Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK MAJEMUK NPK 50% DAN MOL SAYUR TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI PADA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa) DAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans)



PENGARUH PEMBERIAN PUPUK MAJEMUK NPK 50% DAN MOL SAYUR TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI PADA TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica rapa)  DAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans)
(Laporan Praktikum Teknologi Pertanian Organik)



Oleh
Kelompok 11

Fajri Taufik Akbar                  1114121083
Habiba Nurul Istiqomah         1114121095
Hesti Tanu Ariani                    1114121100






JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013


-----------------------------------------------------------



I. PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang

Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa komponen kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi, terputusnya salah satu mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh terhadap kelangsungan makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan.

Dengan melihat gejala perilaku manusia sebagai komponen yang paling aktif mengadakan eksplorasi, pembudidayaan, perubahan, pengguna (konsumsi) dan lain-lain untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat telah menimbulkan gejala yang mengarah pada kerusakan pencemaran lingkungan dan produk pertanian. Ironisnya pengguna bahan kimia dan bahan anorganik
lainya yang sulit dirombak dan sekaligus merupakan bahan pencemar itu merupakan hasil karya para ahli yang mengharapkan dapat menjawab tantangan kebutuhan hidup masyarakat. Misalnya, untuk meningkatkan hasil suatu produk pertanian dalam proses budidaya tanaman, menggunakan pestisida untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT), zat pengatur tumbuh untuk merangsang pembelahan sel atau meningkatkan aktifitas auxin sehingga pertumbuhan dapat optimal, serta penggunaan pupuk anorganik yang mudah didapat dan mudah aplikasinya sebagai penyedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Hasil yang diperoleh dari usahatani demikian apabila diperhatikan sekilas memang bagus, baik kualitas maupun kuantitasnya, tetapi jika kita teliti lebih detail, ternyata dibalik keherhasilan tersebut terdapat suatu kerugian yang tidak kalah besarnya, yaitu adanya pencemaran lingkungan dan produk pertanian. Hal ini dapat menyebabkan pemutusan mata rantai kehidupan dan efek-efek negatif lainnya yang akan sangat terasa bila sudah berjalan beberapa waktu lamanya. Efek residu dari penggunaan pestisida antara lain dapat mencemari tanah disertai matinya beberapa organisme perombak tanah, mematikan serangga dan binatang lain yang mungkin sebenarnya binatang tersebut dapat bermanfaat bagi kita sehingga terputusnya rantai makanan bagi hewan pemakan serangga hama. Dari hal tersebut yang tidak kalah menariknya untuk kita renungkan adalah bahan aktif pestisida yang tertinggal pada tanaman yang akan dikonsurnsi dapat meracuni kita dan akan terakumulasi di dalam tubuh, maka tidak heran banyak gejala penyakit yang salah satu penyebabnya adalah bahan kimia tersebut, misainya kanker, radang, penyakit kulit dan lain-lain bahkan ada yang teracuni langsung, yaitu orang mengkonsumsi komponen tanaman (buah, daun, bunga, umbi dan lain-lain) yang jelas-jelas masih mengandung pestisida. Efek negatif yang berkepanjangan pada suatu areal pertanian akan menurunkan produktifitas lahan itu sendiri. Dengan demikian tujuan yang semula untuk memaksimalisasi produktivtas lahan pertanian justru terbalik, bahkan akan menjadikan bumerang bagi kita.

Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan. Salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan yang sudah kita dengar adalah pertanian organik. Pertanian organik merupakan suatu teknologi budidaya tanaman yang pada penerapannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan, agar tidak terjadi perubahan ekosistem secara drastis sehingga tidak menggangu dan memutuskan mata rantai makhluk hidup.

Namun pada kenyataannya pertanian organik tidak dapat meningkatkan produksi tanaman secara drastis. Segala yang bersifat alami membutuhkan proses panjang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu dilakukanlah praktikum pertanian organik agar mahasiswa dapat merasakan secara langsung bagaimana penerapan pertanian organik dalam skala yang kecil.


