Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK MAJEMUK NPK 50% DAN MOL SAYUR TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI PADA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa) DAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans)
PENGARUH
PEMBERIAN PUPUK MAJEMUK NPK 50% DAN MOL SAYUR TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA
PRODUKSI PADA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica
rapa) DAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans)
(Laporan Praktikum Teknologi Pertanian
Organik)
Oleh
Kelompok 11
Fajri Taufik Akbar 1114121083
Habiba Nurul Istiqomah 1114121095
Hesti Tanu Ariani 1114121100
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
-----------------------------------------------------------
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pertanian
merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari kehidupan
manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa komponen
kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi, terputusnya salah
satu mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh terhadap
kelangsungan makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan.
Dengan
melihat gejala perilaku manusia sebagai komponen yang paling aktif mengadakan
eksplorasi, pembudidayaan, perubahan, pengguna (konsumsi) dan lain-lain untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat telah menimbulkan
gejala yang mengarah pada kerusakan pencemaran lingkungan dan produk pertanian.
Ironisnya pengguna bahan kimia dan bahan anorganik
lainya
yang sulit dirombak dan sekaligus merupakan bahan pencemar itu merupakan hasil
karya para ahli yang mengharapkan dapat menjawab tantangan kebutuhan hidup
masyarakat. Misalnya, untuk meningkatkan
hasil suatu produk pertanian dalam proses budidaya tanaman, menggunakan pestisida
untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT), zat pengatur tumbuh
untuk merangsang pembelahan sel atau meningkatkan aktifitas auxin sehingga
pertumbuhan dapat optimal, serta penggunaan pupuk
anorganik yang mudah didapat
dan mudah aplikasinya sebagai penyedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Hasil
yang diperoleh dari usahatani demikian apabila diperhatikan sekilas memang
bagus, baik kualitas maupun kuantitasnya, tetapi jika kita teliti lebih detail,
ternyata dibalik keherhasilan tersebut terdapat suatu kerugian yang tidak kalah
besarnya, yaitu adanya pencemaran lingkungan dan produk pertanian. Hal ini dapat menyebabkan
pemutusan mata rantai kehidupan dan efek-efek negatif lainnya yang akan sangat
terasa bila sudah berjalan beberapa waktu lamanya. Efek residu dari penggunaan
pestisida antara lain dapat mencemari tanah disertai matinya beberapa organisme
perombak tanah, mematikan serangga dan binatang lain yang mungkin sebenarnya
binatang tersebut dapat bermanfaat bagi kita sehingga terputusnya rantai
makanan bagi hewan pemakan serangga hama. Dari hal tersebut yang tidak kalah
menariknya untuk kita renungkan adalah bahan aktif pestisida yang tertinggal
pada tanaman yang akan dikonsurnsi dapat meracuni kita dan akan terakumulasi di
dalam tubuh, maka tidak heran banyak gejala penyakit yang salah satu
penyebabnya adalah bahan kimia tersebut, misainya kanker, radang, penyakit
kulit dan lain-lain bahkan ada yang teracuni langsung, yaitu orang mengkonsumsi
komponen tanaman (buah, daun, bunga, umbi dan lain-lain) yang jelas-jelas masih
mengandung pestisida. Efek negatif yang berkepanjangan pada suatu areal pertanian akan
menurunkan produktifitas lahan itu sendiri. Dengan demikian tujuan yang semula
untuk memaksimalisasi produktivtas lahan pertanian justru terbalik, bahkan akan
menjadikan bumerang bagi kita.
Saat
ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah
mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan. Salah satu
teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan yang sudah kita dengar adalah pertanian organik. Pertanian
organik merupakan suatu teknologi budidaya tanaman yang pada penerapannya
disesuaikan dengan keadaan lingkungan, agar tidak terjadi perubahan ekosistem
secara drastis sehingga tidak menggangu dan memutuskan mata rantai makhluk
hidup.
Namun pada kenyataannya pertanian organik tidak dapat meningkatkan
produksi tanaman secara drastis. Segala yang bersifat alami membutuhkan proses
panjang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu dilakukanlah
praktikum pertanian organik agar mahasiswa dapat merasakan secara langsung
bagaimana penerapan pertanian organik dalam skala yang kecil.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum teknologi pertanian
organik ini yaitu sebagai berikut :
1.
Mengetahui pengaruh pemberian pupuk majemuk
NPK 50% dan mol sayur terhadap pertumbuhan serta produksi pada tanaman sawi
hijau (Brassica rapa).
2.
Mengetahui pengaruh pemberian pupuk majemuk
NPK 50%, mol sayur, dan residu tanam pertama
terhadap pertumbuhan serta produksi pada tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans).
3.
Mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati terhadap pengendalian hama
pada tanaman sawi (Brassica rapa).
4.
Mengetahui pengaruh pemberian pestisida botani dan nabati terhadap
pengendalian hama pada tanaman kangkung (Ipomoea reptans).
5.
Mengetahui pengaruh penanaman kenikir (Cosmos
caudatus) sebagai
tanaman penghambat OPT di sekitar lahan pertanaman.
------------------------------------------------
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem pertanian organik
didefinisikan sebagai kegiatan usaha tani secara menyeluruh sejak proses
produksi (prapanen) sampai proses pengolahan hasil (pasca-panen) yang bersifat
ramah lingkungan dan dikelola secara alami (tanpa penggunaan bahan kimia
sintetis dan rekayasa genetika), sehingga menghasilkan produk yang sehat dan
bergizi. Budidaya tanaman organik dilaksanakan di lahan yang bebas dari cemaran
bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida, menggunakan benih/bibit non-GMO atau
berasal dari kebun pertanian organik. Upaya peningkatan kesuburan tanah dan
pemenuhan nutrisi/ha tanaman dilakukan melalui penambahan pupuk organik, sisa
tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum. Pengendalian hama,
penyakit dan gulma dilakukan secara manual atau biopestisida dan agensia hayati
(Setyorini,
2004).
Sawi
Hijau (Brassica rapa) merupakan tanaman semusim yang berumur
pendek antara 50-70 hari setelah pindah tanam, berdaun lonjong, halus tidak
berbulu, bersayap, tangkai daun bentuknya panjang dan pipih serta tidak
membentuk krop. Batangnya pendek dan beruas-ruas berupa roset daun, sistim
perakarannya berupa akar tunggang dengan cabang-cabang akar silindris yang
menyebar kesemua arah pada kedalaman 30 – 50 cm. Akar ini berfungsi sebagai
penyerap unsur hara dari dalam tanah serta untuk menguatkan berdirinya tanaman.
Struktur bunganya tersusun dalam tangkai bunga yang tumbuh memanjang dan
bercabang banyak, tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak,
empat helai daun mahkota yang berwarna kuning cerah.
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa (Gardner, 1991).
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa (Gardner, 1991).
Kangkung
Darat (Ipomoea Spp.) merupakan salah satu sayuran yang banyak tumbuh
diwilayah tropis. Kangkung dikenal sebagai sayuran yang kaya akan vitamin A.
Dewasa ini di Indonesia terdapat dua macam kangkung yang dibudidayakan secara
komersial, yakni kangkung darat (Ipomoea Reptans) dan kangkung air (Ipomoea
Aquatica). Perbedaan utama dua jenis kangkung ini adalah pada bentuk daun
dan warna bunga.
Klasifikasi Kangkung Darat (Ipomoea
reptana)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans Poir (Puslittanak, 1997).
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans Poir (Puslittanak, 1997).
Kenikir atau ulam raja merupakan tumbuhan
tropis
yang berasal dari Amerika
Latin, Amerika
Tengah, tetapi tumbuh liar dan mudah didapati
di Florida,
Amerika Serikat,
serta di Indonesia
dan negara-negara Asia
Tenggara lainnya. Kenikir adalah tumbuhan tahunan
yang berbatang pipa dengan garis-garis yang membujur. Tingginya dapat mencapai
1 m
dan daunnya
bertangkai panjang dan duduk daunnya
berhadapan, sehingga terbagi menyirip menjadi 2-3 tangkai. Baunya seperti damar
apabila diremas. Bunganya
tersusun pada bongkol yang banyak terdapat di ujung batang dan pada ketiak
daun-daun teratas, berwarma oranye berbintik-bintik kuning di tengah-tengahnya,
dan bijinya
berbentuk paruh.
Klasifikasi
Kenikir (Cosmos caudatus)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Cosmos
Spesies : Cosmos caudatus (Sadjad, 1976).
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Cosmos
Spesies : Cosmos caudatus (Sadjad, 1976).
Mikro
Organisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang
disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang berguna
untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan
sebagai aktivator/ atau tambahan Nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja
dikembangkan dari mikroorganisme yang berada di tempat tersebut. Kelebihan dari
MOL sayur ini adalah ketersediaan bahan yang berlimpah di sekitar kita, terutama
sisa-sisa masakan para ibu rumah tangga. Manfaat dari MOL sayur adalah sebagai
mikroorganisme pengurai (pembuat kompos) dan penyubur tanaman serta dapat diaplikasi saat fase vegetatif
hingga menjelang generatif yaitu umur pra tanam, 10, 20, 30 dan 40 hst. Penggunaan mol sayur pada fase generative padi sangat
baik untuk pembentukan malai (Delima, 1995).
