri banyak lem. Tapi itu bukan masalah dalam praktek mengajar ini.
Gambar 1. Media pembelajaran "jam" buatanku |
Microteaching ini dihadiri oleh
penilai dan kakak PM angkatan sebelumnya. Sebelum microteaching, kami diminta untuk mengisi RPP (Rancangan Proses
Pembelajaran). Untung saja sebelumnya aku sudah baca-baca tentang RPP materi
yang akan aku bawakan. Istilah RPP pun tidak terlalu asing bagiku karena teman
sekamarku waktu mahasiswa dulu adalah anak pendidikan yang hobi merancang RPP.
Kemudian sebelum mulai mengajar, peserta diberi pertanyaan tentang diri dari
kakak PM. Pertanyaannya seperti, apa prestasi terbesar dalam hidupmu,
deskripsikan dirimu dalam 5 kata, kalau kamu jadi hewan kamu pilih jadi hewan
apa, dsb. Setelah itu, peserta diberi waktu 8 menit untuk praktek mengajar.
Hanya 8 menit dan saat itu aku benar-benar ingin cepat berakhir. Tiga menit
pertama peserta diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan
materi lalu menit selanjutnya tamatlah riwayatmu sebagai guru.
Menurutku, tahapan ini yang membuat DA menjadi kenangan. Sebelum microteaching dimulai, peserta akan
diminta keluar ruangan. Saat itulah anak PM memberi instruksi teman-teman
sesama peserta untuk berulah saat sang guru mengajar nanti. Temanya
macam-macam, ada yang manja, bertengkar di kelas, tidak mau belajar, minta
pulang, pipis di celana, orang tuanya datang mengajak pulang, sampai bicara
dalam bahasa daerah yang sang guru tidak tahu maknanya. Kami lelah tertawa hari
itu tapi jangan dikira ini tidak ada maksudnya. Penilai ingin melihat kemampuan
peserta dalam mengelola kelas ketika kondisi abnormal seperti itu karena
begitulah kondisi real sekolah di pedalaman Indonesia berdasarkan pengalaman
para PM. Di akhir pengajaran peserta akan ditanya apa yang dialami tadi dan
bagaimana cara mengatasinya. Dan aku, tidak paham tema yang mereka berikan padaku
sehingga aku pun tidak tahu harus bilang apa, speechless. Untung kakak PM tidak memaksaku bicara, aku sangat
bingung berulah apa anak-anak tadi.
Hingga pulang aku tetap tidak mengerti apa tema yang mereka berikan
padaku. Setelah sampai di rumah aku baru sadar, temanya adalah anak manja. Owh,
bodohnya aku waktu itu. Yang lebih bodohnya lagi, aku menyebut “kakak” untuk
mendefinisikan guru dan “adik” untuk mendefinisikan murid. Di akhir microteaching, kakak PM menjelaskan
bahwa itu tidak boleh dalam sistem pendidikan karena guru adalah orang tua bagi
muridnya. Sehingga “Ibu” dan “anak” adalah panggilan yang jauh lebih tepat. Dua
kesalahan ini membuat microteaching
terasa suram bagiku.
3.
Interview
Pentingnya back up tulisan yang
diupload saat mendaftar PM akan terasa pada tahap ini. Aku pribadi tidak
mempersiapkan apapun untuk interview karena tidak punya bahan back up. Awalnya aku agak khawatir, tapi
ya sudahlah, yang terjadi, terjadilah.
Interview dibagi menjadi 2 sesi dengan 2 assesor yang berbeda. Sesi
pertama berlangsung selama 1 jam. Pertanyaannya seputar semua yang peserta
tulis dalam form online dan akan merembet ke pertanyaan lain sesuai dengan
jawaban peserta. Sesi pertama ini lebih detail dibanding sesi kedua. Sesi kedua
berlangsung selama 30 menit. Pertanyaannya hanya seputar yang ditulis peserta
dalam form online. Menurutku interview ini lebih seperti sesi curhat, sangat
santai. Aku bahkan sharing pendapat
dengan assesor pada sesi pertama dan sang assesor pun memberiku sedikit nasehat
tapi terasa begitu bermakna. Sebenarnya aku kurang paham dengan tujuan
interview ini, hanya sekedar verifikasi apa yang peserta tulis di form
pendaftaran atau untuk melihat psikologi peserta juga. Apapun tujuannya, saran
yang bisa aku berikan adalah baca-baca lagi apa yang ditulis saat mendaftar,
ceritakan semuanya dengan jujur, percayalah bahwa tidak ada pengalaman yang
tidak berharga jadi jangan mengerdilkan diri sendiri, dan yang paling penting
adalah jadi diri sendiri.
4.
Tes psikologi dengan menggambar
Ini
adalah tahapan terakhir. Semua peserta dikumpulkan dalam satu ruangan. Kami
diberi 3 kertas dan dipinjami pensil HB untuk menggambar. Ada 3 jenis gambar,
yaitu orang, pohon, dan orang beserta pohon dan rumah. Karena aku bukan orang
psikolog, aku tidak tahu apa makna dari itu semua. Aku pun bukan orang seni,
hanya menggambar sebatas yang aku bisa. Untuk orang, aku menggambar petani
berdasi. Mungkin karena pertanian adalah backgroundku jadi itu yang terpikir
olehku. Petani berdasi merupakan sejenis harapan di masa depan petani Indonesia
adalah orang-orang terdidik sehingga pertanian Indonesia maju dan petaninya
makmur. Untuk pohon, aku menggambar pohon jambu air lengkap dengan batang,
ranting, daun, buah, dan akar. Aku pilih jambu air karena ingat pohon jambu
yang ada di depan rumahku. Untuk gambar orang-pohon-rumah, aku menggambar rumah
dengan pekarangannya yang luas, ada banyak pohon di sekitarnya, ada warung di
depan rumah, dan kolam ikan dimana terdapat anak-anak sedang memancing. Jangan
bayangkan itu sebagai gambar yang bagus, karena gambaranku sangat jelek. Aku
hanya menggambar apa yang saat itu terlintas di pikiranku.
Gambar 2. Orang-orang hebat yang DA bersamaku |
Seleksi tahap II pun berakhir. Seleksi yang berlangsung
mulai dari pukul 08.00-16.00 WIB ini sangat menguras energi. Meskipun begitu,
rasanya senang pernah menjadi peserta dari tahapan ini. Selain pengalaman,
teman juga jadi bertambah pastinya. Sama seperti tahap I, tahap II ini pun aku
tidak yakin lolos mengingat kebodohan yang aku lakukan saat microteaching. Aku tidak berani berharap
lebih karena sadar itu kesalahanku sendiri. Doa aku hanya satu; Tuhan, berikan
aku yang terbaik, apapun hasilnya, aku
ikhlas.
Komentar