1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum teknologi pertanian organik ini yaitu sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengaruh pemberian pupuk majemuk NPK 50% dan mol sayur terhadap pertumbuhan serta produksi pada tanaman sawi hijau (Brassica rapa).
2.      Mengetahui pengaruh pemberian pupuk majemuk NPK 50%, mol sayur, dan residu tanam pertama terhadap pertumbuhan serta produksi pada tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans).
3.      Mengetahui pengaruh pemberian pestisida nabati terhadap pengendalian hama pada tanaman sawi (Brassica rapa).
4.      Mengetahui pengaruh pemberian pestisida botani dan nabati terhadap pengendalian hama pada tanaman kangkung (Ipomoea reptans).
5.      Mengetahui pengaruh penanaman kenikir (Cosmos caudatus) sebagai tanaman penghambat OPT di sekitar lahan pertanaman.

 ------------------------------------------------




II. TINJAUAN PUSTAKA


Sistem pertanian organik didefinisikan sebagai kegiatan usaha tani secara menyeluruh sejak proses produksi (prapanen) sampai proses pengolahan hasil (pasca-panen) yang bersifat ramah lingkungan dan dikelola secara alami (tanpa penggunaan bahan kimia sintetis dan rekayasa genetika), sehingga menghasilkan produk yang sehat dan bergizi. Budidaya tanaman organik dilaksanakan di lahan yang bebas dari cemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida, menggunakan benih/bibit non-GMO atau berasal dari kebun pertanian organik. Upaya peningkatan kesuburan tanah dan pemenuhan nutrisi/ha tanaman dilakukan melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum. Pengendalian hama, penyakit dan gulma dilakukan secara manual atau biopestisida dan agensia hayati (Setyorini, 2004).

Sawi Hijau (Brassica rapa) merupakan tanaman semusim yang berumur pendek antara 50-70 hari setelah pindah tanam, berdaun lonjong, halus tidak berbulu, bersayap, tangkai daun bentuknya panjang dan pipih serta tidak membentuk krop. Batangnya pendek dan beruas-ruas berupa roset daun, sistim perakarannya berupa akar tunggang dengan cabang-cabang akar silindris yang menyebar kesemua arah pada kedalaman 30 – 50 cm. Akar ini berfungsi sebagai penyerap unsur hara dari dalam tanah serta untuk menguatkan berdirinya tanaman. Struktur bunganya tersusun dalam tangkai bunga yang tumbuh memanjang dan bercabang banyak, tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota yang berwarna kuning cerah.

Klasifikasi Sawi Hijau (Brassica rapa)
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
        : Dilleniidae
Ordo
                : Capparales
Famili
              : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus              : Brassica
Spesies
            : Brassica rapa  (Gardner, 1991).

Kangkung Darat (Ipomoea Spp.) merupakan salah satu sayuran yang banyak tumbuh diwilayah tropis. Kangkung dikenal sebagai sayuran yang kaya akan vitamin A. Dewasa ini di Indonesia terdapat dua macam kangkung yang dibudidayakan secara komersial, yakni kangkung darat (Ipomoea Reptans) dan kangkung air (Ipomoea Aquatica). Perbedaan utama dua jenis kangkung ini adalah pada bentuk daun dan warna bunga.

Klasifikasi Kangkung Darat (Ipomoea reptana)
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Asteridae
Ordo                : Solanales
Famili              :
Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus              :
Ipomoea
Spesies            : Ipomoea reptans Poir  (
Puslittanak, 1997).

Kenikir atau ulam raja merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Amerika Latin, Amerika Tengah, tetapi tumbuh liar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat, serta di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Kenikir adalah tumbuhan tahunan yang berbatang pipa dengan garis-garis yang membujur. Tingginya dapat mencapai 1 m dan daunnya bertangkai panjang dan duduk daunnya berhadapan, sehingga terbagi menyirip menjadi 2-3 tangkai. Baunya seperti damar apabila diremas. Bunganya tersusun pada bongkol yang banyak terdapat di ujung batang dan pada ketiak daun-daun teratas, berwarma oranye berbintik-bintik kuning di tengah-tengahnya, dan bijinya berbentuk paruh.

Klasifikasi Kenikir (Cosmos caudatus)
Kingdom
         : Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi
    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
        : Asteridae
Ordo
                : Asterales
Famili
              : Asteraceae
Genus
              : Cosmos
Spesies
            : Cosmos caudatus  (Sadjad, 1976).

Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator/ atau tambahan Nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikroorganisme yang berada di tempat tersebut. Kelebihan dari MOL sayur ini adalah ketersediaan bahan yang berlimpah di sekitar kita, terutama sisa-sisa masakan para ibu rumah tangga. Manfaat dari MOL sayur adalah sebagai mikroorganisme pengurai (pembuat kompos) dan penyubur tanaman  serta dapat diaplikasi saat fase vegetatif hingga menjelang generatif yaitu umur pra tanam, 10, 20, 30 dan 40 hst. Penggunaan mol sayur pada fase generative padi sangat baik untuk pembentukan malai (Delima, 1995).