Pestisida nabati merupakan pestisida
yang dibuat dari bahan-bahan alam, seperti dedaunan, kayu, akar maupun
buah-buahan yang bermanfaat untuk mengendalikan hama penyakit tanaman.
Pemakaian pestisida nabati dengan penggunaan dan dosis yang benar, tidak saja
bisa mengurangi hama, tapi juga mengurangi biaya produksi karena bahan dasar
pestisida nabati dapat dibudidayakan dan dibuat setiap saat sesuai kebutuhan,
dan yang penting adalah tidak mencemari lingkungan. Pestisida nabati bersifat
mengurangi serangan hama, bukan membunuh. Oleh karenanya pestisida nabati tidak
akan membunuh predator alami hama tersebut. Cara kerjanya adalah mengusir hama
dengan tertentu ataupun mengandung zat kimia tertentu yang dapat menghilangkan
nafsu makan hama (Sukasmono,1990).
Pestisida botani merupakan bahan pestisida yang secara
alami terdapat di dalam bagian-bagian tertentu di tanaman seperti akar, daun,
batang atau buah. Berbeda dengan
pestisida kimia, pestisida botani umumnya memang tidak dapat langsung mematikan
serangga hama sasaran. Beberapa fungsi pestisida
botani adalah sebagai berikut:
1.
Repellent, yakni penolak
kehadiran serangga, terutama disebabkan baunya yang menyengat.
2.
Antifeedant, yaitu mencegah
serangga memakan tanaman yang telah disemprot, terutama disebabkan rasanya yang
pahit.
3.
Mencegah serangga meletakkan
telur dan menghentikan proses penetasan telur
4.
Racun syaraf
5.
Mengacaukan
sistem hormon di dalam tubuh serangga
6.
Antraktan,
sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
7.
Mengendalikan
pertumbuhan jamur (fungisida) dan bakteri (bakterisida) perusak tanaman (Mahida,
1984).
---------------------------------------------------
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Bahan dan
Alat
Bahan
yang digunakan dalam budidaya sayuran yaitu pupuk kandang 5 kg, pupuk NPK 50% (40 g), benih sawi, benih
kangkung dan bibit kenikir. Bahan yang digunakan dalam pembuatan MOL Sayur
yaitu 5 kg limbah sayuran hijau, 10 liter air cucian beras, 2 ons gula merah
dan garam 2 bungkus. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati
adalah 5 lembar daun sirsak, 1 genggam daun tembakau, 2 gram detergen, dan 1
liter air. Sedangkan bahan untuk membuat pestisida botani yaitu ¼ kg cabai
merah, 20 siung bawang putih, 3 buah jeruk nipis dan 1 liter air.
Alat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu cangkul, gembor, ember, plastic penutup
ember, tali rapia, sprayer, penggaris, timbangan, alat tulis (pena dan kertas).
3.2 Prosedur
Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum teknologi pertanian organik ini
yaitu:
3.2.1 Pengolahan
Tanah
Pengolahan
lahan dilakukan dengan :
1.
Lahan diukur dan
ditandai seluas 1 x 2 m2.
2.
Lahan dibersihkan dari
gulma untuk mempermudah pengolahan.
3.
Kemudian lahan yang
telah dicangkul dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 5 kg lalu dibentuk
menjadi 2 guludan.
4.
Pada pinggir guludan
ditanami tanaman kenikir sebagai tanaman penghambat OPT.
3.2.2
Pembuatan
MOL Sayur
Pembuatan MOL Sayur
dilakukan dengan cara :
1.
Sebanyak 5 kg limbah
sayuran dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam ember.
2.
Kemudian setiap 5 cm
lapisan diberi taburan garam secukupnya.
3.
Hal yang sam terus
dilakuan sampai lumbah sayur habis.
4.
Lalu limbah sayur
tersebut diberi air cucian beras sebanyak 10 liter.
5.
Ember ditutup denag
plastik dan diikat dengan tali rapia. Diatasnya diberi air agar plastik menutup
rapat ember.
6.
Kemudian ember disimpan
di dalam rumah kaca untuk fermentasi selama 3-4 minggu.
7.
Setelah itu MOL
disaring dan dibuanh limbah sayur yang tidak terdekomposisi.
8.
Larutan tang sudah
tersaring ditambahkan 2 ons irisan gula merah dan diaduk rata.
9.
Pengaplikasian
dilakukan dengan mencampur 4 cc MOL sayur dengan 2 liter air tawar, lalu diaduk
rata.
3.2.3
Pembuatan Pestisida Nabati
dan Botani
Pebuatan pestisida
nabati dilakukan dengan cara :
1. Sebanyak
1 genggam daun tembakau dan 5 lembar daun sirsak dihaluskan.
