Langsung ke konten utama

Postingan Terbaru

Berkunjung ke Desa Adat Baduy Dalam

Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku

BUDIDAYA NIR TANAH




RAGAM SUMBER NUTRISI DALAM BUDIDAYA TOMAT (Lycopersicon esculentum) DENGAN DRIP IRRIGATION SYSTEM
(Makalah Budidaya Nir Tanah)







Oleh

Habiba Nurul Istiqomah
1114121095


















JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014


 ---------------------------------------------



I.     PENDAHULUAN




1.1  Latar Belakang


Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae.  Tanaman semusim ini banyak ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah. Buah tanaman ini mengandung vitamin C dan vitamin A yang dapat mencegah sariawan dan rabun mata (Cahyono, 2008).  Hingga kini tomat masih menjadi favorit masyarakat Indonesia.  Hal dibuktikan dengan peningkatan konsumsi tomat yang terjadi di masyarakat.  Menurut Billah (2012), rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga tomat adalah sebesar 0,32% pada tahun 2007-2011.  Pertumbuhan tingkat konsumsi rumah tangga ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi tanaman tomat.  Produksi tomat sejak 2007-2013 terus mengalami fluktuasi, yaitu 635474, 725973, 853061,891616, 954046, 893504, dan 992780 ton/tahun (Badan Pusat Statistik, 2014).
Fluktuasi produksi tomat disebabkan oleh budidaya tanaman tomat yang dilakukan kurang maksimal.  Budidaya tomat saat ini banyak dilakukan secara konvensional.  Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tomat dilakukan dengan perbaikan sistem budidaya menggunakan budidaya nir tanah.
Budidaya nir tanah dikenal masyarakat luas dengan istilah hidroponik, yaitu cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya.  Bertanam dengan budidaya nir tanah memiliki banyak kelebihan dibanding budidaya konvensional.  Keuntungan tersebut, yaitu penanaman dapat dilakukan di tempat-tempat yang luasannya terbatas, tidak ada ketergantungan antara tanaman dan kondisi alam setempat, tenaga kerja lebih sedikit, pemakaian pupuk dan air lebih efisien, tanaman terbebas dari hama dan penyakit , dan tanaman dapat berproduksi tinggi sesuai dengan potensi genetiknya (Rochintaniawati, 2014).
Dalam budidaya nir tanah, tanaman ditanam dengan menggunakan air atau bahan-bahan porus, seperti kerikil, pecahan genting, pasir, pecahan batu ambang, dan sebagainya.  Terdapat banyak tipe hidroponik, yaitu wick system, water system, ebb and flow, drip irrigation system, nutrient flow system, dan aeroponik (Susila, 2014).  Salah satu tipe yang sering digunakan pada budidaya tomat adalah drip irrigation system.  Menurut Prijono (2011), sistem ini dilakukan dengan memasok air dan nutrisi ke tanaman melalui suatu dripper (pemancar).  Air akan menyebar di media tanam karena gaya kapiler dan gravitasi.  Drip irrigation system dapat meminimalisir evaporasi, tidak ada pembasahan daun, menurunkan run off, hemat air karena pengairan dibatasi di sekitar tanaman pokok, dan mengurangi perkembangan hama dan penyakit tanaman.  Selain itu, drip irrigation system memungkinkan seluruh tanaman mendapatkan debit air yang sama dalam selang waktu tertentu secara otomatis sehingga lebih hemat tenaga kerja.
Unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dengan sistem ini disuplai dengan cara melarutkan campuran pupuk organik ke dalam air.  Campuran pupuk ini diperoleh dengan meramu sendiri garam-garam mineral sesuai formulasi yang telah ditentukan atau menggunakan pupuk buatan yang sudah siap pakai (Rochintaniawati, 2014).
Unsur hara menjadi bagian sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena unsur hara dapat mempengaruhi metabolisme tanaman.  Oleh karena itu, penentuan jenis dan dosis hara yang akan digunakan dalam budidaya tomat dengan sistem nir tanah menjadi hal krusial yang harus diperhatikan.  Makalah ini akan menguraikan tentang penggunaan drip irrigation system dalam budidaya tanaman tomat dan berbagai sumber nutrisi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan potensi produksi tanaman tomat.