Pestisida nabati merupakan pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alam, seperti dedaunan, kayu, akar maupun buah-buahan yang bermanfaat untuk mengendalikan hama penyakit tanaman. Pemakaian pestisida nabati dengan penggunaan dan dosis yang benar, tidak saja bisa mengurangi hama, tapi juga mengurangi biaya produksi karena bahan dasar pestisida nabati dapat dibudidayakan dan dibuat setiap saat sesuai kebutuhan, dan yang penting adalah tidak mencemari lingkungan. Pestisida nabati bersifat mengurangi serangan hama, bukan membunuh. Oleh karenanya pestisida nabati tidak akan membunuh predator alami hama tersebut. Cara kerjanya adalah mengusir hama dengan  tertentu ataupun mengandung zat kimia tertentu yang dapat menghilangkan nafsu makan hama (Sukasmono,1990).

Pestisida botani merupakan bahan pestisida yang secara alami terdapat di dalam bagian-bagian tertentu di tanaman seperti akar, daun, batang atau buah. Berbeda dengan pestisida kimia, pestisida botani umumnya memang tidak dapat langsung mematikan serangga hama sasaran. Beberapa fungsi pestisida botani adalah sebagai berikut:
1.        Repellent, yakni penolak kehadiran serangga, terutama disebabkan baunya yang menyengat.
2.        Antifeedant, yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, terutama disebabkan rasanya yang pahit.
3.        Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur
4.        Racun syaraf
5.        Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga
6.        Antraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
7.        Mengendalikan pertumbuhan jamur (fungisida) dan bakteri (bakterisida) perusak tanaman (Mahida, 1984).

---------------------------------------------------





III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam budidaya sayuran yaitu pupuk kandang 5 kg, pupuk NPK 50% (40 g), benih sawi, benih kangkung dan bibit kenikir. Bahan yang digunakan dalam pembuatan MOL Sayur yaitu 5 kg limbah sayuran hijau, 10 liter air cucian beras, 2 ons gula merah dan garam 2 bungkus. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati adalah 5 lembar daun sirsak, 1 genggam daun tembakau, 2 gram detergen, dan 1 liter air. Sedangkan bahan untuk membuat pestisida botani yaitu ¼ kg cabai merah, 20 siung bawang putih, 3 buah jeruk nipis dan 1 liter air.

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu cangkul, gembor, ember, plastic penutup ember, tali rapia, sprayer, penggaris, timbangan, alat tulis (pena dan kertas).

3.2 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum teknologi pertanian organik ini yaitu:

3.2.1 Pengolahan Tanah

Pengolahan lahan dilakukan dengan :
1.         Lahan diukur dan ditandai seluas 1 x 2 m2.
2.         Lahan dibersihkan dari gulma untuk mempermudah pengolahan.


3.         Kemudian lahan yang telah dicangkul dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 5 kg lalu dibentuk menjadi 2 guludan.
4.         Pada pinggir guludan ditanami tanaman kenikir sebagai tanaman penghambat OPT.

3.2.2         Pembuatan MOL Sayur

Pembuatan MOL Sayur dilakukan dengan cara :
1.        Sebanyak 5 kg limbah sayuran dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam ember.
2.        Kemudian setiap 5 cm lapisan diberi taburan garam secukupnya.
3.        Hal yang sam terus dilakuan sampai lumbah sayur habis.
4.        Lalu limbah sayur tersebut diberi air cucian beras sebanyak 10 liter.
5.        Ember ditutup denag plastik dan diikat dengan tali rapia. Diatasnya diberi air agar plastik menutup rapat ember.
6.        Kemudian ember disimpan di dalam rumah kaca untuk fermentasi selama 3-4 minggu.
7.        Setelah itu MOL disaring dan dibuanh limbah sayur yang tidak terdekomposisi.
8.        Larutan tang sudah tersaring ditambahkan 2 ons irisan gula merah dan diaduk rata.
9.        Pengaplikasian dilakukan dengan mencampur 4 cc MOL sayur dengan 2 liter air tawar, lalu diaduk rata.