2. Kemudian
diberi air senanyak 1 liter dan diberi ditergen sebanyak 2 g.
3. Lalu
dibiarkan selama 1 malam, dan keesokan harinya pestisida nabati disaring.
4. Larutan
hasil saringan siap diaplikasikan.
Pembuatan pestisida botani
dilakukan dengan cara :
1. Sebanyak
¼ cabai merah dan 20 siung bawang putih dihaluskan.
2. Kemudian
ditambahkan air perasan jeruk nipis sebanayak 3 buah. Lalu aduk hingga
tercampur rata.
3. Tambahkan 1 liter air.
4. Endapkan
selama 1 malam, setelah itu pestisida disaring.
5. Hasil
saringan kemudian diaplikasikan dengan perbandingan 1:1 (air : pestisida
botani).
3.2.4
Penanaman
Benih Sawi
Penanaman benih sawi
dilakuakan dengan cara sebagai berikut :
1.
Lubang tanam dibuat
dengan jarak tanam 10 x 10 cm. Sehingga diperoleh lubang tanam sebanyak 64
lubang dan total lubang tanam seluruhnya yaitu 128 lubang
tanam.
2.
Penanaman benih sawi
dilakukan dengan menanam benih sawi 1 benih per lubang.
3.
Kemudian benih yang
telah ditanam disiram. Benih tumbuh pada 3 hst.
4.
Pada 1 minggu setelah
tanam dilakukan penyulaman terhadap benih yang tidak tumbuh.
5.
Kemudian perawatan
tanaman dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan gulma.
6.
Pada 2 mst dilakukan
pemupukan pertama dengan dosis 40 g NPK dan pengaplikasian MOL Sayur.
7.
MOL sayur diplikasikan
pada sela-sela tanman sawi.
8.
Pengaplikasian MOL ini
dilakukan 1 minggu sekali.
9.
Pengaplikasian
pestisida nabati dilakuakan 2 hari sekali sejak terlihat adanya tanda-tanda
serangan hama.
3.2.5
Penanaman
Benih Kangkung
Penanaman benih
kangkung dilakuakan setelah pemanenan sawi, yaitu dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Lubang
tanam dibuat dengan jarak tanam 10 x 10 cm. Sehingga diperoleh lubang tanam
sebanyak 64 lubang dan total
lubang tanam seluruhnya yaitu 128 lubang tanam.
2. Penanaman
benih kangkung dilakukan dengan menanam benih sawi 1 benih per lubang.
3. Kemudian
benih yang telah ditanam disiram. Benih tumbuh pada 3 hst.
4. Pada
1 minggu setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap benih yang tidak tumbuh.
5. Kemudian
perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan gulma.
6. Pada
2 mst dilakukan pemupukan pertama dengan dosis 40 g NPK dan pengaplikasian MOL
Sayur.
7. MOL
sayur diplikasikan pada sela-sela tanaman kangkung.
8. Pengaplikasian
MOL ini dilakukan 1 minggu sekali.
9. Pengaplikasian
pestisida nabati dan botani dilakuakan 2 hari sekali sejak terlihat adanya
tanda-tanda serangan hama.
3.2.6
Pemanenan
Sawi dan Kangkung
Pemanenan sawi dan
kangkung dilakukan setelah 4 mst. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut
tanaman dengan hati-hati untuk menjaga perakaran tanaman tetap baik. Sebanyak
10 sampel tanaman dipilih secara acak untuk dilakukan pengamatan. Parameter yang
digunakan pada pengamatan ini yaitu tinggi
tanaman, panjang akar, warna daun, jumlah daun, bobot basah, bobot akar.