1.2  Tujuan
Berdasarkan latar belakang, maka penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1.    Mengetahui budidaya tomat dengan drip irrigation system.
2.    Mengetahui berbagai sumber nutrisi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan potensi produksi tanaman tomat.





 -----------------------------------------------






II.       ISI




2.1    Budidaya Tomat dengan Drip Irrigation System


Berikut ini merupakan teknik budidaya tanaman tomat dengan drip irrigation system menurut Wasonowati (2011).
2.1.1    Penyemaian Benih
Penyemaian benih tomat dilakukan dalam wadah semai dengan media (arang sekam atau pasir) setebal 5-7 cm.  Di tempat yang terpisah, benih dituangkan ke pasir kering steril secukupnya lalu diaduk hingga rata.  Benih yang telah tercampur pasir ditebarkan di atas permukaan media semai secara merata kemudian ditutup dengan media semai tipis-tipis (3-5 mm).  Setelah itu permukaan wadah semai ditutup dengan kertas tissue yang telah dibasahi dengan handsprayer.  Persemaian ini disimpan di tempat aman dan ternaung.  Wadah semai sebaiknya biarkan terkena sinar matahari tiap pagi selama 1-2 jam agar perkecambahan tumbuh dengan baik.  Kertas tissue harus segera dibuang saat benih mulai berkecambah.
2.1.2   Media Tanam
Media tanam yang digunakan bisa berupa arang sekam., kerikil, pecahan genting, pasir, pecahan batu ambang, atau bahan porus lainnya.  Pada makalah ini akan dijelaskan budidaya tomat dengan media berupa arang sekam.  Arang sekam dapat diperoleh secara langsung di toko pertanian dan dapat pula dibuat sendiri.  Pembuatan arang sekam dilakukan dengan menuang sekam padi kering ke dalam tungku pembakaran.  Sekam yang telah terbakar merata dan menjadi arang ditarik ke bak penampungan arang sekam lalu disiram air bersih sampai bara api mati.  Hal ini dilakukan untuk mencegah arang sekam menjadi abu.  Arang sekam yang telah tersedia dimasukkan ke dalam polybag 30 x 30 cm.  Pemilihan ukuran polybag ini dapat bersifat optional.
2.1.3    Tranplanting
Bibit tanaman tomat siap dipindahtanam apabila berumur 4-5 minggu atau memiliki tinggi 10-15 cm dan 4 daun terbuka penuh.
2.1.4   Pemeliharaan
Pemeliharaan terdiri atas pemberian nutrisi, penyiraman, pengajiran, pengecekan larutan nutrisi, dan pengendalian organisme penganggu tanaman.  Tahapan kegiatan ini akan dijelaskan sebagai berikut.
Pemberian larutan nutrisi dan penyiraman.  Pemberian larutan nutrisi dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiraman.  Tahapan ini dilakukaan dengan cara tetes menggunakan tabung dan selang infus.  Debit air diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi defisiensi maupun kelebihan unsur hara.  Jumlah nutrisi yang diberikan tergantung umur tanaman.  Tanaman berumur 0-4 minggu, 4-6 minggu, dan setelah berumur 6 minggu hingga panen diberi nutrisi dengan takaran masing-masing 250 ml, 750 ml, dan 1000 ml.
Pengecekan larutan nutrisi.  Kondisi nutrisi dikontrol dengan menggunakan EC meter.  Nutrisi yang diberikan mempunyai EC antara 1,6-1,7 mhos/cm dan diharapkan meningkat menjadi 2,0-2,5 mhos/cm.
Pengajiran.  Tanaman diajir pada umur 2-3 minggu setelah transplanting. Ajir yang digunakan bisa berupa bambu maupun benang.  Penggunaan ajir bambu dilakukan dengan memotong bambu sepanjang 2 m lalu ditancapkan di sebelah tanaman tomat sebagai penyangga.  Penggunaan ajir benang dilakukan dengan melilitkan benang pada kawat yang dibentang dalam greenhouse.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman.  Organisme pengganggu tanaman dapat berupa patogen, hama, dan gulma.  Pengendalian patogen dan hama dapat dilakukan dengan cara mekanis, biologis, maupun kimia (pestisida nabati ataupun pestisida kimia).  Pemilihan cara pengendalian ini dilakukan berdasarkan tingkat serangan patogen dan hama tersebut.  Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik dengan mencabut gulma di sekitar tanaman tomat secara manual.
2.1.5    Panen dan Pascapanen
Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur 9 minggu setelah transplanting.  Panen berikutnya dilakukan setiap 5-7 hari sekali.  Buah yang sudah dipanen segera disortir berdasarkan grade yang sesuai dengan pesanan pasar.