3.2.3        Pembuatan Pestisida Nabati dan Botani

Pebuatan pestisida nabati dilakukan dengan cara :
1.      Sebanyak 1 genggam daun tembakau dan 5 lembar daun sirsak dihaluskan.
2.      Kemudian diberi air senanyak 1 liter dan diberi ditergen sebanyak 2 g.
3.      Lalu dibiarkan selama 1 malam, dan keesokan harinya pestisida nabati disaring.
4.      Larutan hasil saringan siap diaplikasikan.
Pembuatan pestisida botani dilakukan dengan cara :
1.      Sebanyak ¼ cabai merah dan 20 siung bawang putih dihaluskan.
2.      Kemudian ditambahkan air perasan jeruk nipis sebanayak 3 buah. Lalu aduk hingga tercampur rata.
3.       Tambahkan 1 liter air.
4.      Endapkan selama 1 malam, setelah itu pestisida disaring.
5.      Hasil saringan kemudian diaplikasikan dengan perbandingan 1:1 (air : pestisida botani).

3.2.4        Penanaman Benih Sawi

Penanaman benih sawi dilakuakan dengan cara sebagai berikut :
1.        Lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 10 x 10 cm. Sehingga diperoleh lubang tanam sebanyak 64 lubang dan total lubang tanam seluruhnya yaitu 128 lubang tanam.
2.        Penanaman benih sawi dilakukan dengan menanam benih sawi 1 benih per lubang.
3.        Kemudian benih yang telah ditanam disiram. Benih tumbuh pada 3 hst.
4.        Pada 1 minggu setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap benih yang tidak tumbuh.
5.        Kemudian perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan gulma.
6.        Pada 2 mst dilakukan pemupukan pertama dengan dosis 40 g NPK dan pengaplikasian MOL Sayur.
7.        MOL sayur diplikasikan pada sela-sela tanman sawi.
8.        Pengaplikasian MOL ini dilakukan 1 minggu sekali.
9.        Pengaplikasian pestisida nabati dilakuakan 2 hari sekali sejak terlihat adanya tanda-tanda serangan hama.




3.2.5        Penanaman Benih Kangkung

Penanaman benih kangkung dilakuakan setelah pemanenan sawi, yaitu dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 10 x 10 cm. Sehingga diperoleh lubang tanam sebanyak 64 lubang dan total lubang tanam seluruhnya yaitu 128 lubang tanam.
2.      Penanaman benih kangkung dilakukan dengan menanam benih sawi 1 benih per lubang.
3.      Kemudian benih yang telah ditanam disiram. Benih tumbuh pada 3 hst.
4.      Pada 1 minggu setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap benih yang tidak tumbuh.
5.      Kemudian perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan gulma.
6.      Pada 2 mst dilakukan pemupukan pertama dengan dosis 40 g NPK dan pengaplikasian MOL Sayur.
7.      MOL sayur diplikasikan pada sela-sela tanaman kangkung.
8.      Pengaplikasian MOL ini dilakukan 1 minggu sekali.
9.      Pengaplikasian pestisida nabati dan botani dilakuakan 2 hari sekali sejak terlihat adanya tanda-tanda serangan hama.

3.2.6    Pemanenan Sawi dan Kangkung

Pemanenan sawi dan kangkung dilakukan setelah 4 mst. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman dengan hati-hati untuk menjaga perakaran tanaman tetap baik. Sebanyak 10 sampel tanaman dipilih secara acak untuk dilakukan pengamatan. Parameter yang digunakan pada pengamatan ini yaitu tinggi tanaman, panjang akar, warna daun, jumlah daun, bobot basah, bobot akar.

--------------------------------------------------------- 


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1    Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari pengamatan yang telah dilakukan saat panen tanaman sawi dan kangkung adalah sebagai berikut :

4.1.2    Pengamatan pada Tanaman Sawi

Table 1. Pengukuran tanaman sawi
Sampel
Tinggi tanaman (cm)
Panjang akar (cm)
Warna daun
Jumlah daun (helai)
1
13
7
Hijau
5
2
26
8
Hijau
6
3
23
15
Hijau
5
4
35
10
Hijau
7
5
28
10
Hijau
5
6
34
9
Hijau
6
7
26
9
Hijau
6
8
31
8
Hijau
5
9
28
8
Hijau
5
10
35
6
Hijau
5
Rata-rata
27,9
9
Hijau
5,5 ( 6 )



