Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
Bagian 1: Persiapan
17 Agustus 2019, rasanya menggebu-gebu ingin naik gunung untuk sekedar flash back naik gunung pertama yang juga dilakukan tanggal 17 Agustus saat masa-masanya jadi mahasiswa. Tapi nyatanya, semua tinggal rencana saat cek jumlah simaksi kala itu sudah ludes tak bersisa padahal masih 2 bulan menjelang Agustusan. Alhasil, harus mulai geser jadwal. Kabar buruk yang lain adalah aku tidak tahu siapa yang mau diajak menuju gunung tertinggi di Pulau Jawa ini selain satu teman ngebolangku yang super 'nekat-able'. Alangkah kurang serunya kalau hanya berangkat berdua.
*Persiapan*
Hal pertama yang penting dilakukan sebelum naik gunung adalah mengenal diri sendiri. Berdasarkan pengalaman berlibur sebelumnya, aku sadar memiliki daya tahan yang rendah terhadap udara dingin. Dari sini aku belajar untuk beli all of stuff yang related sama kehangatan, mulai dari jaket tebal, sarung tangan salju, dan kaos kaki tebal. Aku juga tahu kemampuan mendakiku pas-pasan, makanya satu bulan menjelang hari H, jogging minimal 1 kali seminggu wajib dilakukan. Satu lagi yang aku paham soal diriku sendiri adalah kecerobohanku mengambil langkah. Dari sini aku tahu wajib kudu punya sepatu gunung yang proper.
Persiapan untuk up pengetahuan seputar Semeru juga penting. Jadi banyak baca blog cerita pendaki-pendaki sebelumnya & cari info sewa alat mendaki + jeep. Dari hasil googling ini, aku dapat beberapa referensi untuk penyewaan.
*When?*
Sebagai pekerja, yang satu ini wajib jelas terencana dari jauh hari. Karena Simaksi tanggal 17 Agustus 2019 sudah habis, akhirnya aku putuskan untuk ambil cuti di akhir bulan, 29 Agustus - 2 September 2019.
*Who must I invite to climb?*
Sambil melakukan persiapan, aku japri orang-orang yang sekiranya bisa jadi partner mendaki. Kriterianya sederhana, tidak perlu yang profesional, yang penting pernah mendaki. Sebenarnya bisa ikut jasa open trip tapi aku termasuk orang yang lebih suka mengatur & mencari pengalaman sendiri. Jadi jelas ikut open trip bukan solusi untukku. Tiga orang aku hubungi dan semua menolak. Sampai akhirnya orang keempat yang aku hubungi bersedia ikut. Si orang keempat ini pun mengajak 5 rekannya. Hua, betapa bahagianya aku kala itu.
*Simaksi*
Apa itu Simaksi? Simaksi merupakan singkatan dari Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi. Karena Ranu Kumbolo masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Simaksi ini wajib hukumnya. Selain berisi surat izin dan data lengkap pendaki, Simaksi juga berisi hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta barang-barang yang wajib dibawa ketika mendaki. Harga simaksi untuk wisatawan lokal Rp19.000,00 (hari biasa) dan Rp24.000,00 (hari libur). Informasi lebih lengkap mengenai Simaksi bisa cek di sini https://bookingsemeru.bromotenggersemeru.org/
Patikan Simaksi sudah diisi lengkap, ditandatangani dengan materai. Jangan lupa juga siapkan photocopy KTP. Total pendaki yang aku daftarkan Simaksinya ketika itu ada 8 orang, termasuk aku. Karena si orang keempat yang aku ajak itu hanya bisa libur Sabtu Minggu jadi diputuskan pendakian akan dilakukan tanggal 31 Agustus dan turun tanggal 1 September, hanya sampai Ranu Kumbolo. Padahal ingin rasanya sampai puncak. Tapi ingat, dalam mendaki yang penting itu kebersamaan.
*Selalu Ada Drama*
Semua peralatan, tiket kereta, dan logistik sudah dibeli, cuti juga sudah approved. Tapi rasanya aneh karena perencanaan ini terasa begitu smooth. Nyatanya, drama 1 dimulai. Salah satu teman yang diajak si orang keempat membatalkan keikutsertaannya dan menggantinya dengan orang lain padahal Simaksi sudah dibeli. Solusinya, hubungi customer service TNBTS untuk urus pergantian nama. Ingat, pergantian ini hanya bisa dilakukan satu kali.
Drama 2, satu minggu sebelum keberangkatan sang Manager tiba-tiba memanggilku, menginformasikan bahwa ada meeting penting yang tidak bisa ditinggalkan tanggal 29 Agustus 2019. Padahal aku sudah cuti & pesan kereta di hari itu. Alhasil, cutiku diubah menjadi tanggal 30 Agustus - 3 September dan keretaku terpaksa direschedule untuk berangkat tanggal 30 Agustus.
Drama 3, aku salah perhitungan waktu & hampir ketinggalan kereta. Untungnya ada ojek pangkalan yang tahu bagaimana mengatasi kemacetan dalam keburu-buruan. Untuk pertama kali dalam hidupku naik motor di atas trotoar & lawan arus pula. Tapi berkat itu, aku sampai tepat waktu di stasiun. Applaus untuk babang Opang!
Drama 2, satu minggu sebelum keberangkatan sang Manager tiba-tiba memanggilku, menginformasikan bahwa ada meeting penting yang tidak bisa ditinggalkan tanggal 29 Agustus 2019. Padahal aku sudah cuti & pesan kereta di hari itu. Alhasil, cutiku diubah menjadi tanggal 30 Agustus - 3 September dan keretaku terpaksa direschedule untuk berangkat tanggal 30 Agustus.
Drama 3, aku salah perhitungan waktu & hampir ketinggalan kereta. Untungnya ada ojek pangkalan yang tahu bagaimana mengatasi kemacetan dalam keburu-buruan. Untuk pertama kali dalam hidupku naik motor di atas trotoar & lawan arus pula. Tapi berkat itu, aku sampai tepat waktu di stasiun. Applaus untuk babang Opang!
Komentar