2.2    Nutrisi


Tanaman membutuhkan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya.  Media tanam yang digunakan dalam budidaya nir tanah hanya mengandung sedikit bahkan tidak mengandung nutrisi sedikit pun.  Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk budidaya ini sangat dipengaruhi oleh suplai nutrisi dari luar.
Nutrisi tanaman berupa unsur hara makro dan mikro.  Unsur hara makro merupakan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak (sama dengan atau lebih dari 1000 ppm).  Unsur hara yang termasuk dalam hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S.  Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit (kurang dari 1000 ppm).  Unsur hara yang termasuk dalam hara mikro adalah Fe, Mn, B, Cu, Zn, Cl, dan Mo.
Sumber nutrisi untuk hidroponik dapat berasal dari pupuk kimia, senyawa kimia murni, pupuk daun, pupuk cair, dan pupuk hidroponik kemasan.  Setiap tanaman membutuhkan komposisi hara yang berbeda-beda.  Penentuan komposisi dan dosis hara yang tepat akan berkorelasi positif dengan produksi tomat yang dihasilkan.  Pada dosis yang terlalu rendah, tanaman akan mengalami defisiensi.  Sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi mengakibatkan tingginya biaya produksi dan tanaman akan mengalami plasmolisis. Berikut ini akan diuraikan ragam sumber nutrisi yang dapat digunakan untuk budidaya tomat dengan drip irrigation system.
Dalam penelitiannya, Wijayani dan Widodo (2005) menggunakan senyawa kimia murni dengan dua formula yang berbeda, yaitu formula Sundstrom dan formula Excell untuk meningkatkan kualitas tomat.  Kebutuhan unsur hara masing-masing formula tercantum pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1.  Kebutuhan unsur hara formula Sundstrom dan Excell





Hasil penelitian Wijayani dan Widodo (2005) menunjukkan bahwa formula Sundstrom menghasilkan bobot dan jumlah buah lebih banyak (1196,67 g/tanaman dan 21,44 buah/tanaman) dibanding formula Excell.  Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa kekerasan buah, (0,381 cm), kadar vitamin C (0,025%), dan kadar gula total (4,136%) buah tomat juga lebih tinggi pada perlakuan dengan formula Sundstrom. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk panen (buah atau daun) menentukan kadar unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.  Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa formula Sundstrom memiliki kadar N lebih rendah dibanding formula Excel.  Akan tetapi kadar Ca formula Sundstrom jauh lebih tinggi dibanding formula Excel.  Hal ini karena N dibutuhkan lebih banyak saat tanaman berada pada masa vegetatif.  Oleh karena itu, kadar N yang terlalu banyak tidak cocok untuk tanaman yang dipanen buahnya, seperti tomat.  Sebaliknya, unsur Ca berperan penting pada pembentukan karbohidrat buah.  Oleh karena itu kadar Ca yang tinggi lebih diperlukan oleh tanaman yang dipanen buahnya.
Senyawa yang sama dengan Wijayani dan Widodo (2005) juga digunakan oleh Shah dkk. (2011) dalam penelitian, hanya saja Shah dkk. (2011) menggunakan formula Cooper, ½ formula Cooper, formula Imail, dan ½ formula Imail.  Kadar unsur yang dibutuhkan untuk masing-masing formula disajikan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Kadar unsur hara formula Cooper, ½ formula Cooper, formula Imail, dan ½ formula Imail


Unsur Hara
Kadar Unsur Formula (mg/L)
Cooper
½ Cooper
Imail
½ Imail
N
236,00
118,00
140,00
70,00
P
60,00
30,00
35,05
17,52
K
300,00
150,00
360,22
180,06
Ca
185,00
92,50
160,16
80,08
Mg
50,00
25,00
48,60
24,18
S
68,00
34,00