Tabel 2. Bobot basah tanaman sawi
Bobot Basah
Berat (gram)
Tanaman sampel
250
Akar sampel
40
Total sampel
290
Tanaman sawi non sampel
800
Seluruh tanaman sawi
1090

4.1.2         Pengamatan pada Tanaman Kangkung
Tabel 3. Pengukuran tanaman kangkung
Sampel
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun (helai)
Jumlah Cabang (batang)
Panjang Akar (cm)
1
42,5
13
2
8,1
2
48,5
31
4
13,1
3
43,5
20
2
12,0
4
43,0
18
2
10,0
5
33,5
10
0
9,6
6
31,0
8
0
7,9
7
45,0
20
0
11,5
8
31,0
12
0
7,5
9
46,0
21
2
9,5
10
37,0
17
2
9,6
Rata-Rata
40,1
17
1
9,88

Tabel 4. Bobot basah tanaman kangkung
Bobot Basah
Berat (gram)
Tanaman sampel
75
Akar sampel
25
Total sampel
100
Total guludan I
400
Total guludan II
300

4.2    Pembahasan

Pada praktikum teknologi pertanian organik ini, para praktikan melakukan penanaman tanaman sayur yaitu tanaman sawi dan tanaman kangkung dengan mengaplikasikan pupuk NPK 50 % dan MOL sayur sebagai pupuk hayati. MOL sayur diaplikasikan seminggu sekali dengan dosis 4 cc untuk 2 liter air tawar. Sedangkan pupuk NPK 50 % diberikan pada saat 2 mst. Pengendalian hama pada tanaman sawi dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati dan pestisida botani. Pestisida botani diaplikasikan 2 hari sekali untuk mengendaliakan hama yang menyerang pada tanamana tersebut. Selain itu para praktikan juga melakukan penanaman tanaman penghambat OPT untuk pengendalian hama. Adapun tanaman penghambat OPT yang ditanam pada lahan kami yaitu tanaman tagetes (kenikir).

Saat penanaman sawi, pada lahan dilakukan pemupukan dasar dengan mengguanakan pupuk kandang (kotoran ayam) yaitu pada 3 hari sebelum tanam. Pupuk dasar diberikan pada lahan dengan tujuan untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, serta membuat drainase dan aerasi lebih lancar. Pupuk kandang diberikan pada lahan dengan dosis 5 kg/plot. Selanjutnya para praktikan mencampur pupuk kandang dengan tanah pada lahan yang akan ditanamani sawi, kemudian lahan dibagi menjadi 2 guludan. Pada masing-masing guludan dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 10 x 10 cm, sehingga diperoleh lubang tanam sebanyak 128 lubang pada kedua guludan (64 lubang tanam pada masing-masing guludan). Selanjutnya penanaman dilakukan dengan menanam 1 benih tanaman sawi per lubang.

Berdasarkan 10 sampel yang dipilih secara acak, dilakukan pengamatan dengan melakukan pengukuran pada beberapa parameter yang telah ditentukan. Parameter yang diamati pada saat panen yaitu tinggi tanaman, panjang akar, warna daun, jumlah daun, bobot basah tanaman sampel, bobot basa akar sampel, dan bobot basah keseluruhan tanaman. Adapun hasil pengukuran dari pengamatan yang telah dilakukan disajikan dalam tabel 1 dan tabel 2.  Pada tabel 1, kita dapat melihat bahwa tanaman sawi memiliki rata-rata tinggi yaitu 27,9 cm, panjang akar 9 cm, jumlah daun 5,5 yang dibulatkan menjadi 6 helai daun, dan warna daun hijau. Sedangkan pada tabel 2 kita dapat melihat bahwa tanaman sawi memiliki berat basah nonsampel 800 g, basah tanaman sampel 250 g, berat basah akar sampel 40 g, sehingga memiliki total berat sampel 290 g.