---------------------------------------------------------
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Adapun hasil dari pengamatan
yang telah dilakukan saat panen tanaman sawi dan kangkung adalah sebagai
berikut :
4.1.2 Pengamatan pada Tanaman Sawi
Table 1. Pengukuran
tanaman sawi
Sampel
|
Tinggi tanaman (cm)
|
Panjang akar (cm)
|
Warna daun
|
Jumlah daun (helai)
|
1
|
13
|
7
|
Hijau
|
5
|
2
|
26
|
8
|
Hijau
|
6
|
3
|
23
|
15
|
Hijau
|
5
|
4
|
35
|
10
|
Hijau
|
7
|
5
|
28
|
10
|
Hijau
|
5
|
6
|
34
|
9
|
Hijau
|
6
|
7
|
26
|
9
|
Hijau
|
6
|
8
|
31
|
8
|
Hijau
|
5
|
9
|
28
|
8
|
Hijau
|
5
|
10
|
35
|
6
|
Hijau
|
5
|
Rata-rata
|
27,9
|
9
|
Hijau
|
5,5 ( 6 )
|
Tabel
2. Bobot basah tanaman sawi
Bobot Basah
|
Berat (gram)
|
Tanaman sampel
|
250
|
Akar sampel
|
40
|
Total sampel
|
290
|
Tanaman sawi non sampel
|
800
|
Seluruh tanaman sawi
|
1090
|
4.1.2
Pengamatan pada Tanaman Kangkung
Tabel 3. Pengukuran tanaman kangkung
Sampel
|
Tinggi Tanaman (cm)
|
Jumlah Daun (helai)
|
Jumlah Cabang (batang)
|
Panjang Akar (cm)
|
1
|
42,5
|
13
|
2
|
8,1
|
2
|
48,5
|
31
|
4
|
13,1
|
3
|
43,5
|
20
|
2
|
12,0
|
4
|
43,0
|
18
|
2
|
10,0
|
5
|
33,5
|
10
|
0
|
9,6
|
6
|
31,0
|
8
|
0
|
7,9
|
7
|
45,0
|
20
|
0
|
11,5
|
8
|
31,0
|
12
|
0
|
7,5
|
9
|
46,0
|
21
|
2
|
9,5
|
10
|
37,0
|
17
|
2
|
9,6
|
Rata-Rata
|
40,1
|
17
|
1
|
9,88
|
Tabel 4. Bobot basah tanaman kangkung
Bobot Basah
|
Berat (gram)
|
Tanaman sampel
|
75
|
Akar sampel
|
25
|
Total sampel
|
100
|
Total guludan I
|
400
|
Total guludan II
|
300
|
4.2 Pembahasan
Pada
praktikum teknologi pertanian organik ini, para praktikan melakukan penanaman
tanaman sayur yaitu tanaman sawi dan tanaman kangkung dengan mengaplikasikan
pupuk NPK 50 % dan MOL sayur sebagai pupuk hayati. MOL sayur diaplikasikan
seminggu sekali dengan dosis 4 cc untuk 2 liter air tawar. Sedangkan pupuk NPK 50 %
diberikan pada saat 2 mst. Pengendalian hama pada tanaman sawi dilakukan dengan
menggunakan pestisida nabati dan pestisida botani. Pestisida botani
diaplikasikan 2 hari sekali untuk mengendaliakan hama yang menyerang pada
tanamana tersebut. Selain itu para praktikan juga melakukan penanaman tanaman
penghambat OPT untuk pengendalian hama. Adapun tanaman penghambat OPT yang
ditanam pada lahan kami yaitu tanaman tagetes (kenikir).
Saat
penanaman sawi, pada lahan dilakukan pemupukan dasar dengan mengguanakan pupuk
kandang (kotoran ayam) yaitu pada 3 hari sebelum tanam. Pupuk dasar diberikan
pada lahan dengan tujuan untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan
unsur hara dalam tanah, serta membuat drainase dan aerasi lebih lancar. Pupuk
kandang diberikan pada lahan dengan dosis 5 kg/plot. Selanjutnya para praktikan
mencampur pupuk kandang dengan tanah pada lahan yang akan ditanamani sawi,
kemudian lahan dibagi menjadi 2 guludan. Pada masing-masing guludan dibuat
lubang tanam dengan jarak tanam 10 x 10 cm, sehingga diperoleh lubang tanam
sebanyak 128 lubang pada kedua guludan (64 lubang tanam pada masing-masing
guludan). Selanjutnya penanaman dilakukan dengan menanam 1 benih tanaman sawi
per lubang.
Berdasarkan
10 sampel yang dipilih secara acak, dilakukan pengamatan dengan melakukan
pengukuran pada beberapa parameter yang telah ditentukan. Parameter yang
diamati pada saat panen yaitu tinggi tanaman, panjang akar, warna daun, jumlah
daun, bobot basah tanaman sampel, bobot basa akar sampel, dan bobot basah
keseluruhan tanaman. Adapun hasil pengukuran dari pengamatan yang telah dilakukan
disajikan dalam tabel
1 dan tabel
2. Pada tabel 1, kita dapat melihat
bahwa tanaman sawi memiliki rata-rata tinggi yaitu 27,9
cm, panjang akar 9 cm, jumlah daun 5,5 yang dibulatkan menjadi 6 helai daun,
dan warna daun hijau. Sedangkan pada tabel 2 kita dapat melihat bahwa tanaman sawi
memiliki berat basah nonsampel
800 g, basah tanaman sampel 250 g, berat basah akar sampel
40 g, sehingga memiliki total berat sampel 290 g.
Pada tanaman
sawi yang memiliki tinggi tanaman tertinggi terdapat pada tanaman sawi pada
sampel 4 dan sampel 10 yaitu memiliki tinggi tanaman sebesar 35 cm. Pada sampel
4 memiliki panjang akar 10 cm, warna daun hijau, dan jumlah daun 7 helai.