Fe (EDTA)
12,00
6,00
3,00
3,00
Mn
2,00
1,00
0,50
0,50
Zn
0,10
0,10
0,05
0,05
Cu
0,10
0,10
0,02
0,02
B
0,30
0,15
0,50
0,50
Mo
0,20
0,20
0,01
0,01


Hasil penelitian Shah dkk. (2011) menunjukkan bahwa larutan hara formula Cooper memberikan hasil paling baik untuk variabel pengamatan jumlah daun (72,89 helai), tinggi tanaman (2,41 m), jumlah bunga (14,70 bunga/tanaman), jumlah buah per tanaman (36,03 buah), bobot buah (77,38 g), dan diameter buah (4,57 cm) tomat dibanding perlakuan lain.  Hal ini karena unsur hara pada formula Cooper lebih lengkap dan kadarnya pun lebih tinggi dibanding formula lain.
Penggunaan senyawa murni sebagai sumber nutrisi dalam budidaya hidroponik memungkinkan terpenuhinya hara tanaman dengan dosis yang tepat.  Namun harga senyawa murni ini relatif mahal dan sulit didapatkan oleh petani tomat.  Oleh karena itu muncul berbagai penelitian mengenai pemanfaatan pupuk kemasan sebagai sumber hara dalam bididaya hidroponik.
Pemanfaatan pupuk kimia sebagai sumber nutrisi hidroponik diteliti oleh. Samanhudi dan Harjoko (2010) yang menggunakan 5 perlakuan untuk dapat mengetahui komposisi nutrisi yang tepat untuk tomat, yaitu Mix A dan B standart Joro, Urea + SP 36 + KCl + Gandasil D dan B, Urea + SP36 + KCl + resep Hogland, ZA + SP36 + KCl + Gandasil D dan B, dan ZA + SP36 + KCl + Gandasil D + PPC Alami.
Hasil penelitian Samanhudi dan Harjoko (2010) menunjukkan bahwa sumber nutrisi Mix A dan B standart Joro memberikan hasil terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah buah (13,0 buah), bobot buah (175,19 g), dan diameter buah tomat (2,86 cm).  Hal ini diduga karena larutan nutrisi Mix A dan B standart Joro lebih terukur komposisi dan kadar unsur haranya.  Pertumbuhan tinggi tanaman berlangsung pada fase pertumbuhan vegetatif.  Fase pertumbuhan vegetatif tanaman berhubungan dengan tiga proses penting yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel, dan tahap pertama dari diferensiasi sel.  Ketiga proses tersebut membutuhkan karbohidrat, karena karbohidrat yang terbentuk akan bersenyawa dengan persenyawaan-persenyawaan nitrogen untuk membentuk protoplasma pada titik-titik tumbuh yang akan mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman.  Ketersediaan karbohidrat yang dibentuk dalam tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara bagi tanaman tersebut.  Apabila fase vegetatif berlangsung maksimal maka buah yang terbentuk pada fase reproduktif akan optimal.  Menurut Lingga (2002), banyaknya buah yang terbentuk dipengaruhi oleh kandungan unsur P danK, unsur P membantu pembentukan bunga dan buah, dan unsur K membantu dalam perkembangan jaringan penguat pada tangkai buah sehingga mengurangi gugurnya buah.  Selain itu, kalium berguna untuk memacu translokasi karbohidrat dari daun ke organ tanaman yang lain terutama organ tanaman penyimpan karbohidrat dan mengatur pembentukan protein dan buah sehingga bobot buah menjadi berat.  Hal ini menujukkan bahwa komposisi dan kadar hara pada nutrisi Mix A dan B standart Joro sesuai dengan kebutuhan tanaman tomat.
Perlakuan terbaik kedua setelah Mix A dan B standart Joro pada penelitian Samanhudi dan Harjoko (2010) adalah perlakuan dengan sumber nutrisi ZA + SP36 + KCl + Gandasil D + PPC Alami.  Meski pertumbuhan dan produksi tanaman tomat yang dihasilkan perlakuan ini tidak lebih baik dibanding Mix A dan B standart Joro namun perlakuan ini dapat dijadikan sumber nutrisi alternatif ketika senyawa murni untuk meramu Mix A dan B standart Joro sulit ditemukan
