Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
KAITAN ANTARA MODERNISASI, CIRI PETANI INDONESIA, DAN
PERAN PENYULUH PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN
Modernisasi merupakan suatu
proses perubahan baik dalam tingkat individu maupun masyarakat dari keadaan semula ke dalam keadaan
baru yang serba rasional, efisien,
dan lebih baik (Arif Budiman, 1991).
Faktor penting dalam modernisasi adalah sebagai
berikut (Kawaguchi, 2012):
- Adanya penemuan, perkembangan serta penguasaan dibidang IPTEK
- Perkembangan dibidang politik dan idelogi (demokratisasi)
- Kemajuan dibidang perekonomian, dengan penerapan sistem efisiensi dan produktifitas
- Memajukan bidang industri dan pertanian
- Keinginan untuk tercapainya stabilitas nasional, agar hidup tentram,aman dan damai
Modernisasi di
pedesaan dapat berjalan dengan baik apabila:
- Petani setempat sudah dapat bersikap lebih terbuka dengan menerima pendapat dari pihak luar.
- Sudah masuknya teknologi yang dapat menunjang aktivitas dan menambah wawasan mereka, seperti TV, handphone, kendaraan bermotor, maupun internet.
- Adanya pendidikan yang menunjang
Ciri-ciri Petani di
Indonesia :
- H. Suwardi : empati, kurang aspiratif, fatalis, tidak dpt berhemat, kurang kosmopolit, kurang inovatif, familism, jangkauan ke masa depan terbatas, tergantung pd pemerintah, selalu curiga.
- Koentjaraningrat : bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, kurang mampu menguasai alam, berorientasi hanya untuk kehidupan masa kini, memiliki ketergantungan yg tinggi pd sesamanya.
Penyuluh Pertanian
Tujuan
penyuluhan pertanian adalah untuk menghasilkan SDM pelaku pembangunan
pertanian yang kompeten sehingga mampu mengembangkan usaha pertanian yang
tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan
(better bussines), hidup lebih sejahtera (better living) dan lingkungan lebih
sehat. Penyuluhan pertanian dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat,
memberdayakan petani-nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian, serta
mendampingi petani untuk:
- Membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke depan
- Membantu mereka menemukan masalah
- Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah
- Membantu mereka mengambil keputusan, dan
- Membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
Keberhasilan
penyuluhan pertanian dapat dilihat dengan indikator banyaknya petani, pengusaha
pertanian dan pedagang pertanian yang mampu mengelola dan menggerakkan usahanya
secara mandiri, ketahanan pangan yang tangguh, tumbuhnya usaha pertanian skala
rumah tangga sampai menengah berbasis komoditi unggulan di desa. Selanjutnya
usaha tersebut diharapkan dapat berkembang mencapai skala ekonomis.
Studi Kasus
Tanggal : 30 September
2012
Tempat : Pekon Purwodadi,
Kec. Gisting, Kab. Tanggamus
Berdasarkan hasil wawancara kami, Pekon Purwodadi termasuk
daerah yang maju dalam hal pertanian. Dalam daerah ini, sudah terdapat beberapa
kelompok tani yang sering mendapat bantuan
serta pelatihan. Salah satunya bernama Kelompok Tani Tunas Mekar. Kelompok tani
ini sudah berdiri sejak tahun 1983 berdasarkan kebijakan pemerintah orde baru. Namun
pada tahun 1990-an, kelompok tani ini mulai menurun eksistensinya akibat pemerintahan yang tidak stabil saat
itu. Kemudian kelompok tani mulai digalakkan kembali pada tahun 2000 dan aktif terus hingga
sekarang. Banyak bantuan yang telah didapat kelompok tani ini, diantaranya adalah
bantuan bibit untuk penanaman 16 ha dan bantuan pembangunan jalan menuju daerah
persawahan.
Petani di daerah ini sudah berpikiran ke depan dan berorientasi
pada hasil. Hal ini dibuktikan oleh pilihan mereka untuk bertanam sayur
dibanding padi. Dilihat dari aspek profit, bertanam sayur lebih menguntungkan bagi
mereka. Menurut
petani setempat, bertanam padi membutuhkan modal besar mulai dari pengolahan lahan,
pengairan, perawatan (penggunaan pestisida, dsb) hingga panen. Sedangkan hasil
yang didapat pun tidak sebanding dengan tenaga dan modal yang keluar untuk bertanam
padi. Sedangkan apabila mereka bertanam sayur, pengolahan tanah, perawatan,
hingga panen yang dilakukan tidak serumit bertanam padi dan modalnya pun kecil.
Sementara hasilnya, lebih besar bertanam sayuran. Mereka memperkirakan,
perbandingan hasil bertanam padi dengan bertanam sayur yaitu 1:3. Meskipun demikian,
bertanam padi tidak boleh serta merta tidak dilakukan. Untuk mensiasatinya,
mereka bertanam padi sekali dengan 2 kali bertanam sayur dalam waktu 1 tahun.
Pola pikir petani ini tidak terlepas dari peran PPL
selama ini. Menurut ketua kelompok tani Tunas Mekar, PPL selalu datang member penyuluhan
minimal 4-5 kali dalam satu tahun. Penyuluhan ini diprioritaskan pada bertanam padi.
Petani di Pekon Purwodadi diajarkan untuk bertanam padi dengan sistem jejer legowo.
Para petani mengaku bahwa hasil
panen padi dengan sistem ini memang lebih banyak dibanding bertanam padi biasa.
Selain masalah penyuluhan, PPL juga selalu memeriksa administrasi kelompok tani.
Sehingga, setiap tamu yang datang dan ada perlu dengan kelompok tani setempat selalu
diminta mengisi daftar tamu.
Berdasarkan studi kasus yang telah kami lakukan, dapat
diketahui bahwa modernisasi akan sampai lebih cepat di pihak petani apabila ada
kebijakan pemerintah mengenai hal ini. Ciri-ciri petani yang umumnya digambarkan
sebagai sosok yang kolot dapat dipatahkan dengan adanya modernisasi. PPL
sebagai perpanjangan tangan pemerintah pun sangat diharapkan keaktifannya untuk
kemajuan petani Indonesia.
Case study by: Kelompok 8
1. | Dewi Megawati | |
2. | Dini Ari Murti | |
3. | Dwi Asih Cahya Ningrum | |
4. | Dwika Putri Suri | |
5. | Fera Finarti | |
6. | Habiba Nurul Istiqomah |
Komentar