Desa adat selalu jadi tempat yang menarik untuk dikunjungi, pun dengan suku Baduy. Akhir Desember 2018, aku pun nekat untuk datang ke sana. Awalnya aku ikut jasa open trip karena jika dilihat dari harga yang mereka tawarkan, rasa-rasanya lebih murah dibanding datang sendiri. Aku bahkan sudah membayar DP untuk dua orang. Sayangnya satu minggu sebelum hari H, travel dibatalkan karena hujan lebat cuaca buruk katanya. Uang kami pun di- refund . Aku dan temanku tetap nekat untuk datang ke Baduy. Hari itu perjalanan aku mulai dari stasiun Pasar Minggu dan bertemu dengan temanku di stasiun Palmerah. Kami berangkat bersama menuju stasiun Rangkas Bitung. Ongkos dengan KRL dari stasiun Pasar Minggu hanya Rp10.000,00. Sampai di stasiun Rangkas Bitung, kami bergerak mencari angkot nomor 07 tujuan terminal Aweh. Di stasiun ini sebenarnya ada banyak jasa travel menawarkan diri langsung menuju desa Ciboleger. Untuk yang datang dengan banyak orang, mungkin ini bisa jadi pilihan simpel namun untuk aku
Hujan deras pertama di tahun ini pun turun. Segar luar biasa rasanya.
Bandar Lampung, 29 September 2015
Sangat terasa betapa pohon dan rerumputan senang menyambut anugrah Tuhan ini. Status di media sosial juga membahas karunia hujan hari ini. Tapi bukan itu yang akan dibahas kini.
Hujan,
Hujan baru saja berlangsung 5 menit tetapi efeknya sangat terlihat. Air hujan yang turun langsung membasahi jalan, membanjiri selokan, bahkan hingga membentuk arus.
Banjir,
Kini banjir yang terjadi.
Banjir yang terjadi memang tidak besar, tapi bukannya sesuatu yang besar bermula dari yang kecil?? Fenomena hujan 5 menit menyebabkan genangan air 10 cm itu miris rasanya. Di saat kita kekeringan, dimana-mana mengeluh kekurangan air. Jangankan untuk mandi dan mencuci, untuk diminum saja tidak ada air, apalagi mengharapkan air bersih. Tambah sulit rasanya.
Lalu di saat hujan seperti ini, air menggenang tanpa arah. Tidak ada tempat penampungan, tidak pula tempat serapan. Kini anugrah Tuhan seolah terbuang sia-sia.
Air hujan yang menggenang pun berwarna coklat keruh dan datang dengan menggiring sampah. Menjadi memalukan jika dibandingkan dengan berita yang beredar beberapa waktu yang lalu mengenai banjir di Jepang. Air banjir seperti air kolam renang untuk mandi, sangat jernih.
Sampah,
Sampah menjadi penyebab utama banjir yang terjadi. Bagaimana tidak, selokan yang seharusnya menjadi tempat saluran dan penampungan air beralih fungsi menjadi tempat sampah. Mungkin seharusnya kita menjadi pemecah rekor negara yang memiliki tempat sampah terpanjang di dunia. Kesadaran membuang sampah di tempat sampah sangat rendah. Kebiasaan nyumputin sampah mungkin sudah mendarah daging. Slogan "Buanglah sampah pada tempatnya" tidak berguna karena mungkin selokan memang sudah terjustifikasi menjadi tempat sampah. Sehingga tidak ada rasa bersalah ketika membuang sampah di selokan.
Masalah sampah bukan masalah pribadi pemerintah, bukan juga masalah pribadi lembaga, bukan pula masalah pribadi perseorangan. Ini masalah kita bersama sebagai bagian dari negara ini. Mulailah membuang sampah di tempat sampah. Mulai dari diri sendiri, keluarga, teman, lingkungan, lembaga, dan jadikan negara ini negara tertib buang sampah. Jangan dibiarkan sampah tercecer apalagi disumputkan hingga menyumbat saluran air. Seharusnya air hujan yang diturunkan Tuhan menjadi anugrah indah untuk dimanfaatkan saat ini dan disimpan untuk saat nanti.
Bandar Lampung, 29 September 2015
Sangat terasa betapa pohon dan rerumputan senang menyambut anugrah Tuhan ini. Status di media sosial juga membahas karunia hujan hari ini. Tapi bukan itu yang akan dibahas kini.
Hujan,
Hujan baru saja berlangsung 5 menit tetapi efeknya sangat terlihat. Air hujan yang turun langsung membasahi jalan, membanjiri selokan, bahkan hingga membentuk arus.
Banjir,
Kini banjir yang terjadi.
Banjir yang terjadi memang tidak besar, tapi bukannya sesuatu yang besar bermula dari yang kecil?? Fenomena hujan 5 menit menyebabkan genangan air 10 cm itu miris rasanya. Di saat kita kekeringan, dimana-mana mengeluh kekurangan air. Jangankan untuk mandi dan mencuci, untuk diminum saja tidak ada air, apalagi mengharapkan air bersih. Tambah sulit rasanya.
Lalu di saat hujan seperti ini, air menggenang tanpa arah. Tidak ada tempat penampungan, tidak pula tempat serapan. Kini anugrah Tuhan seolah terbuang sia-sia.
Air hujan yang menggenang pun berwarna coklat keruh dan datang dengan menggiring sampah. Menjadi memalukan jika dibandingkan dengan berita yang beredar beberapa waktu yang lalu mengenai banjir di Jepang. Air banjir seperti air kolam renang untuk mandi, sangat jernih.
Sampah,
Sampah menjadi penyebab utama banjir yang terjadi. Bagaimana tidak, selokan yang seharusnya menjadi tempat saluran dan penampungan air beralih fungsi menjadi tempat sampah. Mungkin seharusnya kita menjadi pemecah rekor negara yang memiliki tempat sampah terpanjang di dunia. Kesadaran membuang sampah di tempat sampah sangat rendah. Kebiasaan nyumputin sampah mungkin sudah mendarah daging. Slogan "Buanglah sampah pada tempatnya" tidak berguna karena mungkin selokan memang sudah terjustifikasi menjadi tempat sampah. Sehingga tidak ada rasa bersalah ketika membuang sampah di selokan.
Masalah sampah bukan masalah pribadi pemerintah, bukan juga masalah pribadi lembaga, bukan pula masalah pribadi perseorangan. Ini masalah kita bersama sebagai bagian dari negara ini. Mulailah membuang sampah di tempat sampah. Mulai dari diri sendiri, keluarga, teman, lingkungan, lembaga, dan jadikan negara ini negara tertib buang sampah. Jangan dibiarkan sampah tercecer apalagi disumputkan hingga menyumbat saluran air. Seharusnya air hujan yang diturunkan Tuhan menjadi anugrah indah untuk dimanfaatkan saat ini dan disimpan untuk saat nanti.
Komentar