Penggunaan pupuk daun sebagai sumber nutrisi hidroponik tomat diteliti oleh Kusuma dkk. (2010).  Pupuk daun yang digunakan pada penelitian ini berupa Hyponex (10-40-15), Vitabloom (30-10-10), dan Gandasil D (20-15-15) dengan dosis masing-masing 2 g/l.  Hasil penelitian Kusuma dkk. (2010) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Hyponex, Vitabloom, dan Gandasil D berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, waktu pertama berbunga, dan umur tanaman saat berbuah pertama.  Gandasil D menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 148 cm.  Hal ini diduga karena Gandasil D mengandung 20% N, 15% P, dan 15% K yang merupakan komposisi yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan tinggi tanaman tomat.  Nitrogen berperan besar dalam penyusunan klorofil, protein, dan lemak.  Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar pada tahap pertumbuhan vegetatif tanaman.  Jumlah daun terbanyak, waktu pertama berbunga tercepat, dan umur tanaman saat berbuah pertama tercepat dihasilkan pada perlakuan dengan pupuk Hyponex, yaitu 26,50 helai, 28 hari setelah tanam, dan 36 hari setelah tanam.  Hal ini diduga karena pada fase generative tanaman banyak membutuhkan unsur P dan K.  Pupuk Hyponex mengandung P sebanyak 40%.  Jumlah ini lebih tinggi dibanding pupuk Gandasil D dan Vitabloom.  Menurut Aak (2007), unsur P membantu dalam pembuangaan dan pemasakan buah.  Tingginya unsur P yang diserap menyebabkan pembentukan sukrosa, tepung, dan karbohidrat menjadi tinggi pula.
Penelitian mengenai hidroponik tomat menggunakan pupuk hidroponik kemasan dan pupuk cair dilakukan oleh Wasonowati (2011). Dalam penelitiannya, Wasonowati (2011) menggunakan pupuk hidroponik kemasan berupa Hydrogroup dan pupuk cair Greentonik.  Pupuk Hydrogroup mengandung NO3 (20,68%), NH4 (1,63%), Ca (6,21%), K (35,64%), Mg (6,68%), S (9,98%), P (8,91%), Bo (0,03%), Zn (0,02%), Mo, (0,003%), Fe (0,12%), Mn (0,06%), dan Cu (0,06%).  Greentonik merupakan jenis pupuk cair yang mengandung unsur N 14,73 %, P2O5 1,56 % , K2O 2,55 %, S  0,33 %, Ca 1,33 % dan Mg sebesar 0,02 %.  Sedangkan unsur hara mikro antara lain  Fe sebesar 706,38  ppm, kadar Cu 2,25 ppm, kadar Zn sebesar 111,77 ppm dan kadar Mn sebesar 17,18 ppm (Susmawati dan Muda, 2014).
Hasil penelitian Wasonowati (2011) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Hydrogoup berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah bunga, serta bobot basah dan bobot kering batang dan daun.  Hal ini diduga karena nutrisi Hydrogroup lebih lengkap dibanding pupuk cair Greentonik.  Tinggi tanaman berkaitan dengan penambahan jumlah dan ukuran sel.  Laju pembelahan sel serta pembentukan jaringan sebanding dengan pertumbuhan batang, daun, dan perakarannya.  Pertumbuhan tinggi tanaman menunjukkan aktivitas pembentukan xilem dan pembesaran sel-sel yang tumbuh.  Aktivitas ini menyebabkan kambium terdorong keluar dan terbentuknya sel-sel baru di luar lapisan tersebut sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman.  Tanaman yang lebih tinggi dapat memberikan hasil per tanaman yang lebih tinggi pula karena tanaman yang lebih tinggi dapat mempersiapkan organ vegetatifnya lebih baik sehingga fotosintat yang dihasilkan lebih banyak.  Produksi buah tomat akan baik apabila pertumbuhan vegetatif tanaman tomat berlangsung optimal.
Menurut Susmawati dan Muda (2014), pupuk cair Greentonik merupakan jenis pupuk daun.  Seluruh hara yang ada pada pupuk tersebut diserap oleh tanaman melalui stomata daun.  Pengaplikasian pupuk Greentonik ke akar tanaman inilah yang kemungkinan menyebabkan hara tidak terserap maksimal sehingga pertumbuhan tanaman tomat dengan pupuk Greentonik lebih rendah dibanding pupuk Hydrogroup.