Sedangkan pada sampel 10 memiliki panjang akar 6 cm, warna daun hijau, dan
jumlah daun 5 helai. Pada tanaman yang memiliki tinggi tanaman terendah yaitu
13 cm (sampel 1), memiliki panjang akar 7 cm, warna daun hijau, dan jumlah daun
5 helai. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa panjang akar mempengaruhi
jumlah daun yang terdapat pada tanaman sawi. Semakin panjang akar maka daun
tanaman sawi semakin banyak. Hal tersebut terlihat pada tanaman sawi sampel 4
dan sampel 10, walaupun keduanya memiliki tinggi tanaman yang sama tetapi
jumlah daunnya berbeda. Sedangkan pada sampel 4 dan sampel 1 memiliki korelasi
yang baik antara tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Pada sampel 4
yang memiliki panjang akar jauh lebih panjang dibandingkan dengan sampel 1,
maka jumlah daunnya lebih banyak dan tinggi tanamannya juah lebih tinggi
dibandingakan dengan sampel 1. Hal tersebut karena pada akar yang lebih panjang
memiliki kemampuan unutk menyerap hara yang lebih baik dibandingkan pada akar
yang lebih pendek. Sehingga pertumbuhan tanaman yang memiliki akar tanaman yang
lebih panjnag jauh lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang memilki akar
pendek.
Sedangkan
pada bobot basa tanaman hanya diperoleh dari guludan ke-2, karena pada guludan
pertama tanaman sawi telah mati karena diserang oleh organisme pengganggu
tanaman yaitu hama bekicot dan hama belalang. Adapun hal-hal yang dilakukan
sebelumnya untuk mencegah serangan hama ini yaitu dengan melakukan sanitasi
lingkungan pada daerah sekitar pertanaman sawi. Selain itu juga telah
dilakuakan penyemprotan pestisida nabati sejak terlihat adanya serangan dari
hama pengganggu tanaman. Penyemprotan pestisida nabati dilakukan 2 hari sekali.
Penyulaman juga dilakukan pada tanaman sawi yang telah dimakan oleh hama
bekicot dan hama belalang maupun pada benih sawi yang tidak tumbuh. Namun hal
tersebut juga tidak membuat tanaman sawi pada guludan pertama dapat tumbuh
dengan baik. Hal tersebut mungkin disebabkan karena sanitasi lingkungan yang
dilakukan kurang baik, karena masih terdapatnya
alang-alang yang berada tidak jauh dari guludan pertama tumbuh dengan lebat.
Sehingga tanaman alang-alang tersebut dapat menjadi inang bagi hama yang
menyerang tanaman sawi. Pada kasus ini terlihat bahwa
penanaman tanaman penghambat OPT di sekitar lahan pertanaman tidaklah memberi
efek yang besar.
Selain itu,
secara visual tanaman sawi kelompok kami memiliki penampakan yang lebih kecil
dan pendek. Bobot basa yang dimiliki tanaman sawi secara keseluruhan yaitu 1.090 gram. Hal tersebut mungkin disebabkan karena struktur tanah yang
terdapat pada lahan tersebut keras (tidak gembur), sehingga proses perkembangan
akar dan penyerapan unsur hara oleh akar menjadi terganggu atau tidak optimal. Hal ini berakibat pada pertumbuhan dari tanaman sawi menjadi
tidak optimal pula, sehingga produktivitas dari tanaman sawi menjadi rendah. Selain itu kondisi cuaca yang sering hujan turut mempengaruhi banyaknya
pupuk ataupun bahan organik pada lapisan top soil yang tercuci sehingga tidak
terserap oleh tanaman.
Penanaman kangkung dilakukan setelah pemanenan sawi.
Pemanenan kangkung ini dilakukan tanpa pemberian pupuk dasar terlebih dahulu.
Tanah hanya digemburkan kemudian ditanami benih kangkung sebanyak 1 benih per
lubang. Jarak tanam yang digunakan pun sama yaitu 10 x 10 cm. Sehingga dalam 1
guludan terdapat 64 lubang tanam dan total lubang tanam seluruhnya yaitu 128
lubang tanam. Penanaman kangkung ini dilakukan untuk melihat bagaimana residu
pupuk organik (mol) pada penanaman kedua.
Berdasarkan 10 sampel yang dipilih secara acak,
diperoleh tinggi rata-rata kangkung adalah 40,1cm. jumlah daun 17 helai, jumlah
cabang 1, dan panjang akar 9,88cm.