Pada tanaman sawi yang memiliki tinggi tanaman tertinggi terdapat pada tanaman sawi pada sampel 4 dan sampel 10 yaitu memiliki tinggi tanaman sebesar 35 cm. Pada sampel 4 memiliki panjang akar 10 cm, warna daun hijau, dan jumlah daun 7 helai. Sedangkan pada sampel 10 memiliki panjang akar 6 cm, warna daun hijau, dan jumlah daun 5 helai. Pada tanaman yang memiliki tinggi tanaman terendah yaitu 13 cm (sampel 1), memiliki panjang akar 7 cm, warna daun hijau, dan jumlah daun 5 helai. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa panjang akar mempengaruhi jumlah daun yang terdapat pada tanaman sawi. Semakin panjang akar maka daun tanaman sawi semakin banyak. Hal tersebut terlihat pada tanaman sawi sampel 4 dan sampel 10, walaupun keduanya memiliki tinggi tanaman yang sama tetapi jumlah daunnya berbeda. Sedangkan pada sampel 4 dan sampel 1 memiliki korelasi yang baik antara tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Pada sampel 4 yang memiliki panjang akar jauh lebih panjang dibandingkan dengan sampel 1, maka jumlah daunnya lebih banyak dan tinggi tanamannya juah lebih tinggi dibandingakan dengan sampel 1. Hal tersebut karena pada akar yang lebih panjang memiliki kemampuan unutk menyerap hara yang lebih baik dibandingkan pada akar yang lebih pendek. Sehingga pertumbuhan tanaman yang memiliki akar tanaman yang lebih panjnag jauh lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang memilki akar pendek.

Sedangkan pada bobot basa tanaman hanya diperoleh dari guludan ke-2, karena pada guludan pertama tanaman sawi telah mati karena diserang oleh organisme pengganggu tanaman yaitu hama bekicot dan hama belalang. Adapun hal-hal yang dilakukan sebelumnya untuk mencegah serangan hama ini yaitu dengan melakukan sanitasi lingkungan pada daerah sekitar pertanaman sawi. Selain itu juga telah dilakuakan penyemprotan pestisida nabati sejak terlihat adanya serangan dari hama pengganggu tanaman. Penyemprotan pestisida nabati dilakukan 2 hari sekali. Penyulaman juga dilakukan pada tanaman sawi yang telah dimakan oleh hama bekicot dan hama belalang maupun pada benih sawi yang tidak tumbuh. Namun hal tersebut juga tidak membuat tanaman sawi pada guludan pertama dapat tumbuh dengan baik. Hal tersebut mungkin disebabkan karena sanitasi lingkungan yang dilakukan kurang baik, karena masih terdapatnya alang-alang yang berada tidak jauh dari guludan pertama tumbuh dengan lebat. Sehingga tanaman alang-alang tersebut dapat menjadi inang bagi hama yang menyerang tanaman sawi. Pada kasus ini terlihat bahwa penanaman tanaman penghambat OPT di sekitar lahan pertanaman tidaklah memberi efek yang besar.

Selain itu, secara visual tanaman sawi kelompok kami memiliki penampakan yang lebih kecil dan pendek. Bobot basa yang dimiliki tanaman sawi secara keseluruhan yaitu 1.090 gram. Hal tersebut mungkin disebabkan karena struktur tanah yang terdapat pada lahan tersebut keras (tidak gembur), sehingga proses perkembangan akar dan penyerapan unsur hara oleh akar menjadi terganggu atau tidak optimal. Hal ini berakibat pada pertumbuhan dari tanaman sawi menjadi tidak optimal pula, sehingga produktivitas dari tanaman sawi menjadi rendah. Selain itu kondisi cuaca yang sering hujan turut mempengaruhi banyaknya pupuk ataupun bahan organik pada lapisan top soil yang tercuci sehingga tidak terserap oleh tanaman.

Penanaman kangkung dilakukan setelah pemanenan sawi. Pemanenan kangkung ini dilakukan tanpa pemberian pupuk dasar terlebih dahulu. Tanah hanya digemburkan kemudian ditanami benih kangkung sebanyak 1 benih per lubang. Jarak tanam yang digunakan pun sama yaitu 10 x 10 cm. Sehingga dalam 1 guludan terdapat 64 lubang tanam dan total lubang tanam seluruhnya yaitu 128 lubang tanam. Penanaman kangkung ini dilakukan untuk melihat bagaimana residu pupuk organik (mol) pada penanaman kedua.