 ----------------------------------------------





III.        KESIMPULAN




Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.    Budidaya tomat dengan drip irrigation system lebih hemat air, efisien waktu dan tenaga kerja.
2.    Sumber nutrisi untuk budidaya hidroponik dengan drip irrigation system dapat berupa senyawa murni, pupuk kimia, pupuk daun, pupuk hidroponik kemasan, dan pupuk cair.


 ----------------------------------------------





DAFTAR PUSTAKA




Aak. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Sayuran di Indonesia, 1997-2013. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70. Diakses pada 23 Desember 2014. Pukul 07.31 WIB.
Billah, T. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian.
Cahyono, B. 2008. Tomat: Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kusuma, R. Y.P. Sari, Y. Maryati. 2010. Pengaruh pupuk Hyponex, Vitabloom, dan Gandasil D terhadap pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) varietas Mutiara dengan teknik hidroponik irigasi tetes. Bioprospek, 7 (2): 1-9.
Lingga, P. 2002. Hidroponik: Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prijono, S. 2011. Irigasi Tetes (Drip Irrigation). Bahan Kuliah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Rochintaniawati, D. 2014. Hidroponik Sederhana. Jurusan Pendidikan Biologi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Samanhudi dan D. Harjoko. 2010. Pengaturan komposisi nutrisi dan media dalam budidaya tanaman tomat dengan sistem hidroponik. Biofarm, 13 (9): 1-10.
Shah, A.H., S. Ul-Munir, N. Ul-Amin, S.H. Shah. 2011. Evaluation of two nutrient solutions for growing tomatoes in a non-circulating hydroponics system. Sarhad J. Agric, 27 (4): 557-567.
Susila, E.T. 2014. Wadah, Peralatan, dan Greenhouse. Kuliah Hidroponik. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Susmawati dan W. Muda. 2014. Pupuk Daun dan Aplikasinya Untuk Tanaman. http://bbppbinuang.info/news45-pupuk-daun-dan-aplikasinya-untuk-tanaman.html. Diakses pada 24 Desember 2014. Pukul 08.09 WIB.
Wasonowati, C. 2011. Meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicon esculentum) dengan sistem budidaya hidroponik. Agrovigor, 4 (1): 21-27.
Wijayani, A. dan W. Widodo. 2005. Usaha meningkatkan kualitas beberapa varietas tomat dengan sistem budidaya hidroponik. Ilmu Pertanian, 12 (1): 77-83.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS VEGETASI

ANALISIS VEGETASI (Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Kelompok 7 Desna Herawati Diki Apriadi Dwi Safitri Habiba Nurul Istiqomah Heru Dwi Purnomo JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Laporan Kemiringan Lereng

I.                    PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda tinggi dari permukaan laut.   Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak.   Ilmu yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi.   Dua unsur topografi yang banyak dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng ( length ,) dan kemiringan lereng ( slope ). Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.   Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.   Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng terjadi akibat

Perombakan Bahan Organik dan Siklus Nitrogen

A.     PEROMBAKAN BAHAN ORGANIK 1.         Sumber Bahan Organik Bahan organik berasal dari sisa-sisa hewan, serasah tumbuhan, dan limbah pertanian. Semua sumber bahan organik mengandung air, bahan mineral (abu), dan senyawa organik. Kandungan air adalah 20%-90% dari berat basah tanaman. Kandungan ini dipengaruhi oleh organ tanaman yang diambil dan umur tanaman tersebut. Kandungan air pada daun akan jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan air pada akar tanaman. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, S serta unsur mikro kurang lebih 1%-10% berat kering. Senyawa organik menyusun <50% berat segar tanaman. Kandungan senyawa organik ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air dan debu (Sutanto, 2005). Sutanto (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa senyawa organik dibedakan atas: §      Karbohidrat, yaitu gula dan pati (mengandung sel), pektin, hemiselulosa, selulosa (dinding sel). Karbohidrat merupakan penyusun senyawa organik terbesar penyusun bahan organik (>