Tinggi tanaman kangkung tertinggi yaitu 48,5cm, jumlah daun 31 helai,
jumlah cabang 4 batang, dan panjang akar 13,1cm. Sedangkan tanaman terendah
memiliki tinggi 31cm, jumlah daun 8 helai, jumlah cabang tidak ada, dan panjang
akar 7,5cm. Terdapat korelasi positif antara tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah cabang, dan panjang akar. Semakin panjang akar tanaman, maka semakin
banyak jumlah daun, semakin tinggi tanaman, dan semakin banyak jumlah cabang.
Hal ini wajar karena akar yang panjang berarti mampu menyerap hara lebih banyak
dibanding akar yang pendek. Apabila hara yang terserap lebih banyak maka daun akan
melakukan fotosintesis lebih aktif yang ditunjukkan dengan banyaknya jumlah
daun tanaman. Akibatnya, fotosintat yang dihasilkan pun lebih banyak.
Fotosintat akan disuplai ke seluruh penjuru tanaman oleh jaringan floem.
Sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman akan meningkat. Hasil fotosintesis ini
pula akan mempengaruhi jumlah cabang tanaman.
Namun secara visual, kangkung hasil panenan kami
termasuk kurus dan tidak tinggi. Bobot basah kangkung secara keseluruhan hanya
800 gram. Padahal pemberian pupuk NPK dan mol sayur sudah dilakukan sesuai
dosis dan anjuran pemupukan. Hal ini disinyalir karena kondisi struktur tanah
yang keras sehingga meskipun pemberian pupuk telah dilakukan, unsur hara dalam
tanah tetap kurang tersedia. Selain itu, kondisi struktur tanah yang keras juga
menghambat pertumbuhan akar. Akibatnya, kemampuan akar dalam penyerapan unsur
hara menjadi berkurang. Rendahnya kemampuan akar dalam penyerapan hara akan
berdampak pada fotosintesis yang dilakukan. Sehingga pada akhirnya, produksi
kangkung akan rendah.
Selain itu, mol sayur yang digunakan sebagai pupuk
organik dalam budidaya kangkung darat ini ternyata tidak memberi pengaruh nyata
terhadap pertumbuhan maupun produksi tanaman pada tanam pertama maupun tanam
kedua. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya produksi sawi maupun kangkung.
Menurut Trubus (2012) dalam buku Mikroba Juru Masak Tanaman, mol sayur
mengandung sitokinin, karbohidrat, Pseudomonas, Aspergilus sp, dan Lactobacillus
sp. Menurut Syamsuri (2007) dalam Mawarintiasari (2012), sitokinin memiliki
fungsi yaitu merangsang pembelahan sel dan pertumbuhan sel, merangsang pembentukan tunas
lateral atau ketiak pada dikotil maupun pada kalus, menghambat efek dominansi
apikal oleh auksin, menunda penuaan, memacu perkembangan kloroplas dan pembentukan
klorofil serta mempertahankan kesegaran jaringan. Sedangkan bakteri Pseudomonas dan Aspergilus sp merupakan
bakteri pelarut P. Unsur P dibutuhkan tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar
dan merangsang pembungaan. Bakteri Lactobacillus sp merupakan bakteri
penghasil asam laktat. Asam laktat adalah zat antipatogen yang dapat menekan
pertumbuhan bakteri tular tanah.
Berdasarkan uraian di atas, mol sayur baik
dimanfaatkan pada fase generatif tanaman. Menurut Trubus (2012), mol sayur baik
untuk pembentukan malai padi. Oleh karena itu, alasan mol sayur tidak memberi
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi sayur disebabkan oleh efek
pemberian mol sayur memang bukan untuk fase vegetatif melainkan fase generatif.
Sedangkan budidaya sawi maupun kangkung hanya dilakukan pada masa vegetatifnya
saja.
Kangkung organik sering kali tidak terbebas dari hama
dan penyakit tanaman. Hal ini karena pestisida organik yang digunakan tidak
bersifat spektrum luas dan tidak bertahan lama. Ikatan-ikatan kimia dalam
pestisida ini mudah terdegradasi menjadi ikatan lebih sederhana sehingga mudah
diurai alam. Kangkung ini terserang hama belalang dan penyakit karat daun. Hama
belalang mengakibatkan daun kangkung menjadi berlubang. Namun, serangan hama
ini tidaklah parah (belum mencapai ambang ekonomi). Sedangkan penyakit karat
daun mengakibatkan bercak-bercak kuning
pada daun-daun tua. Kemudian berubah warna menjadi kecoklat-coklatan. Pada
permukaan daun sebelah bawah terdapat bintik-bintik atau bercak berwarna putih.