Berdasarkan 10 sampel yang dipilih secara acak, diperoleh tinggi rata-rata kangkung adalah 40,1cm. jumlah daun 17 helai, jumlah cabang 1, dan panjang akar 9,88cm.  Tinggi tanaman kangkung tertinggi yaitu 48,5cm, jumlah daun 31 helai, jumlah cabang 4 batang, dan panjang akar 13,1cm. Sedangkan tanaman terendah memiliki tinggi 31cm, jumlah daun 8 helai, jumlah cabang tidak ada, dan panjang akar 7,5cm. Terdapat korelasi positif antara tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, dan panjang akar. Semakin panjang akar tanaman, maka semakin banyak jumlah daun, semakin tinggi tanaman, dan semakin banyak jumlah cabang. Hal ini wajar karena akar yang panjang berarti mampu menyerap hara lebih banyak dibanding akar yang pendek. Apabila hara yang terserap lebih banyak maka daun akan melakukan fotosintesis lebih aktif yang ditunjukkan dengan banyaknya jumlah daun tanaman. Akibatnya, fotosintat yang dihasilkan pun lebih banyak. Fotosintat akan disuplai ke seluruh penjuru tanaman oleh jaringan floem. Sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman akan meningkat. Hasil fotosintesis ini pula akan mempengaruhi jumlah cabang tanaman.

Namun secara visual, kangkung hasil panenan kami termasuk kurus dan tidak tinggi. Bobot basah kangkung secara keseluruhan hanya 800 gram. Padahal pemberian pupuk NPK dan mol sayur sudah dilakukan sesuai dosis dan anjuran pemupukan. Hal ini disinyalir karena kondisi struktur tanah yang keras sehingga meskipun pemberian pupuk telah dilakukan, unsur hara dalam tanah tetap kurang tersedia. Selain itu, kondisi struktur tanah yang keras juga menghambat pertumbuhan akar. Akibatnya, kemampuan akar dalam penyerapan unsur hara menjadi berkurang. Rendahnya kemampuan akar dalam penyerapan hara akan berdampak pada fotosintesis yang dilakukan. Sehingga pada akhirnya, produksi kangkung akan rendah.

Selain itu, mol sayur yang digunakan sebagai pupuk organik dalam budidaya kangkung darat ini ternyata tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan maupun produksi tanaman pada tanam pertama maupun tanam kedua. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya produksi sawi maupun kangkung. Menurut Trubus (2012) dalam buku Mikroba Juru Masak Tanaman, mol sayur mengandung sitokinin, karbohidrat, Pseudomonas, Aspergilus sp, dan Lactobacillus sp. Menurut Syamsuri (2007) dalam Mawarintiasari (2012), sitokinin memiliki fungsi yaitu merangsang pembelahan sel dan pertumbuhan sel, merangsang pembentukan tunas lateral atau ketiak pada dikotil maupun pada kalus, menghambat efek dominansi apikal oleh auksin, menunda penuaan, memacu perkembangan kloroplas dan pembentukan klorofil serta mempertahankan kesegaran jaringan. Sedangkan bakteri Pseudomonas dan Aspergilus sp merupakan bakteri pelarut P. Unsur P dibutuhkan tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar dan merangsang pembungaan. Bakteri Lactobacillus sp merupakan bakteri penghasil asam laktat. Asam laktat adalah zat antipatogen yang dapat menekan pertumbuhan bakteri tular tanah.

Berdasarkan uraian di atas, mol sayur baik dimanfaatkan pada fase generatif tanaman. Menurut Trubus (2012), mol sayur baik untuk pembentukan malai padi. Oleh karena itu, alasan mol sayur tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi sayur disebabkan oleh efek pemberian mol sayur memang bukan untuk fase vegetatif melainkan fase generatif. Sedangkan budidaya sawi maupun kangkung hanya dilakukan pada masa vegetatifnya saja.

Kangkung organik sering kali tidak terbebas dari hama dan penyakit tanaman. Hal ini karena pestisida organik yang digunakan tidak bersifat spektrum luas dan tidak bertahan lama. Ikatan-ikatan kimia dalam pestisida ini mudah terdegradasi menjadi ikatan lebih sederhana sehingga mudah diurai alam. Kangkung ini terserang hama belalang dan penyakit karat daun. Hama belalang mengakibatkan daun kangkung menjadi berlubang. Namun, serangan hama ini tidaklah parah (belum mencapai ambang ekonomi). Sedangkan penyakit karat daun mengakibatkan  bercak-bercak kuning pada daun-daun tua. Kemudian berubah warna menjadi kecoklat-coklatan. Pada permukaan daun sebelah bawah terdapat bintik-bintik atau bercak berwarna putih. Bila menyerang batang, maka gejala akibat infeksi serangannya menimbulkan pembegkakan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Albugo imopoeae-panduratae (Schw.). Pada tanaman kangkung yang terserang karat daun, tanda-tanda serangan baru ditunjukkan oleh adanya bercak-bercak kuning di permukaan daun. Hal ini menunjukkan bahwa karat daun yang terjadi belum sampai stadia yang parah. Penyakit ini menyebabkan efisiensi penyerapan cahaya matahari oleh daun menjadi berkurang. Akibatnya, fotosintesis yang dilakukan berjalan tidak maksimal.


-----------------------------------------------------


V. KESIMPULAN


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kita dapat menyimpulkan bahwa :
1.    Hasil panen tanaman sawi dan kangkung memiliki bobot basah yang cukup rendah yaitu hanya 1.090 gram dan 800 gram untuk seluruh tanaman sawi dan kangkung yang dipanen.
2.    Pupuk dasar diberikan pada awal pengolahan lahan bertujuan untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, serta membuat drainase dan aerasi lebih lancar.
3.    Mol sayur baik dimanfaatkan pada fase generatif tanaman, dengan demikian mol sayur tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi dan tanaman kangkung.
4.    Pestisida organik yang digunakan pada tanaman sawi dan kangkung tidak bersifat spektrum luas dan tidak bertahan lama, sehingga kurang dapat mengendalian hama yang menyerang tanaman sawi dan kangkung secara cepat.
5.    Penanaman tanaman penghambat OPT di sekitar lahan kurang berpengaruh dalam pengendalian hama tanaman.

-----------------------------------------------------



DAFTAR PUSTAKA


Delima, R.M.T. 1995. Pengaruh Komposisi MOL Sayur, Konsentrasi BAP dan    IBA Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Sawi Hijau (Brassica rapa) Pada Kultur In Vitro. Bogor, Jurusan Budidaya Pertanian IPB. 56pp.

Gardner, F.P., R. Brent Pearce dan Roger Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Mahida, U.N. 1984. Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunakan Pestisida Kimia dan Pemanfaatan Pestisdida Botani. Kata Pengantar Otto Soemarwoto. Penerbit CV. Radjawali. Jakarta.

Mawarintiasari, Reta dkk. 2012. Penggunaan Bakteri Azospirillum sp. Sebagai Penghasil Phytohormon Dalam Upaya Mempercepat Pematangan Buah Mangga. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

 

Puslittanak, A.P. 1997. Budidaya Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptana). Martanto M. et al. (eds.) Prosiding Seminar Seharui Pengembangan Kangkung Darat. Bandng, 3 Agustus 2000. Bogor, Asosiasi Penelitian Sayuran Indonesia, p. 4-10.

Sadjad, S. 1976. Budidaya Tanaman Kenikir (Cosmos caudatus). Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Setyorini, Diah. Dan Husnain. 2004. Pengelolaan Lahan Untuk Pertanian Organik. Bogor: Balai Penelitian Tanah.

Sukasmono, Ali. 1990. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.

Trubus. 2012. Mikroba Juru Masak Tanaman. Penerbit Gramedia. Jakarta.















LAMPIRAN




Gambar 1. Benih sawi siap tanam


Gambar 2. Sawi berumur 5 HST
Gambar 3. Sawi berumur 7 HST
Gambar 4. Benih kangkung siap tanam


Gambar 5. Kangkung berumur 30 HST
Gambar 6. Pemanenan kangkung dengan cara mencabut

Gambar 7. Penimbangan sampel kangkung

Gambar 8. Pengukuran tinggi tanaman dengan meteran
Gambar 9. Gejala karat daun
Gambar 10. Batang kangkung menggelembung

Gambar 11. Hama belalang
Gambar 12. Hama pada kangkung

Gambar 13. Hama pada kangkung
Gambar 14. Pupuk NPK 50% (40g)

        
Gambar 15. Pemotongan limbah sayuran untuk pembuatan mol

Gambar 16. Potongan limbah sayur dimasukkan ke dalam ember, diberi garam dan air cucian beras

Gambar 17. Mol sayur 3 minggu kemudian
Gambar 18. Mol sayur yang sudah disaring
Gambar 19. Daun sirsak untuk pembuatan pestisida nabati

Gambar 20. Daun tembakau untuk pembuatan pestisida nabati

Gambar 21. Cabai merah untuk pembuatan pestisida botani
Gambar 22. Jeruk nipis untuk pembuatan pestisida botani

Gambar 23. Pestisida nabati dan botani
Gambar 24. Sprayer (alat yang digunakan untuk menyemprotkan pestisida)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>