Bila menyerang batang, maka gejala akibat infeksi serangannya menimbulkan
pembegkakan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Albugo
imopoeae-panduratae (Schw.). Pada tanaman kangkung yang terserang karat
daun, tanda-tanda serangan baru ditunjukkan oleh adanya bercak-bercak kuning di
permukaan daun. Hal ini menunjukkan bahwa karat daun yang terjadi belum sampai
stadia yang parah. Penyakit ini menyebabkan efisiensi penyerapan cahaya
matahari oleh daun menjadi berkurang. Akibatnya, fotosintesis yang dilakukan
berjalan tidak maksimal.
-----------------------------------------------------
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan kita dapat menyimpulkan bahwa :
1.
Hasil panen tanaman sawi dan
kangkung memiliki bobot basah yang cukup rendah yaitu hanya 1.090 gram dan 800 gram untuk seluruh tanaman sawi dan kangkung yang dipanen.
2.
Pupuk dasar diberikan
pada awal pengolahan lahan bertujuan untuk
mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, serta
membuat drainase dan aerasi lebih lancar.
3.
Mol sayur baik
dimanfaatkan pada fase generatif tanaman, dengan demikian mol sayur tidak
memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi dan
tanaman kangkung.
4.
Pestisida
organik yang digunakan pada tanaman sawi dan kangkung tidak bersifat spektrum
luas dan tidak bertahan lama, sehingga kurang dapat mengendalian hama yang
menyerang tanaman sawi dan kangkung secara cepat.
5.
Penanaman
tanaman penghambat OPT di sekitar lahan kurang berpengaruh dalam pengendalian
hama tanaman.
-----------------------------------------------------
DAFTAR
PUSTAKA
Delima, R.M.T.
1995. Pengaruh Komposisi MOL Sayur, Konsentrasi BAP dan IBA Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Sawi Hijau (Brassica rapa) Pada Kultur In Vitro. Bogor,
Jurusan Budidaya Pertanian IPB. 56pp.
Gardner,
F.P., R. Brent Pearce dan Roger Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Sawi Hijau
(Brassica rapa). Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Mahida, U.N. 1984. Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunakan Pestisida Kimia dan Pemanfaatan Pestisdida Botani. Kata Pengantar Otto Soemarwoto. Penerbit CV. Radjawali. Jakarta.
Mawarintiasari, Reta dkk. 2012. Penggunaan Bakteri Azospirillum sp. Sebagai Penghasil Phytohormon Dalam Upaya Mempercepat Pematangan Buah Mangga. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.
Puslittanak,
A.P. 1997. Budidaya Tanaman Kangkung
Darat (Ipomoea reptana). Martanto M. et
al. (eds.) Prosiding Seminar
Seharui Pengembangan Kangkung
Darat. Bandng, 3 Agustus 2000. Bogor, Asosiasi
Penelitian Sayuran Indonesia, p. 4-10.
Sadjad, S. 1976. Budidaya Tanaman Kenikir (Cosmos
caudatus). Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Setyorini, Diah. Dan Husnain. 2004. Pengelolaan Lahan Untuk
Pertanian Organik. Bogor: Balai Penelitian Tanah.
Sukasmono, Ali.
1990. Hasil Penelitian Dalam Rangka
Pemanfaatan Pestisida Nabati.
Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Bogor. 311 Hal.
Trubus.
2012. Mikroba Juru Masak Tanaman. Penerbit Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1. Benih sawi siap tanam
|
Gambar 2. Sawi berumur 5 HST
|
Gambar 3. Sawi berumur 7 HST
|
Gambar 4. Benih kangkung siap tanam
|
Gambar 5. Kangkung berumur 30
HST
|
Gambar 6. Pemanenan kangkung dengan cara mencabut
|
Gambar 7. Penimbangan sampel
kangkung
|
Gambar 8. Pengukuran tinggi tanaman dengan meteran
|
Gambar 9. Gejala karat daun
|
Gambar 10. Batang kangkung menggelembung
|
Gambar 11. Hama belalang
|
Gambar 12. Hama pada kangkung
|
Gambar 13. Hama pada kangkung
|
Gambar 14. Pupuk NPK 50% (40g)
|
Gambar 15.
Pemotongan limbah sayuran untuk pembuatan mol
|
Gambar 16.
Potongan limbah sayur dimasukkan ke dalam ember, diberi garam dan air cucian
beras
|
Gambar 17. Mol
sayur 3 minggu kemudian
|
Gambar 18. Mol
sayur yang sudah disaring
|
Gambar 19.
Daun sirsak untuk pembuatan pestisida nabati
|
Gambar 20.
Daun tembakau untuk pembuatan pestisida nabati
|
Gambar 21.
Cabai merah untuk pembuatan pestisida botani
|
Gambar 22.
Jeruk nipis untuk pembuatan pestisida botani
|
Gambar 23.
Pestisida nabati dan botani
|
Gambar 24.
Sprayer (alat yang digunakan untuk menyemprotkan pestisida)
|
Komentar